Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Muhammadiyah; Ide, Narasi dan Karya”
PADA Rabu 23 Agustus 2023 saya dan penggiat Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Muhammadiyah Se-Indonesia mendapat kesempatan menghadiri acara Diskusi Hari Pers Muhamadiyah yang bertema “Muhammadiyah dan Media: Kiprah Dakwah Pencerahan di Abad Ke-2”. Walaupun saya mengikuti acara ini melalui live streaming di akun YouTube Suara Muhammadiyah TV, namun saya mengikutinya secara seksama dan dari awal pembukaan hingga akhir acara. Bagi saya forum semacam ini adalah forum penting dan inspiratif, termasuk menjadi sumber ide untuk menulis sebuah artikel sederhana.
Suara Muhammadiyah merupakan salah satu media utama di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah. Majalah ini merupakan salah satu majalah tertua di Indonesia. Pertama kali terbit pada 13 Agustus 1915, dengan demikian ia kini berusia genap 108 tahun. Bahkan ia termasuk majalah yang terus terbit setiap edisinya dari awal hingga saat ini. Sebuah perjalanan dan pengalaman sejarah yang sangat penting dan inspiratif. Acara yang diikuti secara offline dan online ini diadakan dalam rangka mengapresiasi Suara Muhammadiyah yang eksis di tengah pembaca bahkan sudah berusia 100-an tahun lebih.
Bila ditelisik, Suara Muhammadiyah memiliki peran penting dalam dinamika warga persyarikatan, media dan masyarakat Indonesia. Secara umum peran penting Suara Muhammadiyah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Meneguhkan. Muhammadiyah merupakan persyarikatan sekaligus pergerakan Islam dengan jumlah massa besar di dunia. Ia didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan atau Muhamad Darwis pada 18 November 1912 silam. Pergerakannya berlandaskan pada agenda mulia: amar makruf nahi mungkar. Suara Muhammadiyah hadir meneguhkan agenda tersebut dalam berbagai dimensi dan konteksnya.
Kedua, Mencerahkan. Kehadiran Suara Muhammadiyah juga menjadi bagian tak terpisahkan dari peranan Muhammadiyah dalam mencerahkan warga persyarikatan, juga non persyarikatan. Proses mencerahkan masyarakat dilakukan dengan berbagai pola dan cara termasuk degan menghadirkan ide dengan narasi yang lebih konstruktif. Suara Muhammadiyah hadir sebagai media yang memastikan warga persyarikatan dan masyarakat bangsa mendapatkan suguhan konten yang mencerahkan, informasi yang akurat dan narasi yang konstruktif. Dengan demikian, harapannya bila pembaca membaca Suara Muhammadiyah bakal mendapatkan pencerahan.
Ketiga, Menggembirakan. Menjalankan peran dakwah dan lakon sosial merupakan agenda penting Muhammadiyah sejak awal berdiri hingga saat ini. Sebagai pergerakan Islam tentu Muhammadiyah mesti mampu menghadirkan dakwah Islam yang ramah dan menimbulkan kedamaian di tengah masyarakat yang beragam latar belakang. Sehingga Islam dengan senyawa “rahmat”, mesti dihadirkan dengan cara-cara yang lebih kreatif dan inovatif. Di sinilah peranan Suara Muhammadiyah menjadi penting dan dibutuhkan. Kemampuan media semacam ini dapat membantu Muhammadiyah dalam menghadirkan aksi Islam yang menggembirakan, bukan menakutkan bagi siapapun.
Keempat, Memajukan. Terminologi berkemajuan merupakan terminologi lama di internal persyarikatan Muhammadiyah. Ia merupakan terminologi yang sejak lama diucapkan oleh KH. Ahmad Dahlan. Terminologi ini memiliki pesan moral bahwa Muhammadiyah merupakan pergerakan yang mencerdaskan dan mengangkat masyarakat yang terjerat kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Sehingga bila beberapa tahun lalu muncul terminologi “Islam Berkemajuan”, sejatinya merupakan pemaknaan kekinian terhadap terminologi pendiri Muhammadiyah tersebut. Membentuk warga persyarikatan dan masyarakat bangsa yang maju tentu membutuhkan peranan Suara Muhammadiyah.
Suara Muhammadiyah yang kini berusia 108 tahun tergolong media yang eksis di tengah menjamurnya media online beberapa tahun belakangan ini. Kita tentu tahu bagaimana berbagai media cetak yang gulung tikar karena berbagai sebab seperti tidak memiliki jejaring berbasis daerah, menjauhnya basis pembaca dan kompetisi di internal dunia media cetak. Padahal menurut Roni Tabroni (2023), media termasuk majalah, sangat ditentukan oleh basis massa pembaca yang terjaga, memiliki values atau nilai-nilai perjuangan, berjalannya proses ideologisasi dan terjaganya keberpihakan kepada kebenaran dan moralitas publik. Dan Muhammadiyah tetap eksis dan sukses melakukan ekspansi usaha.
Pentingnya media bagi Muhammadiyah diantaranya untuk menjaga terlaksananya proses transformasi Islam berkemajuan ke tengah warga persyarikatan Muhammadiyah dan masyarakat umum. Hal lain, hadirnya media semacam ini juga dapat menjaga tradisi literasi di lingkungan persyarikatan Muhammadiyah dan menjalankan peran kontra narasi atas berbagai narasi sekaligus isu yang melenceng dari nilai-nilai luhur Islam, Muhammadiyah dan bangsa Indonesia. Hal lain, hadirnya media termasuk Suara Muhammadiyah juga menjadi wadah silaturahim intelektual antar warga persyarikatan dan komunitas non persyarikatan.
Dalam rangka merawat eksistensi Suara Muhammadiyah kini dan ke depan, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dan konsen. Pertama, aktualitas konten. Kunci eksistensi media adalah konten. Konten yang melingkupi beragam tema dan isu memiliki daya tarik tersendiri di hati pembaca. Berbagai tema yang dihadirkan oleh Suara Muhammadiyah selama ini cukup menarik karena tema-tema yang diulas cukup aktual dan diulas dengan basis argumentasi yang kuat juga diksi yang mudah dipahami pembaca. Namun demikian, ke depan konten Suara Muhammadiyah perlu ditingkatkan kualitas sekaligus kemasannya, sehingga pembaca mendapatkan ulasan yang menyejukkan dan mencerahkan.
Kedua, menjaga basis pembaca. “Pembaca adalah raja”, begitu sebuah ungkapan anonim mengingatkan kita. Kita maklum bahwa basis massa Muhammadiyah cukup banyak dan masih diperhitungkan oleh berbagai kalangan. Namun demikian, Suara Muhammadiyah tidak boleh merasa puas dan nyaman dengan hal tersebut. Manajemen Suara Muhammadiyah perlu menyusun strategi dan langkah praktis dalam rangka menjaga basis pembacanya. Suara Muhammadiyah sendiri bukan saja majalah kebanggaan warga persyarikatan tapi juga simpatisan dan non persyarikatan. Perlu terobosan jenial dalam rangka menjaga basis pembaca semacam itu. Mengakomodir penulis yang berlatar belakang non persyarikatan juga bisa menjadi pilihan dan layak diujicoba.
Ketiga, ekspansi basis pembaca. Warga Muhammadiyah adalah basis massa atau pembaca utama Suara Muhammadiyah. Namun dalam konteks ekspansi atau perluasan pasar pembaca maka manajemen Muhammadiyah perlu melakukan strategi jitu, sehingga ke depan pembaca majalah kebanggaan Muhammadiyah ini juga menjadi majalah kebanggaan yang dibaca oleh masyarakat umum. Bila selama ini masih mengandalkan amal usaha Muhammadiyah (AUM), maka ke depan perlu juga dikreasi agar mampu menyentuh masyarakat umum. Sehingga oplah Suara Muhammadiyah semakin meningkat dan kontennya bisa dinikmati oleh masyarakat beragam latar belakang.
Pada era teknologi ini, kehadiran majalah yang masih konvensional memang cukup menghadapi tantangan tersendiri. Persaingan antar sesama media pun menjadi senyawa yang terus menjadi pemantik agar manajemen media cetak semakin inovatif dan kreatif. Suara Muhammadiyah yang kini mulai merambah media digital atau media online merupakan media yang telah melakukan transformasi jenial, relevan dan kekinian. Tentu ini bukan satu-satunya jalan keluar di tengah kompleksitas tantangan yang terus hadir. Namun menghadirkan media dengan medium yang beragam dapat menjadi solusi sekaligus penopang dalam menjaga eksistensi media di era ini, termasuk Suara Muhammadiyah. (*)