MUARA ENIM. fajarsatu.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta untuk segera mengusut dugaan praktik sistem ijon dalam pemindahtanganan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melibatkan Sugico Group.
Praktik ini diduga dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang sah dan berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar. Seperti diungkapkan Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi. Tak sebatas itu, Kejagung juga diminta untuk segera bertindak, memeriksa seluruh anak usahanya.
“Kejaksaan Agung harus segera mengusut dugaan penghindaran kewajiban negara dan kejahatan ekologi yang dilakukan oleh Sugico Grup, yang selama ini diduga hanya mencari keuntungan sesaat melalui praktik yang tidak sesuai aturan,” ujar Uchok dalam keterangannya yang dilansir Indonesiaoversight.com, Kamis (2/1/2025).
Sugico Grup dikabarkan memiliki lebih dari 200 IUP, namun sebagian besar di antaranya tidak dikelola langsung, melainkan disewakan atau dipindahtangankan ke pihak lain tanpa memenuhi syarat administratif, teknis, dan lingkungan yang berlaku.
Dalam praktik ijon ini, Sugico Grup diduga meminta fee sekitar 2-3 dolar AS per ton untuk setiap IUP yang dipindahtangankan. Berdasarkan informasi yang berkembang, banyak pihak yang menyewa IUP Grup Sugico melakukan eksploitasi tambang secara sporadis dan ilegal, hanya mengutamakan keuntungan jangka pendek tanpa memedulikan kelestarian lingkungan.
Saat tambang dianggap tidak menguntungkan lagi, lokasi sering kali ditinggalkan dalam kondisi rusak, menambah beban kerusakan lingkungan. Selain masalah pengelolaan tambang, dugaan tunggakan kewajiban yang belum dibayarkan oleh Grup Sugico dan pihak-pihak yang menggunakan IUP-nya selama bertahun-tahun juga menjadi sorotan. Kewajiban yang ditunggak antara lain royalti, pajak, jaminan reklamasi, dan landrent, yang diperkirakan nilainya cukup besar.
Uchok juga meminta agar Kementerian ESDM segera mengungkap seluruh IUP milik Grup Sugico dan melaporkan masalah ini ke Kejagung untuk ditindaklanjuti. “Menteri ESDM harus segera menertibkan IUP-IUP yang tidak dikelola dengan benar dan memintakan audit kerugian negara kepada BPK,” kata Uchok.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan bahwa praktik ijon IUP tersebut rentan disalahgunakan untuk penambangan ilegal dan penghindaran pajak. “Boleh saja joint operation, tapi harus profesional. Sebab, mereka memikul tanggung jawab terhadap lingkungan, masyarakat, dan negara,” kata Yusri.
Berdasarkan Pasal 93 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pemindahtanganan IUP hanya diperbolehkan dengan persetujuan Menteri ESDM. Namun, praktik yang diduga dilakukan oleh Grup Sugico berpotensi melanggar ketentuan tersebut dan mengancam potensi kerugian negara.
“Pertanyaannya, apakah praktik yang dilakukan perusahaan sudah mendapat persetujuan Menteri dan memenuhi persyaratan?” tambahnya.
Praktik ijon IUP yang diduga dilakukan Sugico Grup juga menjadi penyebab munculnya berbagai permasalahan di sejumlah tambang yang dikelola oleh anak perusahaan Grup Sugico. Beberapa masalah yang muncul antara lain pencemaran lingkungan, dugaan manipulasi dokumen, konflik sosial, hingga proses hukum.
Salah satu kasus yang terungkap adalah PT Sugico Graha (SG) yang dituduh menyerobot IUP PT Musi Prima Coal (MPC) di Muara Enim. PT MPC mengadukan masalah ini ke Direktur Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba, namun tindak lanjutnya belum jelas.
Baru-baru ini, PT Sriwijaya Tansri Energi (STE), anak usaha Grup Sugico yang beroperasi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir dan Muara Enim, juga terlibat dalam kasus dugaan pencemaran lingkungan dan manipulasi dokumen. Kasus ini mendapat perhatian dari anggota DPRD setempat yang meminta pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan.
Anak perusahaan lainnya, PT Prima Lazuardi Nusantara (PLN) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), pernah menerima sanksi dari KLHK dan DLH akibat penggundulan hutan dan kerusakan lingkungan yang menyebabkan banjir dan pencemaran Sungai Ogan.
Selain itu, PT Lion Power Energi (LPE), PT Lion Global Energi (LGE), dan PT Lion Multi Resources (LMR) diketahui belum membayar jaminan reklamasi, yang merupakan kewajiban yang diatur dalam Surat Dirjen Minerba No. T-2241/MB.07/DJB.T/2024. Mereka dijatuhi sanksi administratif yang berakhir pada 10 Desember 2024.
Anak perusahaan Grup Sugico yang beroperasi di wilayah lain juga menghadapi masalah serupa. Misalnya, PT Tansri Madjid Energi (TME) yang beroperasi di Lebong, Bengkulu, telah empat kali berturut-turut menerima predikat Proper Merah karena dianggap abai terhadap lingkungan.
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membentuk Direktorat Jenderal (Dirjen) Penegakkan Hukum (Gakkum). Satuan baru tersebut bertujuan untuk memberantas berbagai bentuk pelanggaran perizinan tambang terutama di sektor mineral dan batu bara (minerba).
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia sebelumnya sempat menyebut adanya modus dokumen terbang dalam pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Seperti dokumen yang ditandatangani oleh Bupati yang sudah meninggal.
Lalu dokumen yang menggunakan nomor surat pengantar KTP bahkan adanya juga dokumen yang menggunakan surat pengantar jenazah. “Kita tahu ada dokumen yang terbang. Bupati sudah meninggal, tanda tangan masih jalan. Sudahlah, jangan kita baku tipu,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga 2023 tercatat sebanyak 128 laporan terkait aktivitas penambangan ilegal di berbagai wilayah, meliputi Sumatera, Kalimantan, hingga Jawa.
Kondisi ini mendorong pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum di sektor energi dan sumber daya mineral. “Harapannya, nanti kalau ESDM membentuk Direktprat Gakkum bisa lebih intens mengurangi adanya penambanan tanpa izin dan lain sebagainya,” kata Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno. (ian)