ARJAWINANGUN, fajarsatu – Pembangunan pasar darurat yang merupakan pasar desa yang berada di Desa Jungjang, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon dijaga ketat pihak kepolisian dan TNI.
Sedikitnya ada 200 personil gabungan Polri, TNI, dan Satpol PP Kabupaten Cirebon dikerahkan untuk mengamankan jalannya pembangunan pasar tersebut, Kamis (9/9/2021) sore.
Dari penelusuran media, ternyata ada pro kontra dalam pembangunan pasar tersebut, untuk antisipasi pihak yang tidak diinginkan pihak investor dari pembangunan pasar Jungjang pun mengajukan permohonan ke Polresta Cirebon untuk melakukan pengamanan secara maksimal.
“Pengamanan ini sesuai dengan permohonan dari pihak investor yang akan melaksanakan pembangunan pasar darurat di pasar Jungjang Arjawinangun. Kita sudah koordinasi, tentang perizinan semua sudah lengkap, kita juga sudah minta penjelasan dari Dinas perizinan. Dan semua perizinannya lengkap, sehingga, kita wajib mengamankan jalannya pembangunan ini,” kata Kabag Ops Polresta Cirebon, Kompol Purnama.
Purnama pun mengakui kalau ada masyarakat yang kontra dengan pembangunan tersebut sehingga harus diberikan penjelasan kepada para pedagang.
“Ada yang tidak puas, saya sudah jelaskan dan akhirnya saat kami jelaskan mereka paham dan meninggalkan lokasi,” pungkasnya.
Sementara, pengacara dari Pemerintah Desa Jungjang, Hasan Bisri menyampaikan, kalau pihaknya dari Pemerintah Desa dengan PT Dumib selaku investor sudah melengkapi perizinannya sesuai dengan aturan yang ada. Sehingga, sudah seharusnya dibangun pasar darurat.
“Kita dari pihak Desa dan PT Dumib itu sudah sesuai aturan yang ada. Kalau ada yang kontra dan tidak setuju hal wajar, kami gak tahu kepentingan mereka apa. Kalau kami untuk kesejahterahan pedagang,” katanya.
Di tempat terpisah, salah satu pedagang yang bernama H. Ajid menyampaikan, pihaknya setuju dengan adanya pembangunan pasar darurat, asalkan prosedurnya harus ditempuh. Ia menilai banyak aturan yang dilanggar oleh pemerintah desa dan PT Dumib.
“Kalau prosedurnya ditempuh dengan benar, ya saya setuju. Tapi ini kayaknya komitmen yang sudah disepakati bersama ditabrak. Kita ingin menunda pembangunan itu, sampai dengan adanya kesepakatan bersama antar muspika, pemdes, BPD, dan pedagang. Ini seperti melanggar kesepakan,” pungkasnya. (dan)