MOOleh: Sutan Aji Nugraha
Penulis adalah Pengamat Politik
Pilkada 2018 sudah mengantarkan PASTI (Pasangan Azi-Eti) menjadi “penghuni” balai kota Cirebon sebagai Walikota dan Wakil Walikota Cirebon 2018-2023. Tahun terakhir masa kepemimpinan mereka merupakan _legacy_ untuk pribadi masing-masingnya. Sejarah memiliki 3 perspektif menurut penulis. Pertama adalah ingin melanjutkan apa yang belum tercapai untuk kesempurnaan cita-citanya, kedua yaitu membalikkan citra hitam dirinya berikut dengan “kawan-kawannya” dan yang terakhir yakni ingin menciptakan sejarah baru. Dalam periodeisasi selalu berjalan antara pro dan kontra sebuah kebijakan, dan perlu diingat bahwa kebijakan tidak boleh melawan aturan terlebih hukum yang ada. Kompensasi politik pun turut meramaikan khasanah perpolitikan itu sendiri, ya bohir.
Kesempatan memang tak dimiliki banyak orang untuk bertemu dengan pemimpinnya, bukan mereka melupakan namun karena tak ada waktu untuk memikirkan apalagi bertemu satu-satu warganya. Oleh sebab itu, sekeliling orang-orang terdekatnya-lah yang seharusnya mampu mewujudkan nilai dan kewajiban sejarah. Sesi tatap muka memang bukan yang utama untuk menyampaikan aspirasi guna implementasi kehendak rakyat. Komunikasi harus dan mesti lancar, jangan tersumbat apalagi disumbat karena kekhawatiran posisinya sebagai orang terdekat tergeser dan tergantikan, picik!
Saya sebagai penulis mendapat atau diberikan kesempatan untuk bertemu bahkan berdiskusi bagaimana dan untuk apa para pemimpin partai politik menggapai kekuasaan di Kota Cirebon, ya salah satunya dengan Ibu Eti Herawati dan atau saya terbiasa memanggilnya Ibu Eeng. Beberapa kali saya berkomunikasi dengan Bu Eeng tanpa sekat seperti pada umumnya masyarakat dan tak kalah banyaknya pula saya sering mengkritisi kebijakan Bu Eeng sekalipun ia dalam posisi Wakil Walikota Cirebon saat periode 2018-2023. Dalam podcast youtube @soearaketjil (SURAK, Suara Rakyat Kecil) pada 21 Juni 2023 berkesempatan untuk berbincang seputar kepemimpinannya sebagai Wakil Walikota Cirebon sekaligus Ketua DPD Partai NasDem Kota Cirebon.
Perhelatan pilkada 2024 Ibu Eti (Eeng) ini sebagai Calon Walikota Cirebon sehingga menjawab tiga perspektif sejarah diawal tulisan ini. Akronim BERES (Bersih, Elaboratif, Religius, Eksis, Sejahtera) merupakan agenda kepemimpinannya bersama Suhendrik dan ini pun menjadi akronim lainnya dari BERES, Bersama Eti Suhendrik.
Kekuatan Suhendrik sebagai salah seorang insan pers yang pernah dan sudah memiliki akses serta jaringan untuk bagaimana menyempurnakan semangat agenda BERES. Begitupun dengan kekuatan partai politik dalam koalisi BERES diatas kertas seperti apa yang menjadi tagline mereka, ya BERES.
Kepemimpinan Azis – Eti memang tidak mudah, mengapa? Karena terpaan Pandemi Covid 19 yang menyeret pada situasi global stagnan secara perekonomian sehingga mempengaruhi jalannya pembangunan, baik fisik dan non fisik. Refocusing dimana-mana untuk menekan angka penyebaran hingga kematian, ya menjaga rakyatnya dari serangan virus yang begitu luar biasa. Pembatasan-pembatasan interaksi sosial diputus total. Kesadaran sosial yang menggiring kepada upaya lawan politik haruslah dipahami secara objektif hal-hal semacam ini.
Dengan kondisi objektif inilah dirasa ingin diperbaiki oleh seorang Eti Herawati pada pilkada 2024, terlebih di masa itu (2018-2023) secara subjektif hanya sebagai Wakil Walikota, ya sekalipun pernah menjabat sebagai Walikota definitif beberapa hari saja.
Agenda BERES memiliki 21 program unggulan, diantaranya bersih kotanya, elaborative pemerintahannya, religius masyarakatnya, eksis kebudayaannya dan sejahtera masyarakatnya. Dari program unggulan ini sepertinya memberikan stimulan kepada masyarakat untuk merubahnya dan tentunya adanya campur tangan pemerintah sebagai pengelola serta eksekutor (Kepala Daerah). Diharapkan dalam Peningkatan Anggaran Daerah (PAD) Kota Cirebon haruslah memperbaiki manajemen birokrasi yang selama periode sebelumnya mengalami stagnanisasi yang disebabkan rotasi/mutasi dan promosi kurang mengoptimalkan peran profesionalisme dan daftar urut kepegawaian sehingga dalam satu satu unit kerja, pangkat kepala tak lebih tinggi dari bawahannya, yang terjadi tak ada regenerasi birokrat. Salah satu persoalan fundamental untuk melayani masayarakat Kota Cirebon, ya birokrasi.
Diharapkan dengan pengalaman (_experience_) dan pengetahuan (_knowledge_) memiliki kemampuan mengorganisasikan perubahan yang fundamental. Itulah mengapa syarat dari pemimpin visioner salah satunya harus pernah memimpin organisasi besar yang kompleks.
Dengan terciptanya masyarakat demokrasi dan birokrasi berbasis HAM di setiap daerah, maka negara kesejahteraan (_welfare state politics_) dengan sendirinya akan terbentuk berdasarkan pada nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, kerakyatan, kebebasan dan solidaritas untuk menuju masyarakat sosialis. Kehidupan politik sangat berpengaruh kepada tatanan kehidupan Kota Cirebon bersifat ekonomi, sosial dan budaya. Begitupun dengan kehidupan birokrasi, sebuah negara akan hancur bila birokrasi negaranya melakukan praktik korup, era Stalin menjadi salah satu contohnya.
Nasibmu dalam hal ekonomi bersumber dari kebijakan politik dan pemerintahan. Mengingat perkataan Om Pram yakni: Jika kamu tak berpolitik, kamu akan di politiki oleh para politisi dan penipu rakyat. Namun, bila hidup hanya sekedar untuk makan dan beranak pinak, lalu apa bedanya kita dengan hewan ternak?
Saya percaya setelah mendung datang “pasti” akan ada pelangi bagi Kota Cirebon. Saya turut mengajak kepada masyarakat politik untuk ciptakan keindahan di Kota Cirebon dengan cara yang baik dan benar. Iklim politik yang sejuk dan segar akan mengundang investasi. Semoga! (*)