Oleh: Syamsudin Kadir
(Direktur Eksekutif “The Abdul Halim Institute”)
BERKAH berarti an-nama’u wa al-ziyadah, berkembang dan bertambah. Atau bisa juga diartikan dengan bertambahnya kebaikan atau ziyadah al-khoir. Selain itu ada juga yang memberi makna dengan mendapat banyak dampak baik. Dan masih banyak lagi makna lainnya. Intinya, berkah itu baik dan kebaikannya berlipat ganda. Baik kuantitas maupun kualitasnya.
Ar Raghib al-Ashfahaniy mengatakan, “Berkah itu tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu.” Keberkahan jika turun pada sesuatu yang sedikit, niscaya akan melipatgandakannya menjadi banyak. Jika turun pada sesuatu yang banyak, niscaya akan membuatnya lebih bermanfaat atau manfaatnya semakin banyak atau luas.
Berkah kerap disematkan dalam aspek ibadah dan amal soleh yang memiliki dampak baik yang berlipat ganda. Baik itu pahala maupun dampak atau manfaat lainnya. Sehingga siapapun yang beribadah atau beramal soleh lalu ia terus melakukannya, lalu semakin besar dampak positifnya bagi diri dan kehidupan sekitar maka itu pertanda ibadah atau amal solehnya diberkahi oleh Allah.
Saya termasuk yang merasakan mendapat “berkah” yang tak disangka. Bagaimana tidak, saya masih saja membaca secara seksama file PDF buku “Teologi KH. Abdul Halim; Ikhtiar Melacak Akar-akar Pemikiran Teologi Persatuan Ummat Islam (PUI)” karya Dr. H. Wawan Hernawan, M.Ag. (Pak Doktor Wawan). Buku setebal 277 halaman ini merupakan elaborasi atas disertasi beliau yang diterbitkan oleh LP2M UIN SGD Bandung pada 2020 lalu.
Di sela-sela itu saya mendapatkan informasi mendadak dari Pak Yanuardi Syukur, M.Si selaku Presiden DPP Perkumpulan Rumah Produktif Indonesia-RPI perihal adanya acara Kajian Ramadhan Perkumpulan Rumah Produktif Indonesia dengan tema yang masih berkaitan dengan file yang saya baca. Tak menunggu lama, apalah lagi sebagai Ketua DPD RPI Kota Cirebon, saya pun langsung mengikuti acara tersebut melalui Zoom Metting.
Ya, saya sangat bersyukur karena hari ini Sabtu 24 April 2021 bertepatan dengan 12 Ramadan 1442 saya bisa menghadiri acara yang benar-benar saya nantikan ini. Acara ini sangat menarik karena RPI mengangkat tema “Aktivitas Politik dan Akademik K.H Abdul Halim; Pahlawan Nasional RI dari Majalengka” dengan menghadirkan Pembicara Eman Hermawan (Kang Eman) selaku Anggota Dewan Internasional Museum (ICOM) Indonesia sekaligus Sekretaris DPP Kebudayaan RPI.
Pada kesempatan ini Kang Eman menegaskan ketokohan, keilmuan dan kontribusi Kiai Abdul Halim dalam merumuskan konstitusi negara. Selain itu, beliau juga merupakan sosok yang berkontribusi dalam dunia pendidikan. Berbagai lembaga pendidikan PUI dalam beragam jenis yang berdiri di Majalengka, Cirebon, Indramayu, Sukabumi dan berbagai tempat di di seluruh Jawa Barat sekaligus di seluruh Indonesia merupakan contoh paling ril dari kontribusi beliau.
Pada kesempatan ini hadir pula beberapa tokoh penting PUI asal Majalengka yang berdomisili di Majalengka dan luar Majalengka. Di samping pengurus RPI dari berbagai daerah atau kota di seluruh Indonesia. Termasuk penulis buku “Biografi Mohammad Natsir; Kepribadian, Perjuangan dan Pemikiran” Pak Lukmanul Hakiem turut hadir dan menyampaikan cerita tentang pengalaman selama menjadi pelajar atau santri di Santi Asromo pada tahun 1970-an.
Sebagai apresiasi atas acara ini saya sangat perlu untuk menyampaikan beberapa hal penting, pertama, Kiai Abdul Halim adalah sosok Ulama yang negarawan. Beliau akrab dan kerap berbincang dengan berbagai tokoh. Beliau aktif di Masyumi dan menjadi anggota BPUPKI. Beliau termasuk tim penyusun teks penting yang kelak menjadi konstitusi negara. Beliaulah salah satu tokoh penting yang menjadikan Indonesia sebagai negara republik.
Kedua, Kiai Abdul Halim adalah sosok Ulama yang ‘alim dan memiliki konsen yang tinggi pada dunia pendidikan. Beliau sangat peduli pada kualitas manusia Indonesia kala itu yang ditandai dengan keseriusan beliau untuk membentuk Majelis Ilmi (MI) dan Hayatul Qulub (HQ). Dua elemen inilah kelak yang menjadi embrio Persatuan Oelama Indonesia atau POI.
Ketiga, Kiai Abdul Halim adalah sosok pemersatu dan moderat. Di tengah keragaman pandangan keumatan dan kebangsaan kala itu, beliau tetap berdiri tegak sebagai “penengah”, sehingga upaya menjaga persatuan berjalan dengan baik. Bukan saja pada wacana kebangsaan yang memilih menjadikan Indonesia sebagai negara republik, beliau juga sangat berhati-hati dalam wacana keagamaan terutama dalam bidang fiqih. Jiwa pemersatu dan moderat beliau pun menjadi watak Persatuan Ummat Islam (PUI) hingga kini.
Dari berbagai lakon pentingnya, Kiai Abdul Halim sangat layak disebut sebagai Bapak Bangsa sekaligus Negarawan Sejati. Karena pemikiran dan kontribusi beliau melampaui usia fisiknya. Tak heran bila pada 2008 silam beliau mendapat anugerah atau gelar istimewa sebagai Pahlawan Nasional. Hal tersebut bukan saja karena kebijakan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), tapi juga karena peran dan kontribusi beliau bagi bangsa dan negara tercinta Indonesia yang tak bisa diragukan lagi.
Selama setahun terakhir, saya termasuk yang sedang menelaah tentang para tokoh PUI, terutama Kiai Abdul Halim. Dari sejarah, pemikiran, kontribusi, hingga sepak terjang beliau dalam perjalanan sejarah PUI dan bangsa Indonesia dari pra dan ketika kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Saya pun mencari dan membaca berbagai literatur, termasuk mengagendakan untuk berbincang langsung dengan para tokoh PUI, terutama yang masih memiliki hubungan darah dan ideologi dengan Kiai Abdul Halim.
Hal ini saya lakukan karena saya kebetulan lagi menulis buku tentang ide dan pemikiran ratusan tokoh PUI dari periode awal hingga kini. Rencananya buku ini akan dilaunching pada 21 Desember 2021 nanti, pada momentum genap 104 tahun usia PUI. Bukan satu buku saja, tapi diupayakan untuk menghadirkan beberapa buku lainnya yang berkaitan dengan PUI, para tokoh dan kontribusi mereka bagi kemajuan PUI dan Indonesia.
Acara yang dimoderatori oleh Pak Ainur Alam Budi Utomo (Dosen Universitas Buana Perjuangan Karawang) ini dimulai pada pukul 16.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.15 WIB, lebih 15 menit dari jadwal awal yang sudah ditentukan oleh penyelenggara atau Rumah Produktif Indonesia (RPI) yang digawangi Pak Yanuardi Syukur, M.Si., sosok yang beberapa tahun terakhir kerap menjadi narasumber dan mengadakan berbagai acara dalam banyak tema.
Kiai Abdul Halim telah memberi teladan kepada umat Islam, terutama warga atau jama’ah PUI, dan tentu saja bangsa Indonesia bahwa perjuangan membela agama dan negara mesti dilakoni dengan kudus: ikhlas dan tulus. Ia juga mesti dilakukan secara teratur dan strategi yang matang, bukan “ngasal”.
Pematangan ide atau pemikiran, spiritual dan ekonomi mesti ditempuh melalui proses pendidikan yang terus menerus. Hasilnya akan dimanfaatkan seluruhnya untuk kepentingan umat dan bangsa, termasuk untuk meneguhkan PUI sebagai organisasi pemersatu umat sekaligus pengokoh bangsa. Kita pun sangat layak belajar dan mengambil hikmah dari sosok ulama sekaligus negarawan yang kudus asal Majalengka-Jawa Barat ini. (*)