Oleh: Ummu Rasyidah
(Pemerhati Masalah Sosial)
DERITA rakyat di negeri ini seolah tidak berujung. Berbagai permasalahan hidup kian menumpuk. Hal ini membuat para seniman jalanan atau pelukis mural mencurahkan nada kegelisahan, keresahan, dan kemarahannya melalui goresan di setiap tembok kota.
Inilah salah satu cara yang dimiliki muralis untuk menyampaikan keluh kesah atas ketidakpuasan rakyat terhadap penguasa.
Namun alih-alih mendapatkan perhatian, penguasa malah berupaya membungkam suara-suara kritis dari rakyat. Terbukti telah banyak mural kritis yang dihapus oleh aparat, salah satunya mural mirip wajah Joko Widodo, namun pada bagian matanya ditutupi dengan tulisan 404 Not Found dan berlatar merah yang tergambar di sekitar wilayah Batuceper, Kota Tangerang.
Saat dikonfirmasi, Kapolsek Batuceper, AKP David Purba menuturkan pihaknya masih terus memburu, melakukan pencarian, dan penyelidikan terkait peristiwa tersebut. (kompas.com, 15/8/2021).
Sangat kontras perlakuan penguasa terhadap kasus orang-orang yang menghina Islam dan ajarannya, seperti yang dilakukan oleh Abu Janda, Joseph Paul Zhang, dan yang lainnya. Meski sebagian kalangan umat Islam telah melaporkan perbuatan mereka kepada pihak berwajib, sampai saat ini belum ada yang diproses hukum, hingga tidak jelas penyelesaiannya.
Hal ini semakin jelas bahwa hukum di negeri ini bersifat diskriminatif. Demokrasi hanya memberi ruang kebebasan berpendapat dan mengkritik bila tidak mengganggu kelangsungan kursi penguasa dan tidak mengancam eksistensi ideologi Kapitalisme.
Meski sebuah kebenaran yang disampaikan namun akan dikriminalisasi bila mengganggu kenyamanan kursi rezim. Begitulah dalam sistem kapitalisme sekular, politik adalah kekuasaan untuk kepentingan para kapitalis, bukan untuk kemaslahatan rakyat.
Berbeda dengan Islam. Dalam Islam, muhasabah atau kritik terhadap penguasa merupakan bagian dari syariat Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: “Ada seorang laki-laki mendatangi Rasul, seraya bertanya, ‘Jihad apa yang paling utama? Rasulullah Saw. menjawab, ‘ Kalimat hak (kebenaran) yang disampaikan kepada penguasa yang zalim.“
Pada masa peradaban Islam di bawah naungan Khilafah Islamiyah, budaya muhasabah atau kritik terhadap penguasa senantiasa dijaga.
Para Khalifah adalah contoh terbaik dalam menjaga budaya kritik, sebagaimana yang dilakukan Khalifah Abu Bakar ra. ketika dibaiat menggantikan Rasulullah Saw., meminta rakyat untuk mengkritiknya. Demikian juga yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab ra. dan para khalifah selanjutnya. Mereka mendorong, mengapresiasi rakyatnya untuk melakukan kritik. Karena dengan muhasabah, tegaknya Islam dalam negara akan terjaga dan membawa keberkahan.
Dalam pandangan Islam, politik negara adalah meriayah/ mengatur urusan umat berdasarkan syariat Allah Swt.Khalifah sebagai pelaksananya adalah manusia yang tidak luput dari salah dan lupa. Karenanya dibutuhkan kritik sebagai standar optimalisasi kinerja Khalifah.
Dengan demikian, kritik umat terhadap penguasa adalah sunah Rasul dan tabiat dalam islam, bentuk rasa cinta rakyat terhadap pemimpin agar tak tergelincir pada keharaman yang dimurkai Allah Swt.
Wallahu a’lam bishawab.
Catatan: isi di luar tanggung jawab redaksi