Oleh: Sutan Aji Nugraha
Penulis adalah Pengamat Politik
KEADAAN tidak adil dan merata dalam bentuknya semakin menyempurnakan dirinya dengan ekstrim, seperti jurang si kaya dan yang miskin, antara yang mendapat kesempatan dan yang tersingkir, antara yang berpendidikan dan yang bodoh/terbelakang, adalah sebuah fakta-fakta kerasnya arus globalisasi dan sama nyatanya seoerti tingkat harga, tingkat produksi dan sebagainya. Itu juga berdamapak pada perkembangan dan kemajuan masyarakat yang begitu pentingnya. Katakanlah kekayaan dapat diatur dan dibatasi dengan politik perpajakan, tetapi tidak semudah itu dengan masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Untuk itu perlu adanya perombakan politik pembangunan, perombakan pola pembangunan dan perubahan sikap politik yang melandasinya, ekonomi dan politik. Tanpa perubahan-perubahan tersebut, maka pembelanjaan dana negara (rakyat) yang berkisar milyaran/trilyunan itu akan menjadi “pertolongan darurat politik” 5 (lima) tahunan kepada kantong-kantong kemiskinan, yakni pedesaaan. Dengan demikian maka pemberian dana tersebut sama sekali tidak bersifat membangun dan lebih merupakan “subsidi”. Oleh karena itu wajah kemiskinan pedesaan akan dan selalu menjadi lembah kemiskinan karena hanya dijadikan panti asuhan yang selalu diberi santunan dan itu seolah-olah member garam di lautan.
Pemberantasan kemiskinan dengan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kota Cirebon adalah bagian penting yang tidak terpisahkan dari pola pembangunan berdasarkan paradigm-paradigma keadilan dan pemerataan. Pola pembangunan ini mengkhendaki penyebaran asset yang luas dan merata. Ini dapat dicapai dengan meratakan investasi ke seluruh kecamatan, kelurahan hingga sampai lapisan masyarakat (merata secara horizontal dan vertikal). Yang disebut asset ialah seluruh asset yang bersifat materiil ataupun non-materiil. Asset materiil dapat di klasifikasikan seperti infrastruktur, alat produksi, energy (hardware), modal uang (kredit),
sedangkan kategori non-materiil diantaranya seperti ilmu, expertise, pengetahuan tentang manajemen dan pemasaran, keterampilan dalam segala bidang dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya alam manusia.
Saya menemukan ada sesuatu dalam diri Effendi Edo yakni semangat kemerdekaan adalah semangat merdeka secara finansial. Sebagai bagian integral dari otonomi daerah, pengelolaan fiskal memainkan peran sentral dalam mendorong pembangunan berkelanjutan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sumber pendapatan daerah dalam APBD terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, serta Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Dari keempat jenis pendapatan daerah tersebut, hanya PAD yang berada di dalam kendali Pemerintah Daerah.
Di tengah sumber penerimaan daerah, khususnya dari pendapatan asli daeran (PAD) dan pendapatan transfer daerah yang sedang pengurangan, optimalisasi sumber lainya, yakni penerimaan asli daerah yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atau BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) adalah sebuah keniscayaan. Effendi Edo mendorong BUMD Kota Cirebon bisa lebih sehat, kompetitif dan lebih produktif agar berperan dan berfungsi dalam mendorong perekonomian daerah, juga berperan penting dalam memberikan kontribusinya untuk peningkatan PAD Kota Cirebon. Ya, spirit kebijakan umum pendapatan daerah pemerintah Kota Cirebon terkait dengan BUMD, yakni dalam rangka meningkatkan PAD, maka perlu dilakukan optimalisasi peran dan kontribusi serta pengelolaan BUMD agar dapat berperan aktif secara baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya maupun sebagai kekuatan yang dapat memberikan kontribusi signifikan.
Karena itu, dalam rangka untuk menyehatkan kembali dan meningkatkan daya saing bagi BUMD Kota Cirebon, perlu dilakukan restrukturisasi apalagi perubahan status hukum atas lima perusahaan daerah menjadi Perumda semakin jelas arahnya demi PAD Kota Cirebon, bukan malah menjadi bebab APBD tiap tahunnya.
Meskipun DPRD tidak memiliki peran dan kewenangan yang mengikat, akan tetapi menurut pendapat penulis masih bisa berkontribusi dalam rangka ikut menyehatkan dan mendorong kinerja BUMD agar lebih baik, produktif dan kompetitif, yakni melalui pemberian saran, masukan, pendapat, dan pertimbangan yang konstruktif kepada pemerintah Kota Cirebon. Selain itu, bagaimanapun juga, sumber pendanaan BUMD berasal dari APBD, uang rakyat. Karena itu, sangat wajar jika DPRD sebagai representasi rakyat memiliki peran dan tanggung jawab bagaimana uang rakyat itu dibelanjakan.
Untuk mewujudkan target financial yang maksimal, maka dibutuhkan ketersediaan akan sistem manajemen koorporasi yang kuat dan profesional, memiliki visi dan misi yang jelas, dan SDM perusahaan yang kompeten dan profesional, yang bekerja dalam prinsip good coorporate governance.
Itulah sebabnya dibutuhkan pranata sosial politik yang sepadan dengan tingkat industrialisasi yang diingikan masyarakat. Itu pula sebabnya paradigma keadilan dan pemerataaan menuntut (requires) penghapusan monopoli, korupsi, kolusi dan diperlukan aparat pemerintahan yang bersih dan jujur. Dengan pranata sosial politik yang bebas dan transparan, perekonomian yang berkerja efisien dan kompetitif, dengan pelaksanaan hukum yang menjamin kehidupan rakyat yang kuat dan peraturan untuk melindungi yang lemah, maka sebuah keniscayaan.
Strategi yang meratakan sumber kesejahteraan dari BUMD sampai hingga unit pranata sosial terkecil adalah pelaksanaan utama dari paradigma keadilan dan pemerataan, sekaligus juga strategi yang membawa perubahan-perubahan fundamental secara sistematis dalam memberantas lembah kemiskinan. Dengan strategi ini, Pmerintah Kota Cirebon dibawah kepemimpinan Effendi Edo akan merasakan dampak good will-nya bagi seluruh masyarakatnya. Ditingkatkan kemampuannya untuk membangkitkan dinamikanya sendiri, berkat kesempatan dan peluang-peluang yang diberikan oleh strategi penyebaran kesejahteraan yang dibuka oleh pemerintah yang jujur dan transparan.
Untuk itu saya mencoba mengutarakan permasalahan yang akan tetap mengikat kita semua dalam masyarakat, yakni (1) masalah demografi, (2) masalah penggunaan sumber-sumber daya yang tak bisa diperbaharui, dan (3) pendidikan di bidang ilmu dan teknologi.
Seperti kutipan cerita antara seseorang dan Sutan Sjahrir bahwa dia pernah berdebat dengan Sjahrir mengenai sayap kiri Partai Sosialis waktu itu – menyangkut orang-orang seperti Amir Sjarifudin dan Tan Ling Djie. Saya tanya mengapa dia tidak menyingkirkan saja mereka dari partai atau kalau perlu memenjarakan mereka. (ini jauh sebelum Lee Kuan Yew berbuat begitu di Singapura di awal tahun 1960an). Buat Sjahrir, tak masuk akal memenjarakan rekan sejawat sosialis. Sjahrir menegurnya, bahwa saya terlalu kejam dan kasar, serta tidak demokratis!
Akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa sejarah tidak akan memaafkan mereka yang menyia-nyiakan momentum sejarahnya dalam kehidupan untuk seluruh umat manusia, maka berbuatlah!! (*)