MAJALENGKA, fajarsatu.- Film Hayya yang serentak diputar di tanah air mendapat sambutan antusias dari ibu-ibu majlis talim yang tergabung dalam Persaudaraan Muslimah (Salimah) Kabupaten Majalengka.
Salimah Majalengka dengan dresscode ungu, sengaja mendatangi Cirebon untuk nonton bareng (nobar) film ini. Alur cerita film ini berlatar belakang seorang jurnalis yang berkenalan dengan gadis kecil bernama Hayya dari Palestina, saat melakukan peliputan dengan tim relawan kemanusiaan ke Palestina.
“Kita nobar film Hayya di salah satu pusat perbelanjaan di wilayah Cirebon. Menurut kami film ini bagus buat ditonton, hikmahnya kita jadi memiliki empati dan mensyukuri hidup yang kita nikmati sekarang, dibanding saudara-saudara kita yang ada di Palestina. Kita nobar akhir saat wekend kemarin,” ungkap, ketua Salimah Majalengka Tjahyati Chandra Kasih, Senin (23/9).
Tjahyati menambahkan, Film Hayya yang ia tonton bareng dengan Salimah Majalengka bukan melihat ramai tidaknya film tersebut. Menurutnya, film tersebut memberikan pesan moral yang bisa diambil dari film yang dibintangi Fauzi Badila.
“Ada pesan moral yang kita dapat, yaitu cinta, empati dan rasa syukur. nobar Film Hayya bukan hanya digelar oleh Salimah Majalengka saja tapi di kabupaten lain juga. Bahkan yang kemarin tidak ikut karena ada halangan akan nobar pada hari berikutnya di berbagai bioskop,” ungkapnya.
Penonton lainya, Ees Sofiya mengatakan dirinya sangat bersyukur karena bisa nobar film tersebut. Ia berpendapat, Film Hayya dinilainya memberikan edukasi yang bermanfaat. Selain itu ada empati yang dapat dirasakan. Sebuah film bagi penontonnya memang memberikan nuansa tersendiri.
“Mata gadis kecil maupun karakter Hayya benar-benar membuat hati kita ikut menangis, dan bisa membayangkan kepedihan hatinya saat semua keluarganya mati di tangan zionis,” ujarnya.
Sebagai catatan, Film Hayya menceritakan seorang Rahmat (32 ) yang diperankan Fauzin Badila, seorang jurnalis yang sedang belajar memahami arti tentang cinta dan keimanan itu, merasa perlu melakukan hal yang berbeda dalam proses hijrahnya.
Rahmat pun akhirnya memutuskan untuk menjadi relawan kemanusiaan di camp pengungsian perbatasan dan bertemu Hayya. Konflik terjadi saat Hayya menyelinap ke dalam koper Rahmat dan terbawa le Indonesia. (FS-8)