Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Optimisme KAMMI Merawat Indonesia”
KESATUAN Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) didirikan pada 29 Maret 1998 di Malang, Jawa Timur dengan Ketua Umum pertama Fahri Hamzah dan Sekretaris Jenderal Haryo Setyoko. Kini KAMMI sudah berusia 27 tahun lebih. Dua dekade lebih seiring bertambahnya usia reformasi. Dengan jumlah alumni yang cukup banyak dan berkarier di berbagai lembaga atau institusi, menjadi bukti bahwa KAMMI punya kontribusi nyata pada upaya memajukan bangsa dan negeri ini.
Bila ditelisik, dari awal berdiri hingga saat ini, jumlah kader dan alumni KAMMI sudah mencapai puluhan ribu. Semuanya tersebar di berbagai kota dan kabupaten bahkan tak sedikit yang berkarier dan menempuh pendidikan di luar negeri. Hal ini menjadi sebuah kebanggan tersendiri bagi KAMMI kini dan nanti. Saat ini alumni KAMMI terwadahi di beberapa organisasi alumni. Saya tidak perlu menyebutnya satu persatu. Saya hanya ingin agar diinisiasi wadah alumni sebagai upaya konsolidasi dan penguatan berbasis profesi alumni KAMMI, lebih dari organisasi yang sudah terbentuk selama ini.
Misalnya, dibentuk organisasi berdasarkan profesi atau karier (1) Guru, Dosen dan Guru Besar, (2) Pengusaha dan Penggiat UMKM dan Ekonomi Kreatif, (3) Dokter, Perawat dan Bidan, (4) Ulama dan Ustadz, (5) Pejabat, Birokrat, ASN dan Politisi serta Diplomat, (6) Jurnalis, Pustakawan, Seniman, Sastrawan dan Penulis, (7) Penggiat Ormas Keagamaan dan LSM, (8) Petani, Nelayan dan Buruh, (9) TNI, Polri dan BIN serta Kejaksaan dan Pengacara, (10) Dan atau bentuk lain yang mewadahi alumni KAMMI berdasarkan karier profesi lainnya.
Dari pengelompokan semacam itu kita bisa memetakan alumni KAMMI dan kekuatan alumni KAMMI dari periode awal hingga saat ini. Adanya data sekaligus pewadahan semacam itu, dapat menjadi data tambahan bagi KAMMI dan alumni KAMMI dalam berbagai kegiatan. Misalnya, para alumni dapat diundang menjadi narasumber kegiatan KAMMI dan alumni KAMMI, atau di lembaga dan institusi tempatnya berkarier berdasarkan profesi dan keahliannya. Penokohan alumni KAMMI bisa dilakukan dengan pola semacam ini, di samping pola lainnya.
Dokumentasi dan Sejarah KAMMI
Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah dokumentasi dan penulisan sejarah KAMMI. Kita harus akui bahwa kelemahan KAMMI seperti juga alumninya adalah menjaga arsip sejarah perjalanan KAMMI dari pengurus awal hingga saat ini. Hal ini bukan saja terjadi di kepengurusan pusat dan wilayah, tapi juga di tingkat daerah dan komisariat. Sebagai bentuk tanggungjawab sejarah, alumni KAMMI perlu menginisiasi pendokumentasian KAMMI, termasuk alumninya.
Dinamika di KAMMI adalah hal yang wajar. Namun dinamika yang dibiarkan berlalu tanpa dokumentasi, itu tak memiliki jejak yang bisa dideteksi dan diulik kembali di masa depan. Padahal, dinamika pergantian Ketua Umum, misalnya, memiliki nilai tertentu dalam perjalanan KAMMI. Dinamika pembentukan wadah alumni KAMMI juga nyaris tak ada dokumentasi yang bisa dijadikan rujukan di masa depan. Hanya ada peristiwa, namun tak memiliki narasi yang dapat dibaca. Naifnya, dinamika yang ada selalu bias politik dan tak melibatkan puluhan ribu alumni KAMMI.
Di sinilah perlunya apa yang saya sebut sebagai “Penulisan Sejarah KAMMI”. Seingat saya, buku sejarah KAMMI masih yang lama, yang ditulis oleh Bang Mahfudz Sidiq. Itu pun hanya sejarah awal KAMMI hingga 2004 saja. Bahkan belum mengulik secara mendalam pergerakan dan dinamika KAMMI. Sementara sejarah KAMMI dari tahun 2004 ke sini belum ada bukunya, karena memang belum ada yang mau menulisnya. Bayangkan, 21 tahun perjalanan KAMMI (2004-2025) tak tertulis dengan baik.
Selama ini yang ada hanya buku karya tulis biasa kader dan alumni KAMMI. Seperti kumpulan artikel kader dan beberapa karya alumni KAMMI. Itupun kebanyakan masih ditulis oleh orang perorang, yang masih tergolong ringan dan belum menukik. Karena itu, penulisan sejarah KAMMI dan penguatan penulisan buku berkaitan dengan KAMMI dan alumni KAMMI perlu diinisiasi. Tentu ada banyak pendapat dan versi. Bagi saya, Itu tak soal, yang penting semuanya punya dokumentasi dan ada dasar argumentasinya.
Saya sendiri lagi mengumpulkan buku dan novel yang ditulis oleh kader dan alumni KAMMI. Termasuk belasan buku yang saya tulis atau sekadar sebagai tim editor untuk beberapa buku sejak 2008 hingga saat ini. Saat ini saya baru mengumpulkan 140-an judul buku yang ditulis oleh kader dan alumni KAMMI. Baik yang diterbitkan oleh penerbit lama maupun penerbit baru. Termasuk yang diterbitkan oleh para alumni yang berkarir di dunia penerbitan atau perbukuan.
Pemikiran tokoh atau alumni KAMMI juga menjadi konsen saya selama ini. Misalnya, pemikiran politik, keagamaan, pergerakan, kepemimpinan, pemerintahan, ekonomi, bisnis, pendidikan, teknologi, komunikasi, manajemen, psikologi, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya. Selain buku, wawancara dan penelitian alumni KAMMI, termasuk paper atau hasil penelitian ilmiah lainnya di berbagai jurnal nasional dan internasional menjadi rujukan penting. Semoga suatu saat semuanya terdokumentasi dengan baik.
Belajar dari berbagai organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, lalu organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan organisasi lainnya, mereka sudah mulai menginisiasi pendokumentasian perjalanan sejarahnya, bahkan Muhammadiyah sudah punya museum sendiri. Saya membayangkan suatu saat ada “Museum KAMMI”. Suatu saat hal semacam ini bakalan menjadi “sesuatu” bagi perjalanan sejarah KAMMI dan alumninya. Sehingga KAMMI bukan saja dikenal sebagai salah satu elemen reformasi, tapi juga memiliki bukti autentik yang tertulis dan terdokumentasi dengan baik sehingga dapat dipertanggung jawabkan. (*)