Oleh: Ai Siti Nuraeni
(Pegiat Literasi)
SEORANG ibu rumah tangga dari desa Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung meninggal dunia akibat terpapar Covid-19. Kasus ini menambah jumlah warga meninggal akibat Covid-19 dari 12 orang menjadi 13 orang. Penambahan korban meninggal ini diduga akibat bertambahnya jumlah sebaran Covid-19 yang mengalami lonjakan signifikan setelah libur lebaran 1442 H yang mengakibatkan Cinunuk naik statusnya dari kuning menjadi orange.
Kepala Puskesmas Cinunuk dr. Yan Elfy menerangkan bahwa dari hasil tracing petugas di lapangan umumnya warga yang terpapar abai akan prokes 5M. Mereka menggelar halal bihalal, reunian, berekreasi dan berenang dengan mengabaikan prokes. Umumnya yang terpapar ini dari klaster keluarga. Oleh karenanya beliau mengajak masyarakat untuk menjalankan prokes 5M dan saling menjaga meskipun sudah pernah mendapatkan vaksin. (Portalbandungtimur.pikiran-rakyat.com, 5/6/2021)
Dikutip dari laman databoks.katadata.co.id pada tanggal 15 Juni 2021 kasus kematian akibat virus Covid-19 di Indonesia telah menyentuh angka 53.116 jiwa. Dengan jumlah ini tingkat kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai 2,8%, lebih tinggi dari rata-rata global yang hanya 2,2%. Besaran persentase ini pula membawa Indonesia pada urutan ketiga di Asia sebagai penyumbang kasus kematian tertinggi.
Sebelum data ini muncul pemerintah sebenarnya telah melakukan berbagai macam upaya pencegahan seperti mengeluarkan larangan mudik, menempatkan aparat untuk memutar balik kendaraan pengangkut pemudik serta membatasi kegiatan pariwisata. Namun sayang sekali kenyataan menunjukkan upaya ini terbukti tidak efektif, karena masih banyak ditemui masyarakat yang melakukan mudik lewat jalur alternatif dan berjejalan di tempat wisata sekedar untuk quality time bersama keluarga.
Berkaca dari kejadian ini pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang tentang upaya yang efektif dan efisien untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Dalam hal ini, para ahli dan para aparat negara yang bersangkutan wajib untuk dilibatkan dalam pencarian solusinya. Dan dalam kasus ini pemerintah harus menjalankan fungsinya untuk melindungi rakyat dari bahaya pandemi.
Sayangnya inkonsistensi kebijakan pemerintah yang memperbolehkan ratusan tenaga kerja asing (terutama TKA China) memasuki Indonesia di saat rakyat dilarang untuk mudik menyebabkan masyarakat membandel untuk tetap mudik dan berwisata. Kepercayaan masyarakatpun berkurang akibat kebijakan ini, karena meskipun kedatangan TKA China itu dibutuhkan untuk menggarap proyek strategis nasional tapi seharusnya itu tidak menjadi alasan.
Dan kebijakan yang tidak tepat ini membuat masyarakat mengira bahwa pemerintah hanya mementingkan materi saja. Karena kedatangan para TKA China itu berkaitan dengan investasi China di Indonesia. Sedangkan keinginan masyarakat untuk mudik yang tahun lalu juga dilarang tidak dipikirkan bagaimana solusi terbaiknya.
Inilah yang terjadi jika sebuah negara menerapkan kapitalisme dalam mengurus urusan rakyatnya. Keinginan dan kepentingan rakyat bisa saja dikesampingkan terlebih dahulu jika tidak ada “untungnya”. Dan orang asing bisa digelarkan karpet merah asalkan membawa proyek yang mendatangkan pundi-pundi rupiah. Kebijakan yang dikeluarkan selalu mempertimbangkan aspek ekonomi, tapi kesehatan dan keselamatan nyawa dinomorduakan. Sungguh sistem kehidupan yang tidak manusiawi.
Berbeda halnya jika Islam menjadi asas dikeluarkannya kebijakan di sebuah negara. Kesehatan dan keselamatan nyawa manusia akan senantiasa diutamakan saat terjadi wabah. Hal itu disebabkan oleh kesadaran para pemangku kebijakan bahwa mereka adalah raa’in yang bertugas untuk memelihara kemaslahatan umat dan memberikan perlindungan pada rakyat dan pada gilirannya nanti akan mempertanggungjawabkan kepemimpinan mereka langsung pada Allah Swt. Sebagaimana tertuang dalam sebuah hadits yang artinya
Dari Abdullah, Nabi saw bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya” (HR. Bukhari).
Adapun terkait wabah, Islam dan syariatnya mengajarkan tata cara penanggulangan wabah melalui praktik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan Umar bin Khattab saat menghadapi wabah kusta dan tha’un. Beberapa cara yang dilakukan di antaranya adalah:
- Memberlakukan lockdown di daerah yang terkena wabah. Dalilnya yaitu sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan Imam al-Bukhari, bahwa warga yang terdampak wabah dilarang untuk keluar dan tidak membiarkan orang luar masuk ke area wabah.
- Memisahkan orang yang sehat dan yang terkena wabah.
- Mengeluarkan larangan berkerumun. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Amr bin Ash saat menjadi Gubernur di masa kekhilafahan Umar bin Khattab ra. Ia memberi solusi agar masyarakat segera pencari tempat aman, ke gunung atau bukit untuk memutus rantai penyebaran Tha’un Amwas yang amat dahsyat, hampir 25 ribu korban jiwa wafat akibat wabah ini, bahkan beberapa di antaranya adalah sahabat senior.
- Mendorong umatnya untuk hidup bersih. Dari Abu Hurairah Rasulllah bersabda:
“Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta’ala membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang bersih.” (HR.Ath-Thabrani).
Selain poin-poin tersebut, penyelesaian wabah dalam Islam juga didukung oleh sistem ekonominya yang mampu membiayai penelitian untuk obat penyakit yang mewabah, bantuan untuk mereka yang tengah dilockdown dan memulihkan perekonomian negeri. Sistem ekonomi yang kuat ini berasal dari pengelolaan baitul mal yang memiliki banyak pos pemasukkan seperti hasil pengelolaan sumber daya alam milik umat, fa’i, kharaj, jizyah, infaq, shadaqah dan yang lainnya.
Keseluruhan solusi ini akan bisa diterapkan jika sebuah negara menerapkan Islam dalam sistem kehidupannya seperti yang pernah diterapkan pada masa Rasulullah saw., khulafaur rasyidin dan para khalifah setelahnya dalam bingkai khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah. Maka untuk menyelesaikan pandemi sekarang pendirian institusi ini adalah sebuah hal yang urgent.
WaLlaahu a’lam bish shawaab.
Catatan: Isi di luar tanggung redaksi