MAJALENGKA, fajarsatu.com – Ada cara lain yang bisa membangkitkan rasa nasionalisme, persatuan, dan kesatuan bangsa yang dilakukan setiap menjelang peringatan HUT Kemerdekaan serta Hari Pahlawan.
Hal tersebut dilakukan Pemerintah Kabupaten Majalengka dengan melakukan ziarah ke makam Pahlawan Nasional KH Abdul Halim di kompleks Pondok Pesantren Santi Asromo, Desa Pasirayu, Kecamatan Sindang, Kabupaten Majalengka.
Seperti yang dilakukan Bupati, Wakil Bupati, Sekda , Unsur Forkopimda dan tokoh masyarakat Majalengka.
Seperti diketahui bahwa KH Abdul Halim telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI No 041/TK/2008 tanggal 6 November 2008 tentang Tanda Kehormatan Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang disertai tanda kehormatan Bintang Maha Putra Adi Perdana yang diterima oleh keluarganya.
Menurut Bupati Majalengka, H. Karna Sobahi, tokoh Pahlawan Nasional KH Abdul Halim adalah bapak bangsa yang mewariskan tradisi intelektual moral dan nasional kepada anak negeri, serta para generasi penerus. Karena itu harus meneladani sejarah KH Abdul Halim yang sangat berjasa bagi bangsa, khususnya Majalengka.
” Merupakan suatu kehormatan adanya gelar Pahlawan Nasional tersebut. Pemerintah dan negara tidak akan melupakan jasa-jasa beliau semasa hidup yang dipenuhi nilai-nilai pengabdian dan perjuangan demi kedaulatan dan kejayaan bangsa,” tutur Bupati.
Sementara itu, cicit KH Abdul Halim, KH, Asep Zaki Mulyanto, menceritakan, sejarah singkat KH Abdul Halim lahir di Desa Cibolerang, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka pada 4 Syawal 1304 atau 26 Juni 1887.
Dia adalah ulama besar dan tokoh pembaharuan Indonesia, khususnya di bidang pendidikan dan kemasyarakatan yang memiliki corak khas di masanya. Nama aslinya adalah Otong Syatori. Setelah menunaikan ibadah haji dia berganti nama menjadi Abdul Halim. Ayahnya yang bernama KH Muhammad Iskandar, penghulu Kawedanan Jatiwangi, dan ibunya Hj Siti Mutmainah binti Imam Safari.
Abdul Halim adalah anak terakhir dari delapan bersaudara. Dia menikah dengan Siti Murbiyah, putri KH Mohammad Ilyas, pejabat Hoofd Penghulu Landraad Majalengka (sebanding dengan kepala Kemenag tingkat kabupaten).
Sejak kecil, Abdul Halim sudah belajar membaca Alquran. Kemudian menjadi santri sejumlah kiai di berbagai daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah hingga usianya 22 tahun. Ulama yang pertama kali didatangi adalah KH Anwar di Pondok Pesantren Ranji Wetan, Majalengka. Selanjutnya berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Dalam merealisasi cita-citanya, KH Abdul Halim pertama kali mendirikan Majelis Ilmu (1911) sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang sangat sederhana pada sebuah surau yang terbuat dari bambu. Secara bertahap, organisasi yang dipimpinnya dapat memperbaiki keadaan masyarakat, khususnya kurang mampu.
Dalam mengembangkan bidang pendidikan, KH Abdul Halim juga memperluas usaha bidang dakwah. Dia selalu menjalin hubungan dengan beberapa organisasi lainnya di Indonesia, seperti dengan Muhammadiyah di Jogjakarta, Sarekat Islam, dan Ittihad Al Islamiyah (AII) di Sukabumi. Inti dakwahnya adalah mengukuhkan ukhuwah Islamiyah (kerukunan Islam) dengan penuh cinta kasih, sebagai usaha menampakkan syiar Islam, guna mengusir penjajahan.
Dalam bidang akidah dan ibadah amaliyah KH Abdul Halim menganut paham ahlussunnah wal jamaah yang dalam fikihnya mengikuti paham Syafi’iyah. Pada tahun 1942 dia mengubah Persyarikatan Ulama menjadi Perikatan Umat Islam, yang kemudian pada tahun 1952 melakukan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) yang berkedudukan di Bandung.
“Kami sebagai perwakilan keluarga KH Abdul Halim berterima kasih kepada Pemkab Majalengka yang selalu rutin melakukan ziarah. Mudah-mudahan kami bisa meneruskan dan meneladani perjuangannya,” katanya. (gan)