Minggu, 17 Agustus 2025
  • Login
fajarsatu.com
  • Home
  • Ciayumajakuning
    • Cirebon
    • Kuningan
    • Indramayu
    • Majalengka
  • Jabar
  • Nasional
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sastra & Budaya
  • Opini
  • Wisata
  • Teknologi
  • DPRD Kota Cirebon
No Result
View All Result
  • Home
  • Ciayumajakuning
    • Cirebon
    • Kuningan
    • Indramayu
    • Majalengka
  • Jabar
  • Nasional
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sastra & Budaya
  • Opini
  • Wisata
  • Teknologi
  • DPRD Kota Cirebon
No Result
View All Result
fajarsatu.com
No Result
View All Result

Demokrasi Tak Punya Nyali Berantas Korupsi

Admin
24/02/2021 21:08
in Opini
0
Demokrasi Tak Punya Nyali Berantas Korupsi
Share on FacebookShare on Twitter

Work online and earn real money

Oleh: Ummi Nissa
(Penulis adalah Anggota Komunitas Muslimah Rindu Surga)

KORUPSI telah menggurita sejak lama. Entah apa yang ada dalam benak penguasa. Saat rakyat sengsara menanggung beban hidup yang semakin berat, budaya korupsi semakin menguat. Di tengah pandemi yang juga belum mereda penjahat berdasi ini seolah terus merajalela.

Berdasarkan data dari Transparency International Indonesia (TII), Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun drastis. Sebagaimana yang dilansir oleh tasikmalaya.pikiran-rakyat.com (7/2/2021), Mantan Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah mempertanyakan mengapa Indeks Persepsi Korupsi menurun dari tahun sebelumnya.

Dalam cuitan lainnya, Febri juga menjelaskan bahwa posisi Indonesia dalam hal pemberantasan korupsi saat ini menurun yaitu menempati peringkat ke 102 dari 180 negara lainnya. Dengan penurunan peringkat tersebut, Febri menyebut bahwa Komitmen Pemberantasan Korupsi Indonesia saat ini kian memburuk.

Masalah korupsi sesungguhnya adalah masalah besar yang dihadapi oleh berbagai negara. Tak terkecuali di Indonesia, budaya rasuah ini merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Hal tersebut dapat mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara dan meningkatnya kemiskinan serta ketimpangan pendapatan.

Bacajuga

SMAN Talun Hanya Mimpi?

Apakah ini Ramadhan Terakhir Kita?

RLS dan IPM

Tindakan korupsi pun telah menzalimi rakyat  hingga ke level yang menyedihkan. Inilah yang menjadi alasan dibentuknya KPK (Komite Pemberantasan Korupsi) pada masa reformasi. Sebuah badan independen yang khusus menangani masalah pemberantasan korupsi. Memang telah banyak kasus korupsi yang bisa dibongkar KPK, seperti mantan menteri, gubernur, bupati, wali kota, anggota dewan, dan lainnya.

Namun demikian, kesan tebang pilih tetap dirasakan, misalnya kenapa kasus besar yang merugikan negara hingga ratusan triliun tidak diungkap hingga kini. Seperti kasus BLBI dan Bank Century yang melibatkan partai berkuasa saat itu. Apalagi semenjak adanya revisi  UU KPK No 19 Tahun 2019, semakin melemahkan  lembaga anti rasuah ini.

Meskipun lembaga anti korupsi ini telah berdiri sejak lama, akan tetapi seolah tetap tidak memiliki nyali untuk menghentikan para koruptor yang terus menjarah harta milik rakyat. Kondisi ini tidak lain disebabkan negeri ini menganut asas demokrasi.

Pembagian kekuasaan (trias politika) yang diharapkan agar tidak terjadi kekuasaan yang absolut nyatanya hanya sekadar jargon semata. Buktinya yang terbentuk adalah penguasa oligarki untuk mengamankan kekuasaannya. Maka tidak heran jika partai yang melahirkan KPK justru merekalah yang melemahkan kinerja lembaga ini.

Maka pantas saja jika sampai saat ini budaya korupsi tidak pernah mati. Lembaga anti korupsi pun tidak punya taring untuk mengungkap kasus megaproyek yang melibatkan partai dan penguasa. Sebab dipengaruhi oleh politik kepentingan di tubuh KPK. Peristiwa politik di alam demokrasi hanya berbicara lobi-lobi jabatan, dan bagi-bagi “kue” kekuasaan  yang menjadi ciri khas demokrasi.

Inilah politik transaksional yang menjadikan hubungan dijalin berdasarkan kemaslahatan semata. Kondisi inipun terjadi dalam tubuh KPK.  Lembaga ini lahir dari rahim demokrasi. Keberadaanya hanya sebagai penguat penguasa oligarki yang bisa dicopot kapan saja  jika sudah tidak sejalan dengan penguasa. Oleh karenanya jika ingin memberantas korupsi tidak bisa hanya mengandalkan KPK yang tidak akan bisa lepas dari pengaruh politik demokrasi.

Solusi yang tepat agar bisa memberantas korupsi seharusnya mengetahui apa yang menjadi akar penyebab korupsi ini terjadi. Sistem demokrasi  kapitalis sekuler menjadi biang keladi lahirnya para koruptor. Tidak sedikit yang memangku jabatan, harus mengeluarkan biaya besar. Tak ayal hal ini menjadikan  para pejabat terpilih hanya akan memikirkan bagaimana cara mengembalikan modal serta  balas budi pada pengusaha yang memberikan bantuan.

Dalam  sistem ini  peran agama pun dipinggirkan, sebab dalam sistem sekuler aturan agama dipisahkan dari kehidupan. Akibatnya  materialisme menjadi dasar dalam melakukan setiap perbuatan. Materi menjadi alat pemuas kebahagiaan sehingga menghalalkan segala cara dalam meraup keuntungan.

Para pejabat penguasa dari tingkat daerah sampai pusat tidak memiliki kontrol internal dalam mengendalikan jabatan karena menihilkan nilai ketakwaan. Mengandalkan lembaga independen  seperti KPK sebagai pengawas eksternal, tidak akan mampu menghilangkan kebiasaan koruptor. Masalahnya tidak jauh berbeda, pejabat di tubuh KPK pun memiliki mental yang sama. Akhirnya mengabaikan perilaku  buruk ini dilakukan untuk mencari posisi aman.

Produk hukum yang dihasilkan dari sistem demokrasi sekuler berasal dari akal manusia yang terbatas. Sehingga sanksi yang diberlakukan untuk menghukum para pelaku koruptor pun tidak membawa keadilan dan efek jera. Menjadikan korupsi justru kian merajalela.

Dengan demikian solusi yang mengakar untuk memberantas budaya korupsi ini adalah kembali menjadikan agama berperan dalam mengatur kehidupan. Islam sebagai agama yang paripurna memiliki seperangkat aturan yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia, termasuk memberantas korupsi. Sebab aturan Islam berasal dari Allah Swt. Zat yang Mahapencipta.

Akidah Islam menjadi dasar keyakinan individu yang melahirkan nilai-nilai ketakwaan. Setiap diri menyakini Allah Swt. sebagai Zat yang Mahapencipta sekaligus Mahapengatur. Setiap perbuatan  akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Sehingga masing-masing individu memiliki kontrol dengan keimanannya untuk mengendalikan apa saja yang akan dilakukannya.

Dalam aturan Islam, untuk menjadi pejabat tidak perlu biaya mahal. Sebab jika telah terpilih pemimpin pusat maka pemimpin daerah akan dipilih oleh pusat, tanpa melibatkan pihak lain seperti pengusaha, yang akan meminta balas jasa setelah terpilihnya seorang penguasa.

Pejabat terpilih akan terlepas dari partai yang mengusungnya. Sehingga yang menjadi perhatian selanjutnya setelah terpilih, ia akan fokus pada tugas serta kewajibannya yakni mengayomi dan mengurusi urusan rakyatnya secara sungguh-sungguh.

Jika pelanggaran hukum tetap terjadi seperti korupsi, hal ini bisa diberantas dengan hukum syariat. Hukum sanksi bagi pelaku pun mampu memberikan efek pencegahan dan menjerakan. Hukum sanksi bagi koruptor adalah ta’zir artinya diserahkan kepada ijtihad kepala negara atau qadhi (hakim). Misalnya pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz menetapkan sanksi koruptor adalah cambuk dan dipenjara dalam waktu yang sangat lama. (Muahannaf Ibn Abi Syaibah)

Oleh karena itu, hanya dengan kembali kepada syariat Islamlah permasalahan korupsi terselesaikan. Syariat Islam diturunkan Allah Swt. memang untuk menyelesaikan seluruh urusan manusia.

Wallahu a’lam bishawab

Tags: ArtikelBerantasDemokrasiKorupsiOpini

Related Post

PR Besar KDM-Erwan
Opini

Perubahan APBD, Demi Kesejehtaraan Masyarakat

Admin
15/08/2025 09:05
Refleksi Akhir Tahun 2024: Gubernur Baru = Target Baru
Opini

Jabar Peduli Lingkungan?

Admin
13/08/2025 21:10
Pemkot Cirebon Sosialisasi Sistem Pengawasan Perizinan Berbasis Risiko untuk Dukung Investasi
Opini

Langkah Konkret Menghadapi Negara Darurat Korupsi

Admin
17/07/2025 13:49
Aksi Turun Tangan: KDM, Barak TNI dan Kita
Opini

Prestasi Nasional Ponpes Nurul Hakim Lombok dan Indonesia Emas 2045

Admin
12/07/2025 12:35
Opini

BKN Permudah PGA ASN: Apakah Mencederai Regulasi Internal Setiap Instansi?

Admin
10/07/2025 14:21
Pemkot Cirebon Sosialisasi Sistem Pengawasan Perizinan Berbasis Risiko untuk Dukung Investasi
Opini

Optimisme Mamiq Iqbal: Dari NTB Makmur untuk Indonesia Mendunia

Admin
10/07/2025 14:14
Konsekwensi Ekspetasi Penilaian Kinerja ASN
Opini

BKN Permudah PGA ASN: Apakah Mencederai Regulasi Internal Setiap Instansi?

Admin
10/07/2025 08:01
Jangan Hakimi Pondok Pesantren!
Opini

Urgensi Menulis Buku Biografi

Admin
09/07/2025 13:10

Populer

  • Elemen Masyarakat dan Tokoh Pejuang Peringati Pembacaan Teks Proklamasi Pertama Kali di Kota Cirebon

    Elemen Masyarakat dan Tokoh Pejuang Peringati Pembacaan Teks Proklamasi Pertama Kali di Kota Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Buka Acara Table Tennis Championship, Menteri Nusron Sampaikan Semangat Kesetaraan Atlet Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KAI Daop 3 Cirebon Konsisten Tingkatkan Keselamatan Perjalanan KA Lewat Cek Lintas Jalan Kaki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sambut HUT RI, KAI Daop 3 Cirebon Hadirkan Promo Merdeka, Diskon Tiket Kereta 20%

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • OJK Cirebon Luncurkan Program Desa Ekosistem Keuangan Inklusif di Gunung Kuning Majalengka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • About
  • Redaksi
  • Kontak
  • Disclaimer

© 2019 PT Karna Karya Abadi. All rights reserved. didukung Jasa Pembuatan Website

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

error: Content is protected !!
No Result
View All Result
  • Home
  • Ciayumajakuning
    • Cirebon
    • Kuningan
    • Indramayu
    • Majalengka
  • Jabar
  • Nasional
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Sastra & Budaya
  • Opini
  • Wisata
  • Teknologi
  • DPRD Kota Cirebon

© 2019 PT Karna Karya Abadi. All rights reserved. didukung Jasa Pembuatan Website