Oleh: Sari Ramadani
(Pendidik Generasi)
PANDEMI virus Corona telah menyebabkan ekonomi dunia dalam gejolak krisis yang kritis. Tak terkecuali Indonesia yang mengalami krisis berkepanjangan. Hal ini menyebabkan beban APBN semakin berat. Pasalnya, sumber pemasukan negara bertumpu pada pajak dan utang.
Rektor Universitas Paramadina Didik Rachbini mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ini dapat menyebabkan krisis ekonomi bukan nilai tukar. Sebab APBN di masa pandemi memiliki masalah yang berat.
Menurut Didik, setidaknya ada lima faktor pemicu APBN yang berpotensi menyebabkan krisis di kemudian hari yaitu, pertama proses politik APBN yang sakit dan bias. Kedua defisit primer yang semakin melebar dan tak terkendali. Ketiga rasio pembayaran utang terhadap pendapatan yang naik di era Presiden Jokowi. Keempat dana yang mengendap dan bocor di daerah. Serta kelima pembiayaan PMN dan BMN yang berpotensi menjadi masalah di masa depan. (bisnis.tempo.co, 1 Agustus 2021)
Di masa pandemi yang tengah dihadapi, seharusnya APBN dijadikan tumpuan dalam menyelesaikan permasalahan. Baik sektor kesehatan ataupun ekonomi. Namun kenyataannya, buruknya pengelolaan APBN yang justru menyebabkan krisis ekonomi.
Didik mengibaratkan situasi saat ini ibarat ember bocor. Masalah pandemi belum usai, pemerintah sibuk memperbaiki ekonomi dan berbagai persoalan lainnya. Sehingga, usaha yang dilakukan pemerintah memiliki dampak terbatas, dan menyebabkan permasalahan semakin tak terkendali.
Pada tahun 2020, realisasi APBN mencapai Rp947,7 triliun. Adapun tahun 2021, pemerintah menaksir defisit secara keseluruhan Rp939,6 triliun atau lebih rendah dari target Rp1.006,4 triliun. Semua ini hanya menambah beban pemerintahan selanjutnya. Apalagi dampaknya terhadap penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi kurang maksimal.
Faktanya, pemerintah beralasan dengan pengambilan utang yang tinggi untuk penanggulangan pandemi, justru kasus Covid-19 di Indonesia malah semakin meningkat dan kini menduduki peringkat satu tertinggi di dunia periode 12-18 Juli 2021. (Kontan.co.id, Rabu 21 Juli 2021)
Pertumbuhan ekonomi yang digenjot pemerintah justru tak terjadi, rakyat tak terurus, yang ada dibiarkan mandiri dalam menghadapi pandemi. Padahal alokasi dana digelontorkan sangat tinggi, namun polemik bantuan sosial begitu buruk. Sehingga tak pernah selesai dalam menangani pandemi.
Beginilah jika berpijak pada sistem kapitalisme, dasar pemasukannya disandarkan pada pajak dan utang. Melemahnya ekonomi membuat pemasukan pajak kian menurun, sehingga utang dijadikan alat tambal sulam. Maka hal yang wajar jika berutang secara besar-besaran dilakukan demi menyelesaikan pandemi dan menggerakkan roda perekonomian.
Dikutip dari sumber.belajar.kemdikbud.go.id, pemasukan APBN merupakan semua penerimaan dalam negeri dan penerimaan lain yang digunakan untuk membiayai belanja negara. Sumbernya ada tiga, yaitu 1). penerimaan perpajakan seperti : A. pajak dalam negeri (pph, PPN, PBB, cukai, dan lainnya. B. Pajak perdagangan internasional seperti : Bea Masuk dan Pajak Impor. 2). Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti penerimaan SDA, Badan Layanan Umum, hasil BUMN. 3). Hibah adalah semua penerimaan nrgara yang berasal dari sumbangan swasta dalam negeri, sumbangan swasta dan pemerintah luar negeri.
Contohnya pada tahun 2020, penerimaan pajak mencapai Rp1.070,0 triliun, kepabeaanan dan cukai Rp212,8 triliun, PNBP Rp338,5 triliun dan hibah Rp12,3 triliun. Sedangkan belanja negara mencapai Rp2.589,9 triliun, sehingga defisit Rp956,3 triliun. (beritasatu.com, 6 Januari 2021)
Kemudian, mengapa negeri yang kaya raya dengan sumber daya alam dari daratan, lautan, hingga perut bumi hanya menghasilkan PNBP sebesar Rp338,5 triliun? Padahal sumber daya alam begitu melimpah ruah.
Penyebabnya karena sistem ekonomi yang diterapkan berbasis kapitalisme. Kebebasan dalam kepemilikan menjadi elemen yang harus dijaga dalam sistem rusak ini. Sehingga setiap individu, baik swasta maupun asing boleh memiliki sumber daya alam yang berlimpah seberapa banyak pun. Pihak yang selama ini mempunyai modal besar dan sanggup menguasai SDA adalah korporasi multinasional. Akibatnya, hegemoni negara adidaya kian melilit di negeri kita tercinta.
Dengan demikian, selama sistem kapitalisme masih menjadi jargon sistem ekonomi negara, APBN akan terus defisit dan utang menjadi solusi satu-satunya untuk menutupi keuangan negara. Inilah yang memicu krisis ekonomi dan membuat negara tak pernah maju. Rakyat pun terus dalam penderitaan.
Sangat berbeda dengan APBN dalam negara Islam. Ia dikelola oleh suatu badan yang disebut Baitul mal. Pengaturannya datang dari Sang Pencipta, sehingga membuat Baitul mal kuat dan stabil. Mengapa APBN negara Islam jarang ditemukan defisit? Karena Baitul mal di bawah pengaturan pemimpin negara (khalifah) yang menerapkan syariat Islam. Jadi, dalam setiap pengambilan kebijakan akan merujuk pada sumber syara yakni Al-Qur’an dan sunah. Walhasil, ulama dan para ahli jadi pijakan. Karena merekalah yang mengerti setiap permasalahannya.
Selain itu, pengaturan kepemilikan dalam pandangan syariat yang jelas dan khas akan menjadikan sumber APBN kuat. Seperti kepemilikan umum yakni tambang, batu bara, air, sungai dan lainnya, haram dikuasai oleh swasta apalagi asing. Jadi yang mengelolanya adalah negara, sehingga hasilnya bisa maksimal diberikan pada rakyat.
Kepemilikan umum ditambah dengan kepemilikan negara berupa fa’i dan kharaj, dan kepemilikan individu berupa zakat, infak, sedekah, menjadikan sumber APBN kian melimpah. Maka tak perlu membebani rakyat dengan pajak, apalagi berutang pada negara kafir harbi (orang-orang nonmuslim yang menyatakan perang terhadap umat Islam).
Khalifah sebagai kepala negara, mempunyai kebijakan pengeluaran yang sangat selektif. Jadi pengeluaran tidak boros dan memahami skala prioritas. Tentu saja, prioritasnya adalah menyelesaikan urusan umat. Tak ada intervensi asing dalam pemilihan khalifah, membuat kebijakannya mandiri bebas dari kemudi korporasi.
Oleh karena itu, patut kaum muslim ketahui bahwa kapitalismelah yang menjadi penyebab utama defisitnya APBN yang mendatangkan terjadinya krisis global. Sedangkan APBN negara dalam kepemimpinan Islam, akan menyelesaikan pandemi serta mengatasi krisis ekonomi dengan cepat. Hasilnya, umat akan menikmati hidup terbebas dari wabah dan sejahtera dalam memenuhi setiap kebutuhannya.
Wallahu a’lam bish shawab
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi