Oleh: H. Anwar Yasin Warya
Anggota DPRD Propinsi Jawa Barat Periode 2019-2024
ALHAMDULILLAH kita layak bersyukur karena ramadan 1445 H segera tiba. Ramadan merupakan bulan yang mulia dan memiliki keistimewaan tersendiri, sehingga ia mendapatkan tempat yang khusus di hati umat Islam. Sehingga seluruh umat Islam di dunia begitu haru dan bangga menanti kedatangannya. Mempersiapkan banyak hal dalam rangka menyambut kedatangannya.
Dalam rangka menyambut ramadan 1445 H (2024), kita perlu aktif membaca dan merenungi firman Allah dalam al-Quran, tepatnya surat al-Baqarah ayat 183. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu bershaum sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. al-Baqarah: 183). Dengan merenungi makna ayat ini maka persiapan kita untuk menyambut ramadan lebih optimal dan produktif.
Bila kita merujuk pada ayat tersebut maka kita menemukan fakta istimewa bahwa manusia yang mendapatkan panggilan Allah untuk menjalankan shaum ramadan hanyalah manusia yang beriman. Kita sangat bersyukur karena mendapat anugerah keimanan dari Allah, sehingga mendapat kesempatan untuk dipanggil atau diseru untuk menjalankan ibadah shaum ramadan.
Sebagai umat dan bangsa, kita menyadari bahwasannya ramadan adalah momentum terbaik untuk melakukan agenda perubahan menyeluruh. Bukan saja pada aspek kualitas iman dan taqwa yang berpengaruh pada kualitas moral dan spiritual, tapi juga perubahan pada aspek inovasi, kreativitas dan produktifitas. Sehingga ramadan dan segala ibadah yang kita pada saat ramadan berdampak pada kualitas hidup kita dalam berbagai skala dan dimensinya.
Pertama, perubahan diri dan keluarga. Sebagai individu kita mesti memiliki fokus dan target tertentu saat mengisi ramadan. Ibadah kita harus semakin berkualitas dari waktu ke waktu. Shalat berjamaah, shaum yang terjaga, tilawah al-Quran, infak, sedekah dan berbagai amal soleh lainnya harus meningkat dan berkualitas. Hal ini bisa kita mulai dari diri sendiri dan keluarga kecil kita. Karena itu pula, ramadan mesti dijadikan sebagai bulan tarbiyah fardiyah wa tarbiyah a’ilah, yaitu pendidikan diri dan pendidikan keluarga.
Kedua, perubahan masyarakat. Ramadan adalah bulan yang bukan saja berdimensi spiritual tapi juga sosial. Shaum ramadan dan segala bentuk ibadah khas pada ramadan seperti shalat tarawih, tadarusan al-Qur’an dan sebagainya mesti dijadikan sebagai momentum memperkokoh kebersamaan, silaturahim dan kekompakan kita, terutama sebagai umat Islam. Semangat untuk saling membantu dan tolong menolong mesti dijaga dengan baik.
Hal lain, penguatan ekonomi umat, termasuk pemberdayaan zakat, infak dan sedekah secara produktif harus didorong dalam rangka penguatan bangsa. Sebab bila ekonomi umat Islam kuat, maka ekonomi bangsa Indonesia pun kuat. Ramadan mesti kita isi untuk menolong sesama, terutama di tengah ekonomi yang semakin sulit. Kita tebar kasih sayang pada sesama dengan semangat saling menopang antar sesama, terutama ada mereka yang terdampak krisis ekonomi yang masih terus menggejala.
Ketiga, perubahan bangsa dan negara. Shaum ramadan juga mesti menjadi momentum bagi kita untuk berbenah dan menghadirkan perubahan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik. Mereka yang mendapat mandat sebagai pejabat publik harus profesional dan menjaga amanah, serta tidak terpapar praktik korupsi. Secara khusus, shaum ramadan mesti menjadi perisai yang menghalangi para pejabat negara atau pejabat publik untuk melakukan berbagai kecurangan dalam bentuk apapun.
Bila mereka mampu menjadikan shaum sebagai prisai maka masyarakat mendapatkan keteladanan, bukan saja dalam hal moral tapi juga dalam perilaku bernegara. Bila pemimpin menjadi teladan maka mereka pasti semakin peduli pada urusan masyarakat luas, bahkan punya daya dorong untuk membantu bangsa lain yang menjadi korban penjajahan seperti Palestina yang hingga kini masih dijajah oleh Israel. Ada banyak anak-anak yang kehilangan orangtuanya. Mereka dihimpit kesulitan yang bertubi-tubi. Indonesia berkewajiban untuk memberi bantuan terutama dari sisi kesehatan dan ekonomi juga diplomasi global untuk mewujudkan perdamaian.
Intinya, ramadan adalah momentum meningkatkan kepedulian bagi diri dan sesama. Kita layak mengambil hikmah sekaligus pelajaran dari kehidupan ular dan ulat. Ular dan ulat memiliki cara yang sama dalam merubah diri mereka menjadi lebih baik. Keduanya harus berdiam diri beberapa waktu dengan “berpuasa” tanpa makan dan minum. Hal ini dilakukan dengan susah payah, menahan diri dari keinginan yang dapat menggagalkan proses perubahan tersebut. Keduanya sama-sama berjuang dengan mengorbankan tenaga dan waktu yang tak sedikit.
Namun bila ditelisik, ada perbedaan yang sangat kentara antara “puasa”-nya ular dan ulat. Hasil yang didapat oleh ular hanya terlihat dari tampilan fisik yang lebih mengkilap kulitnya. Namun sifat dan kebiasaan ular masih tetap sama. Sementara ulat mendapatkan suatu yang sempurna dari shaumnya. Ia mampu merubah dirinya menjadi seekor kupu-kupu nan cantik dengan warna yang indah. Ia pun lincah saat terbang dan hinggap di pohon bunga tanpa mematahkan rantingnya. Setelah bermetamorfosis, kupu-kupu pun memiliki karakter yang berbeda dan selalu mendekati bunga yang harum baunya. Membuat lingkungan sekitar terasa indah dipandang.
Ramadan dengan segala keistimewaannya menjadi momentum bagi kita untuk berbenah dalam banyak sisinya. Ini adalah bulan terbaik untuk meningkatkan kualitas kita dalam hal ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada Allah yang dibuktikan dengan meningkatnya kualitas ibadah kita, baik itu shalat wajib dan sunah maupun zikir, taubat dan istighfar kita kepada-Nya. Termasuk berupaya memastikan hidup kita selalu dalam bingkai ajaran-Nya.
Agar pada ramadan nanti kita bisa menjalani berbagai ibadah secara optimal maka kita harus menyiapkan diri dengan banyak berdoa, memahami hikmah ramadan dan menjaga kesehatan serta menyiapkan materi untuk infak sekaligus sedekah pada saat ramadan. Dengan demikian, semoga seluruh rangkain ibadah ramadan yang kita tunaikan mencapai tujuan ideal yaitu menjadi hamba Allah yang bertaqwa, tentu lebih taqwa dari tahun-tahun sebelumnya, sebagaimana yang Allah tegaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183. (*)