Oleh : Ummu Najmi
(IPe.ngamat Sosial )
Kriminalitas begitu merebak di masyarakat baik jumlah maupun jenisnya makin meningkat, pelaku juga semakin sadis. Perkara-perkara sepele bisa berujung penganiayaan dan pembuhunan.
Sebagaimana yang diberitakan detik.com: Palembang, Korban mutilasi di Sleman semakin menguat ke Redho Tri Agustian, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang hilang. Mulai dari sidik jari hingga barang bukti milik Redho.
“Memang waktu kemarin secara sidik jari sudah mengarah ke situ, namun kita harus menguatkan lagi pakai tes DNA,“ ucap Kabid Humas Polda DIY, Kombes Nugroho, saat ditemui wartawan di sela-sela peresmian Gedung baru SPKT Polres Kulon Progo, dikutip dari detik.jateng, Selasa (18/7/2023).
Bukti sidik jari polisi juga diperkuat dengan barang bukti milik korban yang ditemukan milik korban yang ditemukan Keluarga Redho yang diwakili kakaknya, meyakini barang-barang itu milik adiknya.
“Secara visual barang-barang yang kita amankan oleh keluarganya diyakini kalau kitu adalah (milik) korban,“ jelas dia.
Nugroho mengatakan pihaknya masih menunggu hasil tes DNA untuk menyempurnakan identitas korban mutilasi tersebut.
“Sudah dilakukan, sekarang masih kita tunggu hasilnya,” ujar Nugroho.
Kasus mutilasi mahasiswa ini terungkap setelah geger penemuan potongan tubuh manusia di sungai Bedog, Padukuhan Kelor, Turi, Sleman, pada hari Rabu (12/7) malam. Saat itu petugas menemukan potongan tubuh berupa kaki, tangan kiri, dan potongan daging. Pada hari Sabtu (15/7), polisi kembali menemukan potongan kepala di Merdikorejo, Tempel.
Kemudian ditemukan juga potongan tubuh lain dibeberapa lokasi. Polisi sudah menangkap kedua pelakupembunuhan dan mutilasi berinisial W dan RD saat melarikan diri ke Bogor Jawa Barat untuk bersembunyi di rumah RD, selain mengamankan potongan tubuh korban, polisi juga mengambil beberapa barang dari kos pelaku W di Triharjo, Sleman sebagai barang bukti. (detik.com, 18 Juli 2023).
Kejahatan yang terjadi berasal dari faktor individu seperti kemiskinan, cemburu, salah paham, lemahnya iman yang membuat mudah sakit hati, faktor ini muncul karena cara pandang hidup masyarakat dipengaruhi oleh sekulerisme kapitalisme sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan, bukan hanya faktor individu yang sekuler, hukum sekulerisme yang lemah memberi andil terhadap meningkatnya kasus kriminalitas. Hukum yang ada tidak menjerakan pelaku kriminalitas. Istilah “penjahat kambuhan” menjadi bukti bahwa pelaku kejahatan tidak jera dipenjara, bahkan bisa semakin lihai berbuat kejahatan karena bertemu dengan penjahat lainnya.
Inilah akibat kehidupan yang sekuler, jauh dari aturan agama. Tidak ada fungsi pencegahan pada diri individu dari berbuat kriminal karena lemahnya keimanan dalam hatinya. Bayangan surga dan neraka seolah merupakan sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan.
Akibatnya masyarakat tidak mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya. Warga selalu was was terhadap keselamatannya karena pelaku kriminalitas berkeliaran siap memangsa harta dan nyawa. Dengan demikian, terbukti bahwa sistem sekuler gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa keamanan.
Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan yang bekerja efektif untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. Pada tataran individu, negara akan membina kepribadian individu dengan menjelaskan aturan Islam yang sempurna sehingga akan melahirkan keimanan yang kuat, sikap optimis dalam menjalani kehidupan sehingga menjadi sosok yang bertakwa. Negara menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, ketakwaan menjadi pencegah.
Pada tataran masyarakat negara menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasarnya berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan demikian dorongan berbuat kriminal akan tercegah.
Dua hal tersebut adalah solusi dalam menyelesaikan kriminalitas pada aspek preventif. Adapun pada aspek kuratif, negara menerapkan sanksi yang tegas dan adil. Sanksi dalamn sistem Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa pelaku) dan Zawajir (pencegah oarng lain berbuat serupa). Adapun penjara dalam sistem Islam selain memberikan hukuman untuk mewujudkan efek jera, juga berisi pembinaan kepribadian dengan pemahanan Islam sehingga orang yang ada didalamnya terdorong untuk tobat nasuhah. Hal ini mencegah pelaku mengulangi kejahatannya.
Demikianlah, dengan pererapan sistem sanksi yang adil dan tegas tersebut, kriminalitas bisa terselesaikan dan rasa aman bagi rakyat pun akan bisa terwujud. Wallahu’alam bi shawab. (*)