Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Muhammadiyah: Ide, Narasi dan Karya”
SIAPA yang tak mengenal “Kulliyat Rasa’il an-Nur”, semacam kompilasi renungan Qurani yang tebalnya mencapai 6.000 halaman. Ia merupakan risalah karya monumental seorang ulama kharismatik Turki, Bediuzzaman Said Nursi, yang kini lebih dikenal dengan Said Nursi. Satu karya yang bukan saja menyentuh hati-hati lembut, tapi juga hati-hati gersang dan kasar. Karya itulah yang membuatnya dikenang hingga kini.
Said Nursi sendiri adalah ulama asal Turki berlatar Kurdi. Ia lahir di Turki pada tahun 1877 dan meninggal pada 23 Maret 1960, hitungan hari ini (23 Maret 2025), tepat 65 tahun silam. Walau jasadnya telah tiada, nilai-nilai perjuangan sosok yang menekuni bidang aqidah, tafsir, adab dan bahasa ini hingga kini masih hidup. Karyanya dikaji di berbagai penjuru Turki bahkan menyebar ke berbagai negara di Asia, Afrika dan Eropa.
Said Nursi telah sukses menginspirasi suatu gerakan keagamaan, Nurculut, yang telah memainkan peran vital dalam bangkitnya kembali Islam di Turki. Saat ini telah memiliki pengikut berjumlah beberapa juta orang di dunia. Penyebaran pemikirannya melalui berbagai forum dan buku karyanya juga pengikutnya berlangsung hingga saat ini. Ia menjadi oase di tengah gersangnya Turki yang dilanda isme sekular (sekularisme) yang mengancam kemanusiaan, nurani dan akal sehat.
Para pemimpin di Turki sekian dekade pasti mengenal perjuangannya, baik memusuhi maupun melanjutkan perjuangannya dalam menebar cahaya Islam dengan tulus. Said Nursi dikenal sebagai ulama yang alim, berwibawa dan mengedepankan dialog cerdas dalam menebar Islam. Nilai-nilai luhur Islam diramunya dalam tulisan, lisan dan tindakan. Sehingga semakin mendapatkan respon yang baik dari berbagai kalangan lintas latar belakang.
Pelajaran penting yang dapat dipetik dari kehidupan dan perjuangan Said Nursi adalah konsistensi. Ia sangat konsisten dengan semangat awalnya untuk menebar Islam dengan pola yang adabi. Sehingga walaupun ada saja yang menghambat perjuangannya, namun kebanyakan orang mengikuti jejaknya. Walaupun penjara menjadi salah satu tempat yang dilaluinya, namun ia tetap berjuang tanpa ada kata henti.
Hal lain, Said Nursi adalah sosok literat yang produktif. Menulis selama mendekam di penjara dengan fasilitas yang terbatas adalah sebuah perjuangan melelahkan. Namun karyanya telah menjadi saksi bahwa tulisan yang dibangun dari jiwa yang jernih akan abadi dan mengisi seluruh perjalanan dan sejarah zaman. Bahkan karya lain selama di luar penjara juga semuanya menjadi bacaan menarik bagi para pengkaji juga pengikutnya.
Tapi Said Nursi bukan saja menulis tentang apa yang diperjuangkannya. Ia juga mengajarkannya ke berbagai kalangan. Bahkan nilai-nilai perjuangannya dijadikan lakon dalam kehidupan nyata. Sehingga perjuangan dan tulisannya menjadi tindakan, bukan sekadar mengawang-awang di langit intelektual. Said Nursi pun menjadi inspirator dakwah Islam sebagai penerus lakon dakwah sang rasul tercinta, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. (*)