Oleh:Umniyatul Ummah
(Pegiat Dakwah)
PEMBERLAKUAN Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat telah berlaku resmi mulai tanggal 3 Juli 2021. Program pemerintah ini dimaksudkan agar laju penyebaran virus Covid-19 dapat ditekan, mengingat akhir-akhir ini demikian melonjak angka kasus positif di berbagai daerah. Selain itu juga diharapkan agar Warga Negara Asing (WNA) untuk tidak berkunjung ke Indonesia demi mendukung program tersebut.
Dikutip CNN Indonesia, Minggu (4/7/21), Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah untuk mengambil langkah tegas dengan melarang WNA masuk ke wilayah Indonesia selama penerapan PPKM Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 dengan alasan wisata maupun bekerja. Ia beralasan hal ini penting agar kebijakan PPKM Darurat dapat berjalan lancar sehingga nantinya tidak perlu diperpanjang lagi, namun cukup satu kali saja. Sehingga tidak akan berdampak terlalu buruk di berbagai sektor.
Selain alasan diatas, Dasco juga menekankan tentang keselamatan masyarakat sehingga perlu diambil langkah untuk mengantisipasi bertambahnya varian virus baru yang datang dari luar negeri. Inilah mengapa PPKM Darurat perlu untuk dilakukan.
Namun sangat disayangkan. Tercatat sebanyak 20 Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China justru tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (3/7/21). Tentu saja kejadian ini sangat melukai hati rakyat dan langsung menjadi sorotan karena terjadi disaat pemerintah sedang menerapkan PPKM Darurat Jawa-Bali untuk menekan bertambahnya kasus positif Covid-19.
Sejauh ini pemerintah telah berulang kali menetapkan berbagai kebijakan yang membingungkan rakyat dan maju mundur tanpa kepastian. Diterapkannya kebijakan gas-rem ternyata belum efektif dan mampu menekan laju penularan Covid-19. Di mana ketika kasus penularan berkurang, kegiatan ekonomi dan sejumlah kerumunan mulai dilonggarkan. Sebaliknya ketika kasus penularan meningkat seperti saat ini pemerintah langsung tarik rem.
Ditambah lagi berbagai istilah yang kerap berubah-ubah untuk mengganti opsi lockdown atau karantina wilayah. Mulai dari PSBB, new normal, Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), hingga PPKM Darurat yang membuat rakyat semakin pusing. Namun semua itu nyatanya belum efektif mengatasi pandemi ini, karena fakta di lapangan justru semakin meningkat. Di awal virus mampir ke negeri ini sebenarnya sudah ada penawaran opsi lockdown, namun pemerintah masih enggan memberlakukannya. Alhasil semakin hari semakin tak terkendali hingga akhirnya pemerintah menerapkan opsi PPKM Darurat yang dianggap paling moderat.
PPKM Darurat pun dicederai, masuknya TKA asal China tentu kontradiktif dengan kebijakan yang sedang berjalan. Mobilitas rakyat dibatasi sementara warga asing dibiarkan masuk, yang ada upaya pengendalian virus Covid-19 semakin jauh dari kata berhasil. Meskipun dengan alasan hal itu bagian dari proyek investasi demi kepentingan rakyat dan sudah sesuai prosedur namun siapakah yang dapat menjamin mereka tidak membawa virus varian baru. Buktinya varian delta telah masuk ke negeri ini beberapa bulan yang lalu dan kini kian sulit dikendalikan.
Lebih lanjut sikap pemerintah yang membiarkan TKA masuk, melewati perbatasan dengan mudahnya jelas melukai hati rakyat yang sudah mau bersusah payah mengikuti arahan pemerintah meski nyawa taruhannya. Maka dari itu wajar jika kepercayaan publik terhadap pemerintah perlahan mulai hilang. Kebijakan seketat apapun bahkan jika benar sekalipun akan sulit mendapatkan kepercayaan lagi dari masyarakat.
Kebijakan seperti itu tak lain adalah dampak dari perjanjian regional Indonesia dengan negara lain. Mudahnya perizinan TKA bekerja di dalam negeri juga merupakan wujud diterapkannya sistem ekonomi liberal kapitalistik, yang berasaskan materi dan keuntungan semata, sementara kepentingan rakyat tidak diprioritaskan.
Sistem ini telah banyak mempengaruhi para pemangku kebijakan negeri ini dengan membebek kepada ideologi kapitalisme, yang berakibat negeri ini tidak mandiri dari kepentingan asing. Selain mengecewakan rakyat kebijakan yang diambil pun kerap mencederai rasa keadilan di hati mereka. Inilah gambaran nyata ketidak berpihakan penguasa terhadap rakyatnya sendiri. Buah dari diembannya sistem kapitalisme liberalisme yang telah gagal mengatasi berbagai persoalan yang melanda negeri ini termasuk masalah pandemi. Di dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang nantinya akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. pada hari penghisaban. Sebagaimana sabda Rasul saw. yang artinya:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dia pimpin. ” (HR Bukhari)
Pemimpin dalam pemerintahan Islam (khalifah) harus benar-benar mencurahkan segala daya dan upaya serta potensi yang ada demi kemaslahatan rakyatnya. Berbekal keimanan dan ketakwaan ia akan menjadi pemimpin yang berjiwa periayah (pengurus) tanpa kenal lelah. Pun dalam menghadapi wabah. Ia akan berikhtiar secara maksimal untuk menanganinya sesuai dengan arahan syariah karena hal tersebut dipahaminya sebagai sebuah amanah yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Orientasi kebijakannya adalah hadzfu an-nas (menjaga jiwa) sehingga kebijakannya pun lebih mengutamakan keselamatan nyawa daripada yang lainnya seperti ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Terlebih di dalam Islam masalah kesehatan adalah merupakan kebutuhan dasar individu yang harus dipenuhi dan menjadi tanggung jawab negara. Dalam hal ini negara akan menyediakan segala sesuatunya yang berhubungan dengan fasilitas dan layanan kesehatan sehingga rakyat dapat menikmatinya secara gratis lagi berkualitas.
Semua itu dapat terlaksana karena dalam pemerintahan Islam memiliki anggaran yang kokoh berupa baitul mal pos kepemilikan umum yang mempunyai dana cukup besar karena diperoleh dari hasil pemanfaatan sumber daya alam yang dikelola secara mandiri tanpa intervensi asing atau pihak manapun. Dalam kondisi pandemi seperti saat ini misalnya negara akan menyediakan jasa dokter, obat-obatan, peralatan medis, pemeriksaan penunjang hingga sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan.
Selain itu negara juga akan menerapkan karantina wilayah, memisahkan orang yang sakit atau terdampak wabah dengan orang yang sehat. Orang yang sakit akan diberikan pengobatan hingga sembuh, sedangkan orang yang sehat dapat beraktivitas seperti biasa dengan protokol kesehatan sehingga roda perekonomian tetap bisa berjalan. Sabda Rasulullah saw, yang artinya:
“Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Itulah sistem Islam yang begitu sempurna karena bersumber dari Allah Swt. Sang pemilik jagad raya. Negara akan berfungsi secara maksimal memenuhi kebutuhan dasar individu rakyat dan selalu berpihak kepada rakyat. Oleh karena itu tidak ada alasan lain kecuali kembali pada aturan Islam yang secara totalitas dan meninggalkan sistem batil kapitalisme liberalisme yang nyata-nyata tidak mampu menjadi solusi bagi setiap permasalahan.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi