Oleh Khatimah
Pegiat Dakwah
ALLAH menciptakan laki-laki dan perempuan lengkap dengan gharizah na’unya (naluri berkasih sayang), di mana naluri tersebut harus sesuai dengan yang sudah Allah Swt tetapkan. Jadi tidak dibenarkan jika laki-laki suka sesama jenisnya begitupun dengan wanita suka sesamanya. Apalagi dunia tahu jika Indonesia mayoritas muslim, yang
memiliki pengaruh besar bagi perbuatan yang tidak pantas bahkan dilaknat oleh agama.
Seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) yang secara masif masuk ke Indonesia melalui tontonan dan pendidikan. Dengan dalih kaum tersebut harus dipandang sebagai bagian masyarakat yang dihormati hak-haknya karena itu bagian dari hak asasi manusia.
Di saat penguasa negeri diam tidak ada tindakan bahkan terkesan membiarkan, namun tidak dengan Bupati Kabupaten Bandung., Jawa Barat, Dadang Supriatna.
Dengan dasar keimanan ia melarang keras adanya perbuatan laknat dan menyimpang tersebut. Oleh karena itu ia berencana membuat Peraturan Daerah (Perda) terkait larangan adanya Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender LGBT. (Kompas.com 30/07/2023). Sikap Dadang Supriatna tersebut mendapat dukungan dari Eri Lukman Latif yang merupakan wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Eri menyebut Perda larangan merupakan langkah bijak dilihat dari sudut pandang bahwa LGBT merupakan situasi manusia yang mengalami kemunduran. Ditambah lagi Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang banyak pesantren, juga
pemahaman keagamaannya tinggi. Oleh sebab itu ia mendukung adanya Perda tersebut. (Republika.co.id, 31/07/2023)
Indonesia negara berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa, namun kian hari perbuatan yang bertentangan dengan norma agama makin masif keberadaannya bahkan dengan berani ingin membuat pertunjukan besar di Jakarta.
Namun, karena banyak yang menolak akhirnya acara itu dipindahkan ke luar Indonesia, padahal harusnya ditolak
bukan malah dipindah tempat. Maka wajar jika peraturan daerah muncul karena ingin menyelamatkan generasi bangsa dari kaum menyimpang tersebut.
Semakin beraninya kaum pelangi ini menunjukkan eksistensinya tak lain karena mendapat dukungan dunia. Di belakangnya ada organisasi internasional semisal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Organisasi ini memberikan dukungan langsung pada komunitas melambai berupa mengirim duta ke negara-negara luar AS, seperti Jessica Stern ke Indonesia meski akhirnya ditolak. Atau bisa dilihat dari pernyataan Sekretaris Umum PBB Ban Ki-moon. la mendukung langkah ke arah penghormatan terhadapa hak-hak kaum menyimpang ini, karena inti dari misi PBB mendukung kesetaraan dan hak asasi manusia, bukan hanya sekedar dukungan opini, namun kucuran dana yang lumayan besar yakni Rp108 miliar, untuk memasarkan LGBT di empat negara: Indonesia, Cina, Filipina, dan Thailand.
Jika sudah begini akankah rencana Perda akan berjalan? Karena suatu kebijakan yang berbeda antara pemimpin pusat dan daerah, hanya akan mengantarkan pada polemik, berdampak parsial dan tidak menyentuh akar permasalahan. Selama tidak ada sanksi yang tegas bagi pelaku LGBT, dan kebebasan berperilaku masih diterapkan maka mereka akan terus eksis. Oleh sebab itu harus ada pemahaman bersama bahwa perbuatan menyimpang ini bukan hanya persoalan di Kabupaten Bandung semata, tapi persoalan Indonesia bahkan dunia.
Di sisi lain kepedulian dari Bupati Bandung itu harus diapresiasi dan bisa menjadi contoh bagi yang lainnya agar jabatan yang dimiliki bisa dimanfaatkan untuk beramar makruf.
Pangkal persoalan utama hadirnya kaum pelangi adalah diterapkannya sistenm sekulerNliberal di negeri ini. Bila dahulu kaum Nabi Luth melakukan dosa besar dengan menyukai sesama jenis dan perzinaan yang merajalela, hingga saat itu pula AllahBdatangkan bencana yang amat besar. Tapi kini, setelah Islam hadir dan melarang perbuatan kaum Nabi Luth manusia justru banyak mengingkari aturan Islam dan kianBbebas dengan hidup menyimpang terlebih ada payung hukum bernama HAM.
Sistem sekuler liberal telah mengubah cara pandang umat dalam bertingkah laku dan menentukan kehidupannya. Banyak sebagian manusia merasa nyaman dengan perbuatan maksiat, namun merasa risih diajak untuk melakukan aktivitas kebaikan.Gaya hidup modern ala Barat membuat pola pikir mereka ikut berkembang mundur mengikuti orang-orang jahiliah, lupa jika manusia itu adalah makhluk ciptaan Allah Swt, dimana semua perbuatan harus terikat dengan hukum Sang Pencipta. Inilah salah satu
tanda-tanda akhir zaman yang semakin ditampakkan.
Perbuatan LGBT jelas suatu perbuatan laknat dan harus diberikan sanksi tegas oleh negara, jika edukasi tak lagi berpengaruh apalagi pelaku telah menyebarkan kepada orang lain. Kaum muslim harus memgetahui betapa dahsyatnya azab Allah kepada mereka yang melakukan perbuatan menyimpang. Sebagaimana Allah abadikan dalam
A-Qur’an tentang kaum Nabi Luth As.
“Dan Kamni hujani mereka (dengan hujan batu), maka betapa buruk hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman.” (QS Asy-Syu’ara ayat 173-174)
Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya tertanam akidah yang memancarkan peraturan. Islam bukan hanya sekedar mengurusi ibadah spiritual saja, namun lslamBmengatur seluruh kehidupan dari bangun tidur sampai bangun negara termasuk mengatur persoalan penyimpangan seksual seperti LGBT.
Oleh sebab itu dibutuhkan solusi yang bersifat revolusioner (menyeluruh) yang hanya bisa dilakukan saat sistem Islam diterapkan. Melalui negara, aturan Islam akan diwujudkan dalam setiap perbuatan. Di mana sejak dini diberlakukan edukasi terhadap rakyat bahkan kepada anak-anak seperti memisahkan tempat tidur anak laki-laki danNperempuan saat menginjak usia 7 tahun. Larangan tidur dalam satu selimut, atau larangan saling menampakkan aurat meski perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki.
Di samping edukasi yang jelas dan tegas, Islam juga memiliki aturan sanksi yang
diterapkan oleh negara. Jika didapati praktik penyimpangan seksual seperti gay danlesbian maka pemimpin dalam lslam akan mengambil sikap tegas dan memberi sanksi cukup berat yakni hukuman mati.
Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa yang berbuat sebagaimana perbuatan kaum Nabi Luth (homosek), maka bunuhlah pelakunya dan yang dịperlakukan. ” (H.R Ibnu Majah)
Selain hadis Nabi saw., ada beberapa pendapat atas sanksi ini, di antaranya dari Ali bin Abi Thalib dan lbnu Abbas ra.
Menurut Ali bin Abi Thalib ra. pelaku homoseksual harus dibunuh dengan pedang ataupun dilempari dengan batu kemudian dibakar dengan api. Sedangkan menurut lbnu Abbas ra. pelaku menyimpang harus dilemparkan dari tempat yang tinggi seperti gunung atau bangunan tertinggi hingga pelaku mati.
Adapun sanksi bagi pelaku transgender, jika tidak sampai melakukan sodomi dengan sesama jenis, maka akan dikenai hukuman ta’zir sesuai kewenangan gadhi atau diasingkan ke tempat lain.Dengan cara itulah perbuatan menyimpang LGBT ini akan bisa diberantas hingga ke
akar-akarnya.
Pada saat yang sama perbuatan keji yang dibawa oleh Barat akan bisa ditutup rapat-rapat agar tidak menyebar kepada umat. Demikianlah ketegasan negara
dalam sistem Islam ketika syariat diterapkan. Bukan hanya berefek jera bagi pelaku dan orang lain, tapi juga terwujudnya keamanan serta kenyamanan di tengah masyarakat. (*)