CIREBON, fajarsatu.com – DPRKP Kota Cirebon menyosialisasikan pengentasan kawasan permukiman kumuh secara kolaboratif dengan model penerapan konsolidasi tanah vertikal.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kota Cirebon menggelar kegiatan sosialiasi pengentasan kawasan permukiman kumuh secara kolaboratif dengan model penerapan konsolidasi tanah vertikal.
Sosialiasi dihadiri perwakilan puluhan RW se-Kota Cirebon di aula DPRKP Kota Cirebon, Kamis (7/11/2024).
Sosialisasi ini bagian dari inovasi dan proyek perubahan Pelatihan Kepemimpinan Nasional (PKN) 2024. Proyek perubahan menjadi solusi, karena target pengurangan kawasan kumuh belum maksimal.
Proyek ini juga bisa membuka peluang adanya sumber pembiayaan selain APBD dan APBN.
“Penyebab belum maksimal, karena pola penanganan yang terbatas pada pola pemugaran yang sifatnya sporadis atau tidak berfokus pada satu kawasan dan ketersediaan lahan yang terbatas. Sehingga perlu pendekatan terintegrasi yaitu pola peremajaan di kawasan permukiman kumuh,” ujar Wandi Sofyan SSTP, Kepala DPRKP Kota Cirebon.
Proyek perubahan konsolidasi tanah vertikal, kata Wandi, sesuai dengan UU Nomor 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 12/2019 adalah peraturan tentang Konsolidasi Tanah.
Urgensi Pembahasan RUU TPKS Yang Melindungi Korban
Masih kata Wandi, berdasarkan data menunjukan adanya beberapa kawasan permukiman kumuh di Kota Cirebon, seperti Samadikun, Pesisir, Cangkol, dan Kesunean.
Untuk di Cangkol, lanjut Wandi, ada area bangunan yang dikenal ‘squatter’. Lokasi tersebut dalam delineasi kumuh kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dibangun oleh World Bank pada 2002-2003 sebanyak 38 unit bangunan.
“Hasil peninjauan lapangan, bangunan dengan luas unit 18 m2 (3 m x 6 m) tersebut, terdapat unit yang dihuni lebih dari empat jiwa, serta pengelolaan terhenti pada 2006 silam,” terangnya.
Menurut Wandi, dengan luas wilayah Kota Cirebon mencapai 39,48 km² dan jumlah penduduk sekitar 341.980 jiwa, tantangan dalam penanganan kawasan kumuh semakin mendesak.
“Penerapan konsolidasi tanah vertikal menjadi solusi inovatif yang dapat mengoptimalkan penggunaan lahan terbatas di perkotaan,” kata Wandi Sofyan.
Kota Cirebon berpotensi jadi motor pertumbuhan ekonomi di Jabar,
proyek ini akan melibatkan pembentukan tim koordinasi untuk menyusun desain awal konsolidasi tanah serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat di kawasan kumuh.
“Melalui pendekatan kolaboratif ini, DPRKP berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya lingkungan yang layak huni,” tuturnya.
Wandi juga mengaku sudah melakukan analisis SWOT, bahwa meskipun terdapat tantangan seperti kurangnya rencana induk dan data akurat mengenai kawasan kumuh, ada peluang besar untuk mengakses dana CSR dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
“Kami berkomitmen untuk membangun kerjasama dengan berbagai pihak guna mewujudkan lingkungan permukiman yang lebih baik,” tambahnya.
Proyek konsolidasi tanah vertikal ini, imbuh Wandi, tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kawasan kumuh tetapi juga untuk meningkatkan nilai aset bagi masyarakat.
“Dengan adanya hunian yang layak dan terjangkau, diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas hidup serta kesejahteraan masyarakat,” katanya. (yus)