Oleh: Riza Zulfa
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram)
DI tengah derasnya arus media sosial saat ini, media sosial sejatinya menjadi dua mata pisau bagi kita sendiri. Ada kalanya digunakan untuk memotong, tetapi terkadang juga bisa melukai diri kita sendiri. Mungkin ini adalah ungkapan yang cocok dengan isu kontroversi yang menyangkut salah satu pemuka agama, yakni Gus Miftah. Gus Miftah sendiri merupakan salah satu pemuka agama yang saat ini menjadi Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Saat ini, Gus Miftah sedang menjadi bahan perbincangan di setiap lini media massa. Hal ini terjadi setelah videonya dalam salah satu ceramah dianggap menghina salah satu pedagang yang sedang berjualan pada saat itu dengan ucapan yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang tokoh agama. Ujaran tersebut akhirnya menjadi cibiran di setiap obrolan, baik di tongkrongan maupun di media sosial, karena dianggap sebagai perilaku yang sangat tidak terpuji, terutama untuk sekelas tokoh agama.
Tentu ini menjadi bahan evaluasi bersama agar kita lebih berhati-hati dalam bertutur kata dalam setiap tindak perilaku moral kita. Kita tahu bahwa apa yang kita ucapkan nantinya juga akan menuai hasil, tergantung dari ucapan kita sendiri. Ketika bercanda pun, kita harus menjunjung tinggi nilai moral. Gus Miftah sebagai tokoh pemuka agama semestinya lebih mengetahui hal-hal yang pantas dan tidak pantas untuk diucapkan.
Moral yang baik merupakan salah satu modal kita dalam berperilaku baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Moral yang baik bisa dilihat dari tutur kata kita sehari-hari. Jika tutur kata kita baik, setidaknya akan memberikan efek positif kepada orang-orang yang bergaul dengan kita. Begitu pun sebaliknya, tutur kata yang buruk tentu saja akan menuai hasil yang buruk juga. Penting sekali untuk selalu menjaga nilai moral dalam bertutur kata, kapan pun dan di mana pun kita berada, baik terhadap teman maupun orang lain.
Tindakan seperti yang dilakukan oleh Gus Miftah tadi seharusnya tidak boleh terulang kembali, mengingat posisinya sekarang ini sebagai pemuka agama sekaligus pejabat pemerintahan. Ungkapan yang diucapkan terhadap pedagang yang sedang berjualan tersebut akhirnya menjadi mimpi buruk tersendiri bagi Gus Miftah. Cemoohan dari berbagai pihak dilontarkan kepada Gus Miftah, yang mengindikasikan bahwa bangsa kita masih menghargai nilai moral dalam bertutur kata. Hal-hal seperti ini harus kita jaga agar menjadi modal bagi anak cucu kita ke depannya dalam bertingkah laku yang baik sebagai warga negara.
Gus Miftah sebagai pihak yang dianggap telah melakukan tindakan penghinaan seharusnya melakukan klarifikasi kepada seluruh masyarakat Indonesia, mengingat posisinya sebagai salah satu tokoh terkenal di tanah air. Tindakan klarifikasi itu merupakan bentuk tanggung jawab yang harus dilaksanakan sebagai warga negara, apalagi sebagai pejabat pemerintahan. Jika sikap tanggung jawab ini tidak dilaksanakan oleh segenap warga negara, terutama pejabat pemerintahan, apa jadinya negara kita ini nantinya? (*)