Oleh: Ruri R
(Pegiat Dakwah)
PENATAAN pembangunan suatu wilayah yang tepat dan benar merupakan tanggung jawab penuh pemerintah baik pusat atau daerah, dimana pengelolaannya harus sesuai dengan kebutuhan dan tujuan.
Pembangunan dan pengelolaan pasar, baik pasar modern maupun pasar tradisional haruslah bisa disesuaikan dengan taraf perekonomian para pedagang dan juga pembeli. Sehingga mereka bisa menjalankan kegiatan ekonomi dengan tenang dan nyaman. Namun berbeda halnya dengan kondisi saat ini, ada di beberapa wilayah Kabupaten Bandung terjadi permasalahan seputar lingkungan pasar tradisional, di antaranya mengenai persewaan lapak/kios yang cukup tinggi sehingga aktivitasnya terhenti.
Bupati Jawa Barat H. Dadang Supriatna meminta kepada Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Dicky Wahyudi untuk fokus terhadap revitalisasi pasar tradisional Kabupaten Bandung, juga harus menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan pasar tersebut di sela pelantikannya, Jurnalsoreang, Rabu (1/9/2021).
Pasar-pasar tradisional yang harus direvitalisasi antara lain pasar Majalaya, Baleendah, Banjaran, dan Pasar Pangalengan. Dalam revitalisasi tersebut, permasalahan terkait lahan dan bangunan serta pola kerjasama yang dilakukan harus clear and clean terlebih dulu sebelum memulai pembangunan fisiknya, dan harus berdasarkan Pemendagri No.19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Masih dari Iaman yang sama, menurut Dicky, berhubung pandemi masih berlangsung saat ini maka sasaran utama yang harus dipulihkan adalah masalah perekonomian yang sebelumnya sempat terpuruk dari sektor perindustrian dan perdagangan, baik industri kecil menengah (IKM) juga industri agro dan non agro yang harus diperdayakan, agar bisa berdaya saing dan tumbuh kembali menjadi sektor industri yang handal sesuai dengan visi misinya Pak Bupati Bandung.
Maksud dari revitalisasi pasar disini adalah mendorong percepatan pembangunan, khususnya di bidang perdagangan. Hal tersebut merupakan salah satu program yang dicanangkan pemerintah daerah dalam menangani ekonomi yang sedang terpuruk saat ini.
Upaya pemerintah daerah tersebut tidaklah berpotensi dalam kemajuan yang signifikan. Revitalisasi pasar yang dicanangkan apakah memang benar untuk kemajuan perekonomian rakyat atau hanya alih-alih mereka saja karena faktanya saat ini banyak pasar yang terbengkalai.
Program ini sejatinya pengalihan pengelolaan pasar daerah kepada kaum pemodal (contoh: Pasar Pangalengan) karena sampai saat ini proyeknya masih mangkrak. Di sisi lain, para pedagang sudah dibayang-bayangi harus menebus kembali kios dengan harga tinggi. Tentunya memberatkan pedagang apalagi kondisi yang semakin rendah daya beli masyarakat. Jelaslah, revitalisasi ala kapitalis dalam hal ini tidak untuk mensejahterakan atau memajukan usaha rakyat melainkan memajukan ekonomi pemodal/pengusaha.
Seharusnya jika memang revitalisasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas kenyamanan pasar, juga untuk menggeliatkan ekonomi rakyat di masa pandemi ini, semestinya pengelolaan dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai raiin, yang jelas-jelas berkarakter mencari untung untuk kepentingan pedagang.
Hal tersebut hanya bisa terjadi di sistem yang di emban saat ini, yaitu kapitalis sekular, sistem yang menganut kebebasan untuk berkuasa. Tentunya hanya para pemilik modal yang bisa berkuasa dan bisa membuat aturan sendiri, sementara negara/pemerintah duduk manis menunggu fee setelah memberi regulasi.
Berbeda dengan Islam, yang bisa menyelesaikan semua problem kehidupan umat sampai tuntas termasuk permasalahan perekonomian. Islam memiliki aturan yang paripurna dalam mengatur kehidupan umatnya dalam semua bidang. Melalui naungan daulah khilafahlah seorang pemimpin (khalifah) akan bertanggung jawab penuh atas keberlangsungan hidup umatnya dengan menerapkan syari’at Islam.
Pengelolaan pasar yang diatur oleh negara dalam sistem Islam memiliki mekanisme jelas dan tegas, semata-mata tanggung jawabnya sebagai raain. Negara akan memudahkan kegiatan perekonomian masyarakat, meringankan aktivitas kerja mereka dan memperlancar distribusi pemenuhan kebutuhan rakyat. Semuanya akan dibiayai dari kas negara (baitulmal), dan negara tidak akan membiarkan pihak asing/swasta menguasai urusan publik tanpa kontrol pusat terlebih berlaku curang untuk kepentingan pribadi.
Rasulullah saw. bersabda:
“Setiap pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Islam dan syariatnya adalah solusi atas semua masalah umat. Baik dalam ibadah atau muamalah. Praktik kecurangan, intervensi, dan yang lain-lain yang menzalimi hak-hak publik akan diatasi oleh negara dalam institusi Islam. Maka itu, masyarakat harus kembali kepada Islam secara kaffah yang jelas-jelas bisa mensejahterakan kehidupan dan umat bisa menjalani aktivitasnya dengan tenang dan nyaman.
Firman Allah swt:
“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin” (TQS an-Nisa [4]:141).
Wallahu a’lam bishshawab.
Catatan: isi di luar jawab redaksi