Oleh: H. Nurhasan Zaidi
Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI)
ALHAMDULILLAH h pada kesempatan ini kita bisa berkumpul dalam rangka silaturahim akbar sekaligus menyambut ramadan 1445 H yang tiba tak lama lagi. Selama 11 bulan kita menjalankan aktivitas dalam beragam bentuknya, kini kita menjelang ramadan yang sama-sama kita rindukan. Sebuah momentum yang layak kita manfaatkan untuk menguatkan soliditas dan mengokohkan peranan dakwah di tengah masyarakat sekaligus meningkatkan kontribusi pada bangsa dan negara melalui berbagai jalur yang sudah diwariskan oleh para pendiri Persatuan Ummat Islam (PUI) di masa lalu, salah satunya jalur politik.
Dalam rangka itu, pada momentum ini kita perlu merefleksi ulang tentang beberapa hal penting. Pertama, jadikan ramadan 1445 H (2024) sebagai momentum untuk mentadabur dan mengevaluasi diri. Ramadan adalah bulan mulia dengan segala keunggulan di dalamnya. Allah mewajibkan kita untuk melaksanakan shaum wajib pada bulan Ramadan untuk tujuan mulia mulia yaitu menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Sebagaimana yang tertera dalam QS. al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu ber-shaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Kita harus akui bahwa ramadan selalu terasa baru. Walau setiap tahun kita bertemu ramadan, namun kita selalu merasa bersua dengan ramadan baru. Pada ramadan kita diperintahkan untuk memperbarui kualitas iman, sebab iman itu bisa bertambah dan berkurang. Ia bertambah dengan berzikir dan bertaubat kepada Allah, dan bisa berkurang karena bermaksiat atau berdosa.
Ramadan adalah momentum mengevaluasi diri. Substansi shaum ramadan adalah muhasabah atau evaluasi diri. Berbagai aktivitas duniawi yang sudah kita lakukan harus terus diwarnai oleh ibadah yang terus terjaga. Berbagai aktivitas yang dilakukan harus diwarnai oleh nilai-nilai ramadan. Ramadan adalah momentum tajdid, memperbaiki berbagai hal yang harus kita perbaiki. Kita harus memastikan ibadah kita terjaga dengan baik, sebagai modal untuk menjalani kehidupan 11 bulan berikutnya setelah ramadan.
Kedua, aktif menginternalisasi dan menjalankan strategi al-Ishlah at-Tsamaniyah PUI secara masif. PUI memiliki delapan strategi perubahan yaitu ishlahul aqidah (perbaikan aqidah), ishlahul ibadah (perbaikan ibadah), ishlahul ‘adat (perbaikan adat), ishlahul a’ilah (perbaikan keluarga), ishlahul tarbiyah (perbaikan pendidikan), ishlahul ummah (perbaikan umat), ishlahul mujtama’ (perbaikan sosial kemasyarakatan), dan ishlahul iqtishodi (perbaikan ekonomi).
Delapan strategi tersebut merupakan strategi yang bersifat satu kesatuan yang utuh, sebagai pedomana dalam menjalankan peranan dakwah PUI di berbagai sektornya. Keberhasilan dalam menjalankan satu strategi berdampak baik bagi strategi lainnya. Sebaliknya, bila kita gagal dalam menjalankan satu strategi juga berdampak buruk bagi strategi lainnya.
Ketiga, mendudukan dakwah dan politik pada tempat dan konteksnya. PUI memiliki startegi perbaikan yang utuh dan saling berkaitan antar satu dengan yang lainnya, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya, salah satunya ishlahul mujtama’ (perbaikan sosial kemasyarakatan). Strategi ini mencakup strategi politik. Makna sederhananya, PUI menempatkan politik sebagai bagian dari peranan dakwahnya.
Dalam Islam, sebagaimana juga dalam PUI, politik merupakan bagian dari dakwah, bukan sebaliknya. Ulasan ini sangat relevan, karena kita baru saja melaksanakan pemilu untuk pilpres dan pileg 2024. Perbedaan pandangan dan pilihan politik menjadi hal yang wajar di tengah kita. Namun demikian, PUI mestinya konsen pada politik yang mendukung dan beririsan dengan kepentingan atau platform PUI.
Menempatkan dakwah dan politik pada konteksnya membuat kita tidak dijebak oleh kepentingan sesaat. Politik hanyalah sebagian kecil dari dakwah yang kita perjuangkan. Karena itu, kalah dalam politik, misalnya, tidak semestinya membuat kita berhenti berdakwah. Sebab tugas utama kita yang sesungguhnya adalah berdakwah pada berbagai medan yang sudah kita tentukan dan menjadi fokus perjuangan kita, baik perseorangan maupun kolektif.
Kita tidak boleh terjebak pada praktik politik yang sudah terkotori oleh virus transaksional, uang dan serupanya. Sekali lagi, politik adalah bagian dari dakwah. Tapi tidak boleh gegara politik membuat kita tidak bisa menikmati surga Allah. Karena kita terjebak dengan politik curang dan menghalalkan segala cara. Karena itu, dinamika politik yang terjadi akhir-akhir ini tidak boleh menghilangkan semangat kita dalam berdakwah dan menjaga amal ibadah juga peran sosial lainnya.
Keempat, kita harus optimis hadirnya mujahid dari rahim PUI. Peradaban umat manusia selalu dipergilirkan, termasuk bagi peradaban yang dipimpin oleh umat Islam. Berkaitan dengan ini kita perlu membaca dan merenungi secara mendalam firman Allah berikut ini, “… Masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)… “ (QS. Ali ‘Imran: 140). Pesannya jelas bahwa peradaban dan kepemimpinan akan dipergilirkan. Bukan hal mustahil suatu saat PUI memimpin bangsa dan negara Indonesia.
PUI didirikan pada 21 Desember 1917 silam. Kini PUI sudah memasuki abad kedua. Bahkan pada 21 Desember 2024 nanti PUI memasuki usianya yang ke-107 tahun. Usia yang cukup matang dalam melakukan konsolidasi dan menjalankan peranan dakwah di berbagai sektornya. Abad kedua adalah momentum bagi kita untuk mengokohkan dakwah PUI, termasuk dengan terus menerus melakukan proses kaderisasi dan regenerasi yang berkelanjutan di berbagai levelnya sehingga muncul para mujadid dari rahim PUI.
Menurut Dr. Yusuf Qordhawi, mujahid tidak selalu bersifat perorangan, tapi bisa bermakna kolekitf. Dari rahim PUI bakal lahir mujahid kolektif yang beragam latar belakang keahlian, profesi dan latar sosialnya. Kita optimis dengan itu, terutama karena kita ditopang oleh prediksi jenial sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat. “Sesungguhnya Allah menutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang yang memperbaruhi agamanya.” (HR. Abu Daud).
(Disampaikan pada acara Silaturahim Akbar dalam rangka penyambutan Ramadan 1445 H, yang diselenggarakan oleh DPD PUI Kabupaten Cirebon pada Ahad 3 Maret 2024 di Sumber, Cirebon, Jawa Barat)