SUMBER, fajarsatu.- Kepala Seksi (Kasi) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular pada Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Cirebon, Sartono mengaku, sejauh ini partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD ini memang masih lemah, karena menurut dia, masyarakat berpikir dengan adanya fogging sudah menyelesaikan masalah, padahal itu tidak.
“Nah ini butuh banyak aparat pihak desa, kecamatan, puskesmas, termasuk kesadaran masyarakatnya. Nah membangun kesadaran masyarakat itu yang menjadi PR besar, bukan soal PSN-nya,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (9/9/2019).
Ternyata peta yang dipegang pihaknya menunjukan, hampir semua wilayah di Kabupaten Cirebon tidak ada yang spesifik bebas DBD. Artinya semua wilayah di daerahnya itu endemis DBD. Sehingga dipastikan semua wilayah punya potensi dan punya kesempatan sama akan penyakit berbahaya ini.
Yang paling endemis dari yang paling endemis DBD di Kabupaten Cirebon adalah paling tinggi di Kecamatan Plumbon yakni 67 kasus DBD.
“Yang meninggal sampai minggu kemaren itu ada 17 orang. Tingkat kematian akibat kasus DBD di kita ada 1,47 persen, jadi 17 dibandingkan dengan 1.156. Jika dibandingkan dengan tahun kemaren ini agak mengkhawatirkan, karena 2018 dalam setahun hanya 215, sekarang hampir enam kali lipat,” katanya.
Temuan kasus ini, kata dia, menjadi pelajaran, karena DBD menjadi penyakit yang selalu berulang, kemudian sangat dipengaruhi lingkungan dan yang bisa menyelesaikan pastinya kesadaran masyarakat itu sendiri. Karena sekuat apapun aparatnya untuk membasmi DBD, kalau kesadaran masyarakatnya kurang maka akan tetap muncul kasus.
“Maka menjadi penting kalau kemudian pemerintah dan masyarakat menjadi satu. Jadi dengan 17 orang yang meninggal ini riskan bagi kita, karena cukup besar memang,” katanya.
Ia mengimbau kepada maayarakat Kabupaten Cirebon, karena DBD itu berkaitan dengan lingkungan, maka harus dipastikan lingkungan mereka dalam kondisi bersih dan harus menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
Kemudian, lanjut dia, hendaknya dalam keseharian dipastikan tidak ada tempat untuk perindukan sarang nyamuk, seperti menggantungkan pakaian lama, got-got dan tempat-temapt air di dalam rumah harus dibersihkan.
“Karena nyamuk itu terbang di saat-saat tertentu dan tidak tinggal di got tapi di air-air bersih,” katanya.
Kemudian, gaya hidup sehat dengan konsumsi makan yang berimbang dan bergizi harus diterapkan, sehingga daya tahan tubuh meningkat. Karena sesungguhnya, kata dia, orang yang terkena DBD adalah dia terkena virus, tetapi dia lemah daya tahan tubuhnya, maka dia akan merasa sakit dan hal itu awal dari sebuah masalah.
“Karena sebetulnya nyamuk tidak menimbulkan virus, tapi virus diambil dari orang kemudian disebarkan ke orang lain. Jadi memang karena ketidakmauan kita mengelola daya tahan tubuh kita dengan baik,” kata Sartono.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cirebon, hingga minggu pertama September 2019 ini, temuan kasus DBD ada 1.156 dan sudah 17 orang meninggal dunia. Temuan ini meningkat drastis dibandingkan 2018 lalu yang dalam satu tahun hanya ditemukan 215 kasus.
Sedangkan data yang tercatat sejak 2015 yakni ditemukan 1.247 kasus, kemudian pada 2016 ada 1.877 kasus, pada 2017 turun secara drastis sebesar 70 persen yaitu hanya 274 kasus. (FS-7)