Oleh: Sujilah
(Pegiat Literasi)
SETELAH hampir dua tahun pandemi, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan salah satunya meliburkan aktivitas tatap muka seluruh lembaga pendidikan sebagai upaya untuk pencegahan penularan virus corona, terus dilanjutkan dengan PPKM yang berlevel-level.
Dengan masuknya Kabupaten Bandung ke PPKM level 3, maka ada sejumlah pelonggaran kebijakan dan aturan pembatasan mobilitas masyarakat. Salah satunya diizinkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan syarat maksimal siswa 50 persen, kemudian kafe boleh buka dengan kapasitas 25 persen dengan makan 30 menit, mal dan pusat pembelajaran dibuka dengan kapasitas 50 persen. Dan khusus tempat wisata pada PPKM level 3 belum boleh buka (PrfmNews.id 24/8/2021).
Dengan berbagai kebijakan ini sebenarnya banyak rakyat masih bersikap tak peduli dan ragu-ragu, tapi ada juga yang menyambutnya dengan senang dan gembira, khususnya dari kalangan orangtua, anak didik dan pihak sekolah yang lelah dengan metode daring, tapi di sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi terciptanya klaster Covid-19 di sekolah.
Dikarenakan realisasi vaksinasi belum menyentuh semua kalangan, khususnya anak-anak usia 13 tahun ke bawah, menjadi alasan kekhawatiran para orangtua, mengikutkan putra-putrinya untuk sekolah secara tatap muka. Apakah pemerintah sudah benar-benar siap dengan program PTM?
Sejatinya pelaksanaan PTM berdasarkan level PPKM adalah tidak tepat, karena level dalam PPKM ditentukan berdasarkan jumlah transmisi suatu wilayah yang dibagi dengan tingkat kapasitas respon yang dimiliki. Misal level 1, menunjukkan angka kasus konfirmasi positif kurang dari 20 orang dari 100 ribu penduduk.
Level 2, yaitu konfirmasi kasus positif 50 orang, level 3, konfirmasi positif antara 50-100 orang, level 4, konfirmasi positif lebih dari 150 orang per 100 ribu penduduk. Serta sudah dilakukan vaksinasi kepada guru dan para pelajar seluruhnya, baru bisa melakukan pembelajaran tatap muka.
Untuk persiapan PTM, sekolah membuat aturan dengan selalu menjaga prokes, dan para pengajar juga tetap memakai masker, kehadiran siswa dibuat 2 shift untuk menghindari kerumunan dan tidak ada istirahat.
Penyelenggaraan tatap muka terbatas di masa pandemi ini membutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah, pihak sekolah, siswa maupun orangtua murid. Terutama dalam memberikan edukasi dan informasi tentang persiapan pelaksanaan PTM, dihimbau untuk mematuhi prokes selama kegiatan PTM berlangsung dan anak-anak dalam keadaan sehat.
Kebijakan yang diambil pemerintah seharusnya melalui pertimbangan yang matang, tepat dan jangan gegabah. Sebab keselamatan rakyat yang harus diprioritaskan. Pemerintah seharusnya mengambil pelajaran dari kebijakan-kebijakan sebelumnya yang sampai sekarang selalu rakyatlah menjadi korban, apalagi sistem pendidikan yang ditegakkan berdasarkan sekularisme-kapitalisme.
Sistem inilah yang menjauhkan antara pemisahan agama dan kehidupan, hanya mengejar kurikulum dan akreditasi sekolah, tanpa ukuran jelas apakah anak didiknya paham atau tidak dengan materi yang disampaikan kepada peserta didik.
Berbeda sekali kalau dalam pandangan Islam, negaralah yang bertanggung jawab untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, metode pengajarannya dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw; ” Al-imam (khalifah/kepala negara) adalah raa’in (pemelihara dan pengurus) rakyat. Dan ia akan dimintai pertanggung jawabannya atas urusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan kebutuhan pokok sarana pendidikan yang bersifat pokok, yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan sehingga sesuai dengan kerangka pikir, kreatif dan produktif.
Sarana pendidikan itu bisa berupa buku-buku pelajaran sekolah, perpustakaan, toko-toko buku, laboratorium, diskusi, komputer, internet dan lain sebagainya. Dengan sarana di atas pendidikan akan maju dan akan mencerdaskan umat, semua ini menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Seperti negara harus:
Pertama, membangun banyak perpustakaan umum, laboratorium dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah. Jadi dengan sarana ini bisa memudahkan para siswa untuk melakukan berbagai kegiatan atau penelitian dalam berbagai ilmu agama maupun ilmu umum.
Kedua, mendorong didirikannya toko-toko buku dan perpustakaan pribadi serta disediakannya ruangan khusus untuk kajian dan diskusi. jika perlu negara menyediakan asrama, pelayanan kesehatan siswa, beasiswa bulanan yang bisa membantu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Semua ini agar para siswa belajar dengan sungguh-sungguh dan terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya cipta.
Ketiga, menyediakan sarana pendidikan seperti komputer, dan informasi lainnya. Keempat, mengizinkan masyarakat untuk menerbitkan buku, atau literasi yang dikirimkan ke Media, jadi bisa dibaca dan diambil manfaatnya.
Kelima, melarang jual beli dan ekspor-impor buku, surat kabar atau media yang memuat gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam atau vidio porno.
Keenam, memberikan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang suatu tulisan yang bertentangan dengan Islam.
Negara dalam sistem berasaskan Islam akan memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara muslim maupun non muslim tanpa terkecuali, untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Demikian juga kesejahteraan dan gaji para guru juga diperhatikan oleh negara, yang diambil dari kas baitulmal.
Sebagaimana yang pernah dicatat tinta sejarah dalam masa khalifah Muntahsir Billah di kota Baghdad, yaitu dengan mendirikan Madrasah Al-Muntashiriah dimana setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupannya juga dijamin setiap harinya oleh negara. Fasilitas yang menyangkut sekolah juga disediakan. Tidak ketinggalan asrama siswa, perumahan staf pengajar, pelayan, dijamin penuh.
Pendidikan memang kebutuhan yang mendasar, tetapi kesehatan juga tidak kalah penting dalam masa pandemi sekarang, jadi harus diutamakan juga. Islam memiliki mekanisme atasi wabah secara tepat hingga tidak perlu muncul beragam kebijakan parsial semisal PSBB atau PPKM tapi dengan melakukan kebijakan karantina wilayah (lockdown).
Lalu menerapkan 3T dan mensuplai semua kebutuhan masyarakat secara optimal dari mulai obat, pelayanan rumah sakit dan kebutuhan pokok lainnya Dengan cara lockdown inilah virus akan terlokalisasi dan rakyat terjamin kesehatannya karena tidak ada pergerakan antar wilayah.
Maka hanya dalam sistem Islam, yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan dalam pembelajaran dan pendidikan kepada masyarakat yang didasari dengan tanggung jawabnya sebagai pengurus dan pemelihara, terutama dalam pelayanan atau perhatiannya terhadap ilmu dan yang mencari ilmu.
Semoga generasi-generasi di masa pandemi ini menjadi orang yang berakhlak baik, berkepribadian Islam, menguasai ilmu-ilmu, dan menjadi sumber daya manusia yang unggul yang akan menerapkan syariat Islam.
Wallahu A’lam bishshowab
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi