Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku Penulis Buku “Saatnya Kaum Muda Memimpin”
22 Oktober 2024, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri, sebuah momen penting yang mengingatkan kita akan sejarah panjang perjuangan para santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Hari Santri lahir dari peristiwa bersejarah, yaitu Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH. M. Hasyim Asy’ari pada tahun 1945, sebagai bentuk panggilan kepada seluruh umat Islam, khususnya para santri, untuk berjuang melawan penjajah demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dalam perjalanan sejarah bangsa kita, kontribusi kaum santri dalam berbagaisektor kehidupan bangsa sangat nyata dan berdampak bagi kemajuan bangsa. Kaum santri bukan saja sebagai penjaga moral dan spiritual bangsa, tapi juga punya kontribusi nyata dalam memajukan bangsa di berbagai sektornya. Tak sedikit santri yang menjadi pengusaha, penggiat pendidikan dan aktivis sosial. Selain itu, santri juga ada yang berprofesi sebagai TNI dan Polri, juga akademisi, jurnalis, dokter, perawat, bidan, PNS, diplomat, menteri hingga politisi.
Dalam konteks Kota Cirebon, peranan santri juga tak bisa dianggap remeh. Dari sekian dekade lalu hingga kini, kaum santri memiliki rekam jejak yang positif dan berdampak bagi masyarakat luas. Kaum santri di Kota Cirebon berkontribusi di berbagai sektor kehidupan masyarakat. Mereka menunaikan itu semua dalam rangka menjalankan perintah Allah sekaligus konstitusi negara, di samping sebagai rasa cinta pada Kota Cirebon yang akrab dikenal sebagai Kota Wali.
Pada 27 November 2024 mendatang, Kota Cirebon akan melangsungkan Pilkada atau Pilwalkot untuk memilih walikota dan wakil walikota Cirebon periode 2024-2029. Salah satu pasangan yang maju pada pesta lima tahunan ini adalah Dani Mardani – Fitria Pamungkaswati (Dani – Fitria). Pasangan nomor urut satu (1) ini maju diusung dua partai yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Selain itu, pasangan ini juga didukung oleh berbagai elemen masyarakat Kota Cirebon lintas latar belakang.
Secara khusus, bila kita menelisik Dani Mardani, ia adalah sosok santri. Ia pernah menempuh pendidikan di sebuah pesantren di Kota Cirebon. Tak heran bila ia begitu aktif di berbagai kegiatan keagamaan khusus santri di berbagai momentum. “Saya pernah nyantri, ingin ikut merayakan hari santri, dan ikut memberikan donasi pada Kirab Koin NU,” kata Dani saat silaturahim ke kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Cirebon beberapa waktu lalu.
Dani Mardani hadir dengan cita-cita mulia: Kota Cirebon REMAJA: religius, maju dan sejahtera. Komitmennya pada pesantren juga tak bisa dianggap remeh. Ia selalu turun tangan dalam berbagai kegiatan pesantren, baik saat membangun bangunan maupun kegiatan kepesantrenan di Kota Cirebon. Ia lakukan itu jauh-jauh sebelum Pilwalkot. Ia melakukan itu karena panggilan jiwa sebagai santri, bukan sekadar panggilan kepentingan politik sesaat.
Kota Cirebon yang terkenal sebagai Kota Wali menjadi trigger bagi Dani Mardani untuk ikut dalam Pilwalkot kali ini. Baginya, Kota Wali mesti dimaknai secara menyeluruh dan nyata. Kota Wali mesti terwujud dalam berbagai kebijakan pemerintah daerah yang memastikan kegiatan keagamaan di Kota Cirebon mendapatkan dukungan dan apresiasi pemerintah daerah.
Kota Cirebon yang religiusitas tidak bisa ditunggu begitu saja, harus ada upaya konkret dari pemerintah daerah. Nah, kehadiran Dani Mardani di kompetisi lima tahunan ini adalah wujud nyata bahwa dirinya adalah santri yang peduli Kota Cirebon. Ia ingin menjadikan Kota Cirebon benar-benar kembali jaya seperti sedia akal era Sunan Gunung Djati. Untuk mencapai realitas itu, kaum santri harus turun tangan, bukan berpangku tangan. Kaum santri juga perlu mendukung dan memenangkan Dani Mardani sebagai wujud apresiasi pada sesame santri yang terjun di jalur politik praktis.
Kota Cirebon maju bukan slogan semata, sebab ia sangat mungkin diwujudkan. Maju bukan saja dalam hal moral dan spiritual, tapi juga dalam hal infrastruktur dan pelayanan publik. Kegiatan keagamaan mesti ditopang dan didukung dalam rangka menjaga marwah Kota Wali. Kota Wali tak boleh dicederai oleh berbagai kasus amoral: judi, korupsi dan sebagainya. Jalan berlubang yang menghiasai Kota Wali tidak boleh dibiarkan terus menerus. Penentu kebijakan mesti memastikan anggaran untuk itu tersedia dan bisa dikelola dengan baik.
Selebihnya, pemerintahan daerah juga mesti meningkatkan kesejahteraan masyarakat hingga Kota Cirebon semakin sejahtera. Berbagai kegiatan penunjang harus disokong, seperti pendampingan UMKM, akses pemodalan pengusaha muda dan peningkatan kualitas produk berbagai usaha. Selain itu, pemerintah daerah juga harus membuka jaringan dalam rangka pemasaran produk UMKM masyarakat Kota Cirebon, termasuk dari kalangan santri.
Saya termasuk yang sangat percaya pasangan Dani – Fitria mampu mewakili kaum santri dalam memimpin dan memajukan Kota Cirebon. Bukan saja dalam aspek keagamaan, tapi juga dalam aspek adat dan budaya, di samping dalam aspek infrastruktur, perekonomian masyarakat dan pendidikan yang memajukan Kota Cirebon. Hadirnya pasangan ini menjadi trigger bagi kaum santri untuk terus berkontribusi bagi kemajuan Kota Cirebon sekaligus berbakti bagi bangsa dan negara tercinta Indonesia.
Hari Santri yang kita peringati pada 22 Oktober lalu bukan sekadar tentang perjuangan masa lalu, tapi juga tentang apa yang mesti kita kontribusikan ke depan untuk bangsa dan negara, khususnya lagi untuk Kota Cirebon. Berkontribusi untuk memajukan Kota Cirebon, salah satunya dapat kita wujudkan dengan memilih dan memenangkan pasangan Dani – Fitria pada Pilwalkot pada 27 November 2024. Singkatnya, saatnya santri memimpin Kota Cirebon. (*)