Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Literasi Ramadan”
GENAP sebulan kita menjalani shaum dan berbagai ibadah lainnya di bulan suci Ramadan 1445, bertepatan dengan (Maret – April 2024). Shaum dan berbagai ibadah khas ramadan telah kita tunaikan dengan berbagai tantangan dan liku-liku yang mengitarinya. Semuanya kita tunaikan atau jalani dengan penuh khidmat dan pengharapan. Kita yakin bahwa Allah pasti menerima semua ibadah yang kita jalankan, sehingga kita menggapai tujuan utama yaitu menjadi hamba Allah yang bertaqwa.
Menjelang akhir Ramadan kali ini, terutama menjelang 1 Syawal 1445 H, kita tentu sama-sama merasakan hal-hal yang berbeda. Mengapa? Karena pada ramadan kali ini kita tidak mengahadapi berbagai kendala pada saat dunia termasuk Indonesia terkena bencana non alam Covid-19 seperti yang kita alami pada tahun 2020-2023 lalu. Bila dulu kita kesulitan untuk mudik bersua keluarga, kini kita bisa mudik dan berdua dengan keluarga. Semua ini merupakan anugerah dari Allah, kita kayak bersyukur kepada-Nya.
Hal lain yang membuat hati kita sedih adalah perasaan khawatir bila saja ramadan ini adalah ramadan terakhir yang kita jalani saat jatah kita di dunia. Mengapa? Karena tak sedikit diantara keluarga kita yang pada tahun lalu masih bersama kita dan menjalani ibadah ramadan, kali ini mereka tidak bisa bersama kita lagi karena telah menemui ajal kematiannya. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya mereka masih bercengkrama dengan kita, namun kini sudah tak bisa bercengkrama lagi.
Lagi-lagi, apakah ini ramadan terakhir kita? Pertanyaan ini sangat sederhana, namun membuat hati dan perasaan kita diliputi berbagai pikiran dan perasaan yang tak menentu. Bagaimana pun, ramadan adalah bulan penuh hikmat dengan segala keunikan dan keunggulannya. Kita sangat ingin menjadi hamba yang mampu mengisi ramadan dengan ibadah dan amal soleh terbaik. Pada saat yang sama ajal kematian bisa terjadi menimpa kita kapan saja. Kita tak kuasa menolak takdir-Nya.
Sekali lagi, apakah ini ramadan terkahir bagi kita? Jujur, kita masih rindu bisa menjalankan ibadah ramadan sebagaimana yang bisa kita jalankan pada bulan suci ini. Kita masih rindu bisa bersua dengan keluarga besar. Kita masih ingin bisa berbuka dan bersahur bersama keluarga tercinta. Kita sangat ingin masih bisa merayakan Idhul Fitri secara berjamaah dengan keluarga kita. Dan tentu saja kita sangat ingin masih bisa menikmati indahnya sujud malam dan tilawah al-Quran dalam suasana ramadan.
Tapi, ajal kematian memang hanya Allah yang tahu. Kita hanya makhluk yang tercipta. Kita hanya berikhtiar dengan banyak berdoa agar ramadan kali ini bukan ramadan terakhir. Walau kita sadar betapa lemah dan lalainya kita untuk mengisi ramadan kali ini dengan berbagai ibadah yang memang khas di dalamnya. Tapi keterbatasan dan kelemahan kita bukan menjadi alasan untuk berbenah, bertaubat dan kembali mengencangkan semangat untuk meningkatkan kualitas kita dalam menghamba kepada Allah.
Kesedihan yang menimpa kita karena lalai mengisi ramadan kali ini dengan ibadah dan amal terbaik bukan menjadi rintangan yang membuat kita enggan berharap kepada Allah. Kita tetap punya optimisme bahwa selalu ada jalan untuk memperbaiki diri. Sebab kita sangat percaya bahwa Allah masih menyediakan kesempatan bagi kita untuk berbenah atau memperbaiki diri. Kita sangat percaya bahwa Allah masih memberi kita waktu untuk bertaubat atas seluruh dosa dan khilaf kita selama ini.
Di penghujung ramadan ini, bukan kesalahan bila kita menangis atas perpisahan yang segera menjelang. Maka menangislah, sungguh itu bukan tanda lemahnya kita. Justru itu menjadi tanda betapa kita masih rindu dengan ramadan, kita masih ingin kembali sekaligus bisa menjalankan ibadah ramadan di tahun depan, 1446 H ya di tahun 2025. Sekali lagi, menangislah. Asal semuanya dari hati yang tulus, karena rindu sekaligus taubat yang sangat kepada-Nya. Bahwa kita sadar belum mampu menjadi hamba yang taat, namun selalu berikhtiar untuk berbenah diri. Semoga ini bukan ramadan terkahir untuk kita. Akhirnya, selamat Idhul Fitri 1445, 10 April 2024! (*)