Oleh: Drs. H. Anwar Yasin
Anggota DPRD Jawa Barat Periode 2019-2024
PILPRES dan pileg 2024 baru saja berlalu. Presiden dan caleg terpilih sudah diumumkan oleh KPU. Partai pemenang pileg juga sudah diumumkan setelah proses pemilihan berlangsung. Menjelang pelantikan presiden terpilih pada Oktober 2024, dinamika politik mengarah pada persiapan kabinet pemerintah. Seperti biasa, sebagaimana yang terjadi pada periode pemerintahan sebelumnya, ada partai politik yang berkoalisi dan ada yang beroposisi.
Salah satu partai politik yang kini berada pada posisi dilematis adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pada Pilpres lalu, PKS berkoalisi dengan Partai Nasdem dan PKB dalam koalisi perubahan yang mengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Anies – Imin). Pasangan kalah dari pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka yang diusung oleh Partai Gerindra, Golkar, PAN dan beberapa partai lainnya.
Setelah pilpres berlalu, PKS mengalami dilema antara berkoalisi dan beroposisi. PKS memang partai yang berpengalaman pada dua posisi tersebut. Namun pada periode ini sepertinya perlu mendapat perhatian khusus, terutama di tengah suara kritik dan miring publik bila PKS masuk dalam koalisi pemerintah pimpinan Prabowo. Hal ini sangat wajar, sebab selama ini PKS dinilai sebagai partai politik yang konsisten membela dan mengamini selera masyarakat, bukan membela kepentingan elite penguasa.
Kalau ditelisik, bila PKS berkoalisi maka PKS mendapat keuntungan. Pertama, mendapatkan jabatan tertentu. Hal ini tentu saja lumrah dalam politik. Semua partai politik ingin mendapatkan jabatan politik di pemerintahan. Dengan demikian, PKS akan mudah untuk menjalankan poin yang kedua, yaitu mendapatkan kesempatan menjalankan program pemerintah. Bila PKS bisa menjalankan program pemerintah yang bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat maka PKS akan mendapat dampak positif, termasuk dampak elektoral pada pemilu berikutnya.
Namun demikian, bila PKS berkoalisi maka PKS akan mengalami kerugian politis seperti PKS dinilai tidak konsisten menjalankan mandat pemilih yang pada pilpres lalu yang mendukung atau mengusung koalisi perubahan. Bahkan PKS dinilai plin plan atau tidak berpihak pada fatsun politik. Bagaimana pun masyarakat menilai bahwa pilpres lalu dikotori berbagai kecurangan yang merugikan pasangan Anies – Imin juga partai pengusungnya. Bila PKS masuk ke dalam koalisi pemerintah maka PKS dinilai berkoalisi dalam kecurangan.
Pada sisi lain, bila PKS beroposisi maka PKS akan mengalami beberapa hal sebagai berikut. Pertama, PKS pasti mendapat tekanan di sana-sini. Hal ini bisa dipahami dari pengalaman partai politik yang selama ini mengambil jalan oposisi. Selain mengalami intimidasi politik juga kerap mendapatkan tekanan hukum yang tebang pilih. Suara kritik oposisi kerap menjadi alasan bagi penguasa untuk melakukan tindakan sewenang-wenang.
Kedua, PKS akan meraih simpatik masyarakat. Selama ini tak sedikit masyarakat yang menyatakan dukungan pada PKS karena ketegasan sikap PKS pada kebenaran dan etika publik. PKS dianggap mampu menguatkan dan menjaga suara masyarakat. Kehadiran PKS dianggap sebagai ratu adil yang terus bersuara pada saat kebijakan pemerintah justru jauh dari rasa keadilan dan tidak pro rakyat. PKS pun mendapat apresiasi dari masyarakat. Hal ini terlihat dari hasil pileg lalu, bahkan nanti pada pileg 2024.
Dilema semacam itu menjadi permasalahan tersendiri bagi PKS. Sebagian masyarakat dan kader di akar rumput sudah mulai bersuara, baik mendukung untuk berkoalisi maupun beroposisi. Hal tersebut sangat wajar, sebab Majelis Syuro sebagai penentu kebijakan tertinggi di PKS belum melakukan musyawarah untuk menentukan sikap final. Sehingga dinamika di arus bawah sangat wajar dan layak dihormati. Sembari menanti itu, PKS perlu sejak dini melakukan kajian mendalam perihal posisi politiknya ke depan.
Berdasarkan beberapa analisa sederhana di atas, bila memperhatikan dinamika politik belakangan ini, PKS agaknya lebih baik memilih di luar kabinet. Hal ini disebabkan oleh empat hal yaitu (1) menegaskan eksistensi PKS di panggung politik, (2) menegaskan ketegasan PKS pada kecurangan pilpres lalu, dan (3) menegaskan pembelaan PKS pada masyarakat yang telah memberi kepercayaan PKS. Dan yang paling penting, (4) menegaskan PKS memiliki kelamin politik dan bukan partai mainan penguasa. Semoga para petinggi PKS menjadikan analisa ini sebagai masukan berharga dan bermanfaat! (*)