Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Pemuda Negarawan”
AKHIRNYA PKS dan Partai Gelora berkoalisi bersama beberapa partai politik lainnya untuk mengusung Ridwan Kamil (Golkar) – Suswono (PKS) di Pilkada 27 November 2024 mendatang. Acara deklarasi usungan dan dukungan itu berlangsung hari ini Senin 19 Agustus 2024 di Jakarta. Acara diliput berbagai media dalam dan luar negeri. Mendapat perhatian banyak kalangan, terutama para pemerhati politik dan para kader berbagai partai politik yang mengusung mantan gubernur Jawa Barat dan mantan menteri pertanian era presiden SBY tersebut.
Bila selama ini para kader PKS dan Gelora saling “berbalas pantun” dari jarak jauh perihal masa lalu atau dinamika di “dapur” mereka, kini mereka bisa melakukan banyak hal, minimal ngopi bareng di berbagai forum perihal masa depan baru. Ini pertanda dalam politik tak ada musuh abadi, yang ada adalah kepentingan abadi. Dengan demikian, ke depan cukup fokus mengurus dapur masing-masing, tidak mencolek urusan dapur tetangga. Sesekali boleh menyontek tetangga, mungkin saja ada hal inovatif yang layak diadaptasi.
Fenomena menyatunya PKS dan Gelora di Pilkada Jakarta menjadi menarik, karena selama ini sepertinya tak ada titik temu. Kirim dan balas komentar bernada hangat dapat disaksikan di banyak akun media sosial. Bahkan di beberapa forum publik, saling sindir tak dapat dicegah. Ya, ketegangan keduanya bisa ditelisik dari akun media sosial politisinya. Juga di forum terbuka. Dan akhirnya Tuhan menyatukan keduanya melalui panggung lima tahunan di Jakarta. Foto dan video meme perihal kejadian ini pun menjadi tontonan menarik di jagat maya.
Bersalaman tangan, bercanda ria dan menebar senyuman antar sesama pun terlihat begitu jelas di berbagai akun media sosial para politisi kedua partai yang awalnya berjibaku dalam dapur kaderisasi yang sama tersebut. Ke depan, bisa diduga tak ada lagi saling cerca dan cela. Mungkin adanya ngopi dan berbagi canda. Itu pun bila politisinya bersabar lebih dari sebelumnya untuk tidak sibuk menepikan antar sesama. Ini tentu saja pandangan yang menarik dan layak ditonton. Semoga bukan sesaat, tapi lebih lama. Bahkan bila ada cinta, mestinya hingga bersua di surga-Nya nanti!
Ini juga punya pesan moral kepada anak-anak muda di manapun dan apapun latar profesi sekaligus latar sosialnya, agar jangan pernah mati-matian menghujat mereka yang berbeda, sebab suatu saat kalan bakal bertemu dalam satu ritme dan arus yang sama. Bencilah seperlunya, sukalah sewajarnya. Begitu juga masyarakat umum, tak usah memuji melampaui batas dan tak mencela melampaui batas. Memuji dan mengkritik tokoh juga begitu, sepantasnya saja. Kalau berprestasi ya diapresiasi, kalau ugal-ugalan ya dikritik. Jangan jadikan tokoh tertentu seperti nabi yang tak perlu dikritik!
Selain itu, ini juga bisa jadi contoh yang baik bagi kader partai politik apapun, terutama PKS dan Gelora, agar mengendepankan politik yang mendamaikan. Para ahli dan para negarawan menyampaikan dengan bijak: “mengutamakan politik gagasan untuk bangsa dan negara”. Sebab dampak dinamika yang tak bermutu hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga bahkan menguras pikiran secara cuma-cuma. Lebih baik dikontribusikan untuk hal-hal yang relevan dan bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara. Karena Indonesia adalah panggung bersama untuk semua warga negara yang beragam latar belakang. Mari berkolaborasi untuk Indonesia yang lebih adil, makin gelora dan tambah maju! (*)