Oleh: Muhamad Fadlih
Mahasiswa asal Manggarai Barat NTT di Universitas Janabadra Yogyakarta
AYAH memiliki peran yang mulia dalam keluarga. Ayah itu bagaikan nahkoda yang memimpin seluruh anggota keluarga, dan sosok pelindung utama bagi keluarga, bahkan juga bisa menjadi teman. Aku sendiri mempunyai ayah, namanya Muhamad Sudirman, ia lahir pada tanggal 30 Desember 1978, anak dari nenek Siti Namur (Almarhumah) dan kakek Huntu (Almarhum). Ayahku anak ke dua dari tiga bersaudara.
Yah, itulah ayah. Ayah itu pemimpin, pelindung, dan sosok yang mencari nafkah untuk keluargaku. Tetapi ayah telah dipanggil oleh Penciptanya, ketika aku masih menginjak kelas 5 Sekolah Dasar (SD). Kata orang ayahku tidak berbeda jauh dengan aku, dari wajah, sifat dan lain-lain. Yah, itu kata orang. Aku sendiri mengenal ayahku sebagai sosok yang hebat, kerja keras, berani, dan kuat.
Aku masih ingat dulu ketika masih kecil, aku didaftarkan oleh ayah di SD. Ketika hari pertama masuk sekolah aku ditunjuk oleh guruku untuk menulis, dan waktu itu aku belum bisa menulis, sehingga guruku mengucapkan kata yang membuatku kesal, dan akhirnya aku berhenti sekolah, yah, itu sangat lucu menurutku.
Setelah kejadian itu ayah sering mengajak aku untuk belajar dihiasi lampu pelita di malam hari, tapi ketika belajar ayah wajib membawakan kayu untuk memukul aku jika salah menjawab pertanyaan yang telah diajarkan. Yah jadi aku belajar sambil menangis. Jika diingat sekarang, itu cerita dan pengalaman yang lucu tapi meneteskan air mata, dan banyak lagi cerita didikan yang tegas dari sosok ayahku itu.
Itulah model didikan ayahku, tegas dan keras. Itu merupakan tanda peduli ayah untuk aku, itu juga menjadi bukti bahwa ayah tidak ingin aku tidak bisa apa-apa suatu hari nanti ketika menghadapi masalah hidup. Walau rasanya kurang lama hidup dengan ayah tapi aku sangat tau ayahku itu hebat.
Ayah apa kau tau, aku dan keluarga kita sangat merindukanmu? Apa kau tau kami sangat merindukanmu dan sangat membutuhkan sosokmu? Ayah, jiwa dan ragamu memang telah pergi, tapi cinta terhadapmu itu masih sangat tertanam tancap di hati kami, masih mengingat banyak kenangan-kenangan bersamamu walau itu tak cukup bagiku tapi cukup bagi Allah.
Ayah, aku sangat ingin bertemu walau sebentar, aku sangat ingi tau bagaimana kabarmu, apa engkau baik-baik saja? Aku harap engkau baik-baik saja dan tenang di alam yang berbeda.
Ayah, kepergianmu sangat meninggalkan luka dalam, tetapi aku akan terus mengingat bahwa cinta yang engkau berikan merupakan karunia yang abadi bagiku, kehilanganmu membuatku merasa hampa, hingga tiada orang yang menuntunku dalam menjalani hidup.
Ayah, apa kau tau saat ini aku sudah berumur remaja, yang dulu pernah menangis ketika engkau terbaring tanpa nyawa hanya jasad.
Aku sangat ingin tahu bagaimana rasanya hidup didampingi sosok ayah ketika berumur remaja seperti aku saat ini. Aku sangat ingin seperti orang lain yang berbincang ria dengan ayahnya. Aku jadi iri dengan mereka, aku juga ingin seperti orang-orang yang bercanda santai dengan sosok ayah, menikmati kopi dengan ayah, ingin bekerja dengan ayah tapi itu hanya hayalan saja, akan tetapi takdir Allah-lah yang terbaik.
Betapa berat rasanya ditinggal oleh sosokmu, tiada orang yang kuat dalam keluarga hingga ibu pun berperan sebagai ayah. Jika ada keajaiban aku sangat ingin bertemu dengan ayah ingin memeluk ayah, lalu bercerita tentang hidup.
Ayah, terima kasih banyak atas pengorbananmu untukku dan keluarga kita, terima kasih telah memimpin walau bagiku tidak lama, tetapi sangat memberi pelajaran berarti bagiku dan adik-adikku, agar kami tahu rasa cinta yang erat dalam keluarga, agar kami tau bagaimana rasanya berjuang tanpa pendamping hebat seperti ayah.
Walau rasanya berat ditinggal engkau, aku kadang berpikir tentang adik-adikku yang hidup mereka kurang mengenal sosok ayah, aku sangat tidak tega ketika melihat mereka, apalagi melihat teman atau orang lain bergandengan tangan dengan ayah mereka. Aku sangat tidak tega, kadang aku juga menangis melihat adik-adikku.
Tapi aku juga ingin memberitahumu ayah, adik-adikku itu sosok hebat dan kuat seperti engkau dan ibu.
Aku sangat sangat sayang dengan adik-adikku ayah, walau begitu aku akan terus mencoba untuk membuat mereka tersenyum, terutama sosok ibu yang luar biasa sekaligus pengganti peranmu.
Tapi aku yakin aku dan adikku-adikku akan menjadi sosok terhebat sepertimu suatu saat nanti, yang akan membahagiakan sosok ibu yang sedang berjuang dan ayah yang telah berkorban. Terima kasih ayah hebat, juga ibu hebat! (*)