Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “ASEAN; Episentrum Pertumbuhan Dunia”
ASIA Tenggara merupakan salah satu kawasan yang tergolong damai bila dibandingkan dengan kawasan lainnya di Asia bahkan berbagai bedua di dunia. Walau begitu, Asia Tenggara masih dihantui oleh konflik dalam negeri masing-masing negara. Misalnya, konflik Rohingya di Myanmar, Moro di Filipina, dan Papua di Indonesia. Selain itu, yang cukup menyita perhatian adalah konflik di Laut China Selatan antar berbagai negara di dunia, terutama Amerika Serikat dan sekutunya dengan China dan sekutunya. Bahkan dalam konteks global, masih terjadinya penjajahan (agresi) Israel terhadap Palestina. Hal tersebut tentu berdampak pada Indonesia dan negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya.
Indonesia merupakan salah satu negara besar di dunia, baik dari sisi luas wilayah maupun dari sisi jumlah penduduknya. Negara yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 dan beribukota Jakarta ini juga sebagai negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km persegi, serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah sekitar 17.504 pulau. Selain itu, Indonesia juga negara berpenduduk terbanyak ke-4 di dunia dengan penduduk mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020 dan negara beragama Islam terbesar di dunia dengan pemeluk sekitar 230 juta jiwa. Data ini tentu dari tahun ke tahun, termasuk pada tahun 2023 dan tahun-tahun mendatang, akan terus berubah dan bertambah seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk di berbagai provinsi di seluruh Indonesia.
Indonesia adalah negara yang berdaulat dan berpegang teguh pada prinsip politik bebas aktif. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas dan kedamaian global. Kedua hal tersebut merupakan ciri utama negara bangsa yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 silam dan memiliki tujuan konstitusional ini. Tujuan Indonesia sebagai sebuah negara mencerminkan kompleksitas peranannya, baik dalam skala lokal dan regional maupun skala global. Pada alinea ke-4 konstitusi negara yaitu UndangUndang Dasar 1945 ditegaskan bahwa tujuan berdirinya negara Republik Indonesia, yaitu: (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umum, (3) Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Mewujudkan tujuan negara membutuhkan kesungguhan dan tindakan praktis yang memungkinkan tercapainya tujuan tersebut. Selain memastikan terjaganya stabilitas dalam negeri, Indonesia juga melakukan berbagai kerja sama dengan berbagai negara di dunia terutama dalam kelompok negara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nation (ASEAN). ASEAN sendiri merupakan organisasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang berdiri pada 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. ASEAN sendiri dibentuk atas dasar inisatif lima negara yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina yang kala itu diwakili oleh Menteri Luar Negeri masing-masing negara. Pada tahun-tahun berikutnya beberapa negara secara berturut-turut bergabung seperti Brunei Darussalam (8 Januari 1984), Vietnam (28 Juli 1995), Laos (23 Juli 19970), dan Kamboja (30 April 1999).
ASEAN berdiri dengan latar belakang yang cukup kompleks berdasarkan kompleksitas permasalahan berbagai negara kawasan ini. Selain konflik dalam negeri setiap negara, ASEAN berdiri karena beberapa sebab, diantaranya, (1) persamaan geografis. Negara-negara ASEAN berada di kawasan Asia Tenggara yang terletak di antara Benua Australia dan daratan benua Asia, serta diantara Samudra Hindia dan Pasifik. (2) Persamaan budaya. Penduduk Asia Tenggara merupakan keturunan dari Rras Malayan Mongoloid. Ras ini dalam perkembangannya banyak menerima pengaruh budaya berupa warna kulit, makanan hingg adat istiadat dari wilayah India, Arab (Ghujarat) dan China.
Selain itu, menurut Shabrina Alfari (2022), negara ASEAN juga memiliki persamaan lain, yaitu (3) Persamaan kepentingan. Semua negara ASEAN memiliki visi yang secara umum sama yaitu kesejahteraan, kedamaian, keamanan, ketertiban dalam lingkup kawasan ASEAN. (4) Persamaan nasib. Hampir semua negara ASEAN pernah dijajah oleh negara lain. Bila Indonesia pernah dijajah Belanda, maka Malaysia dan Singapura pernah dijajah Inggris, serta Filipina pernah dijajah Spanyol dan Amerika Serikat.
Berdasarkan latar berdiri maka ASEAN sejatinya memiliki peranan dan agenda penting yang mesti terus dijalankan dengan baik dan aktif. Pertama, menjaga kedamaian kawasan ASEAN. Kedamian kawasan ASEAN merupakan dampak dari adanya upaya berbagai negara untuk menjaga stabilitas keamanan kawasan ASEAN. Kunci utama tercapainya adalah terjaganya keamanan dan pertahanan masing-masing negara dari berbagai gangguan dalam bentuk apapun. Karena itu, kerja sama negara ASEAN dalam menjaga stabilitas kawasan perlu diperkuat dengan memperhatikan perkembangan dan dinamika keamanan global, termasuk konflik yang trejadi di Laut China Selatan yang belakangan masih saja terjadi. Hal ini meniscayakan adanya kerja sama lembaga atau institusi antar negara seperti institusi TNI, Polri dan BIN dengan institusi serupa di negara-negara ASEAN lainnya.
Hal lain, perluanya penguatan aspek moderasi beragama. Moderasi beragama difokuskan pada upaya masing-masing negara dalam memastikan warga negaranya memiliki pemahaman keagamaan yang mendatangkan kemaslahatan bagi sesama dan tidak menimbulkan keresahan masyarakat di kawasan ASEAN. Perguruan tinggi organisasi kemasyarakatan berbasis agama dan media massa di masing-masing negara mesti menjalankan peran pencerahan, sehingga umat beragama tidak terjebak dalam pemikiran dan tindakan yang menimbulkan kerusakan dan sikap antipati yang melampaui batas. Di sinilah perlunya pemerintah masing-masing negara mewadahi adanya dialog lintas agama yang dihadiri oleh para pimpinan dan tokoh setiap umat beragama. Dengan demikian, akan muncul saling kesepahaman, bersikap toleran dan menghargai perbedaan keyakinan dan latar belakang.
Kedua, mewujudkan ASEAN yang semakin maju. Keberadaan sekaligus eksistensi ASEAN sebagai organisasi perkumpulan negara se-kawasan tidak boleh terjebak pada hanya pada latar belakang yang sama, tapi mesti memiliki orientasi kolektif yang lebih futuristik. ASEAN maju merupakan salah satu skema negara-negara ASEAN dalam mewujudkan visimisi ASEAN itu sendiri. Praktisnya, berbagai negara ASEAN berupaya untuk memastikan kemajuan bersama dalam bingkai saling sepenanggungan antar negara dalam kawasan.
Chief Adi Kusmargoni dalam bukunya “Nationalism Leadership: Transforming Culture, Energizing Future” (2021) mengulas perihal pentingnya “tumbuh bersama”. Walau gagasannya lebih fokus pada penguatan dan pengembangan perusahaan, namun secara substansi dan nilai, maka “tumbuh bersama” yang diajukan oleh Chief Adi Kusmargoni sangat relevan untuk diadaptasikan dalam memajukan negara-negara ASEAN.
Mengafirmasi gagasan tersebut, saya mengajukan beberapa aspek kunci yang perlu penguatan menuju ASEAN maju, diantaranya, (1) Aspek Pendidikan. Pemerintah negara ASEAN perlu memperkuat kerja sama bidang pendidikan yang selama sekian dasawarsa sudah berjalan dengan baik. Ke depan, bukan saja diwujudkan dalam bentuk beasiswa dan pertukaran pelajar juga mahasiswa, tapi juga beasiswa dan pertukaran santri juga mahasantri antar negara. Sebab dalam konteks meluruskan pemikiran “radikal” yang reduksionis hanya akan mampu dilakukan oleh mereka yang memiliki pemahaman keagamaan yang utuh dan tidak tersimpang karena kepentingan sesaat dan merusak, atau dipengaruhi oleh arus global yang cenderung liar dan tidak menghargai nilai-nilai luhur sebuah bangsa yang pada prinsipnya tidak saling merintangi.
Hal lain, perlunya pendirian lembaga pendidikan masing-masing negara ASEAN di setiap negara-negara ASEAN. Misalnya, pemerintah masing-masing negara memfasilitasi pendirian perguruan tinggi berbasis Ormas keagamaan yang berasal dari setiap negara ASEAN. Secara praktis, pemerintah Malaysia telah merestui pendirian Universitas Muhammadiyah di 701 Malaysia pada 2021 lalu. Hal ini mestinya menjadi pemantik bagi adanya lembaga pendidikan baru di beberapa negara ke depan.
Selanjutnya, penguatan (2) Aspek Ekonomi. Bencana non alam: Covid-19 yang melanda dunia sejak awal 2020 lalu hingga awal 2023 lalu masih menyisakan dampak buruk di berbagai sektornya, baik kesehatan maupun ekonomi. Dari sektor ekonomi, misalnya, dampak pandemi telah menimbulkan angka kemiskinan yang terus meningkat. Bank Pembangunan Asia (ADB) melaporkan, sedikitnya 4,7 juta penduduk Asia Tenggara atau ASEAN masuk jurang kemiskinan. Jumlah tersebut merupakan perbandingan terhadap baseline perkiraan jumlah penduduk miskin pada tahun 2020 dalam skenario normal atau tanpa Covid-19. Bila tidak diantisipasi secara optimal, maka ledakan angka kemiskinan semacam itu akan menimbulkan keresahan sosial dan instabilitas kawasan.
Atas dasar itu, pemerintah berbagai negara ASEAN perlu meningkatkan kerja sama. Hal yang paling mendesak, misalnya, menyepakati standar dan aturan yang memudahkan terwujudnya kerja sama antar berbagai perusahaan lintas negara dalam kawasan. Pada saat yang sama, perlu dibentuk kesepakatan bersama perihal standar tenaga kerja dan aturan terkait yang tidak intimidatif atau melecehkan tenaga kerja negara lain. Berbagai permasalahan tenaga kerja asing pada setiap negara, misalnya, mesti diselesaikan dengan cara-cara damai dan mengedepankan saling percaya sekaligus menghargai aturan yang berlaku di masing-masing negara. Bila kerja sama ekonomi berjalan lancar, maka hal itu berdampak positif pada pendapatan akumulatif penduduk seluruh negara ASEAN.
Lalu, yang tak kalah pentingnya adalah (3) Penguatan kerja sama organisasi kepemudaan. Pada 2022 ini Media Network merilis data bahwa jumlah penduduk dunia saat ini mencapai 7.9 miliar. Data ini berdasarkan data terakhir pada Juli 2022 (https://databoks.katadata.co.id). Sedangkan menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), jumlah penduduk dunia sudah mencapai sekitar 7,94 miliar jiwa per-Juli 2022. Adapun jumlah penduduk Asia Tenggara atau ASEAN pada tahun 2022 diperkirakan mencapai 668 juta jiwa. Dari angkat tersebut, rerata 45 persennya (sekitar 300.000.000-an lebih jiwa) merupakan penduduk usia produktif, dimana penduduk berusia 20-40 tahun mencapai 67 persen atau sekitar 300.000.000 jiwa.
Berdasarkan data tersebut, dapatlah dikatakan bahwa jumlah penduduk usia produktif di kawasan ASEAN tergolong besar bila dibandingkan dengan berbagai negara di kawasan Asia lainnya. Ini merupakan bonus demografi tersendiri bagi ASEAN yang bila dikelola akan berkontribusi besar bagi kemajuan kawasan ASEAN ke depan. Menurut Astrid Savitri (2019), bonus demografi merupakan peluang sekaligus tantangan yang dapat dijadikan sebagai modal bagi negara mana pun dalam menjemput sejarah terbaiknya di masa depan.
Dalam konteks ASEAN, berdasarkan tesis tersebut, kerjasama yang optimal antar negara, terutama untuk memfasilitasi kerja sama organisasi kepemudaan semakin menemukan relevansinya. Pertemuan organisasi kepemudaan antar negara perlu difasilitasi dan dijadikan sebagai momentum untuk meneguhkan kerja sama yang berdampak pada kepentingan kawasan pada waktu yang panjang di masa depan. ASEAN damai dan maju merupakan afirmasi jenial atas sebab terbentuknya ASEAN itu sendiri pada 55 tahun silam. Hal tersebut bisa terwujud manakala ASEAN memperkokoh dan meningkatkan kualitas kerja sama dalam berbagai aspek terkait seperti pertahanankeamanan, ekonomi, dan pendidikan serta dialog lintas organisasi di dalam kawasan. Kita sangat optimis ASEAN damai dan maju karena kerja sama dan kolaborasi yang baik antara pemerintah negara di kawasan ini, di samping elemen non pemerintah yang juga diberi peran dan peluang untuk membangun kerja sama yang baik sesuai dengan potensinya masing-masing.
Hal lain yang mendesak dan tak kalah pentingnya, ketiga, menjadikan ASEAN sebagai lokomotoif perdamaian global, termasuk pemberhentian penjajahan (agresi) Israel terhadap Palestina. Ya, diantara konflik yang masih menghangat akhir-akhir ini adalah konflik antara Palestina dan Israel. Dengan berbagai alasan yang tidak rasional, Israel melakukan agresi kepada Palestina selama puluhan tahun hingga saat ini. Bahkan yang sangat naif adalah Israel yang dimotori oleh kekuatan Zionis Internasional (Barat) melakukan tindakan pembunuhan terhadap kaum perempuan, anak-anak dan orangtua tanpa mengindahkan kemanusiaan. Tak sedikit lembaga pendidikan, rumah sakit dan lembaga sosial dari berbagai Negara di dunia yang menjadi korban. Zionis dan sekutunya sudah tidak lagi menggunakan akal sehat, menepikan dimensi kemanusiaan dan tidak peduli terhadap berbagai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam kondisi demikian, Indonesia termasuk berbagai Negara ASEAN perlu bersikap dan melakukan tindakan nyata atas nama kemanusiaan dan perdamaian global. Misalnya, mengirimkan pasukan perdamaian dan mengupayakan penyelesaian konflik secara damai.
Beberapa isu tersebut dapat dipilih menjadi isu prioritas, di samping isu lain yang memiliki koneksi dan pengaruh signifikan bagi upaya menjaga stabilitas dan kemajuan kawasan ASEAN, serta perdamaian dunia-global. Pemihakan atau keterlibatan kita dalam suatu isu harus diukur dengan pertimbangan: apakah itu dapat menjaga dan melayani kepentingan nasional kita ataukah tidak. Karena itu, sebagai bagian dari 20 negara termaju di dunia (G20) dan mendapat giliran menjadi Ketua ASEAN 2023, Indonesia tetap menjalankan politik “bebas aktif” yaitu politik yang merdeka dan berdaulat serta tidak dihantui oleh tekanan negara mana pun seperti yang dipertegas dalam pembukaan konstitusi negara yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sungguh, bila kawasan ASEAN yang dihuni ratusan juta jiwa penduduk damai dan maju, maka hal tersebut dapat menjadi embrio dan inspirasi bagi terbentuknya perdamaian peradaban global dunia. Bahkan bila ASEAN bersikap tegas dan bertindak nyata maka sangat berdampak pada penyelesaian konflik Palestina-Israel. (*)