MAJALENGKA, fajarsatu.- Puluhan Kelompok Jurnalis Majalengka Membara (Kejam) turun ke jalanan. Mereka mendatangi gedung DPRD dan Pendopo Majalengka, Kamis pagi (26/09/2019).
Mereka menolak disahkannya Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengebiri kebebasan pers.
Para jurnalis ini melakukan aksi tutup mulut dan melakukan teatrikal.
Kordinator aksi, Andi Ajiz Muhtarom menjelaskan, aksi puluhan wartawan dari berbagai media dan organisasi tersebut merupakan bentuk protes terhadap revisi rancangan KUHP yang dinilai mengekang kebebasan pers.
“Kita sepakat aksi dengan cara tutup mulut. Serta aksi teatrikal. Tuntutannya menolak adanya RKUHP,” ungkapnya.
Ajis menambahkan, pihaknya membatasi persoalan tuntutan. Aksi tersebut fokus untuk mengkritisi isu RKUHP.
“Aksi kami tidak melebar kemana-mana. Kami fokus mengkritisi soal RKUHP,” ungkapnya.
Ketua PWI Kabupaten Majalengka, Jejep Falahul Alam mengatakan, RKUHP menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers jika sampai disahkan.
Karena banyak pasal-pasal yang dianggapnya bermasalah bagi kerja pers. Misalnya pasal-pasal berkaitan dengan penghinaan yang tafsirnya bisa disalahartikan dari maksud mengkritik.
“Contoh yang paling banyak itu kan pasal penghinaan, nanti antara mengkritik dan menghina garis batasnya sangat tipis,” katanya.
Jejep menambahkan, contoh konten kritik yang dipersepsikan menjadi penghinaan, misalnya pada sampul majalah Tempo yang memberi bayangan pinokio pada potret Presiden Joko Widodo.
Bila pasal dalam RKUHP itu disahkan, maka dapat melegitimasi kritik menjadi penghinaan sehingga dapat dipidana.
“Kasus Majalah Tempo misalnya, antara menghina dan mengkritik kan dianggap menghina karena pakai pinokio, padahal beritanya mengkritik, gak ada bahasa yang menurunkan Jokowi atau apapun,” ujarnya.
Pihaknya menilai bahwa pasal-pasal itu pun bisa tumpang tindih dengan undang-undang pers yang sudah berlaku.
“Ada 10 poin pasal yang itu sangat merugikan pers. Jadi kami menolaknya,” tandasnya. (FS-8)