KEJAKSAN, fajarsatu – Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) melaksanakan Sosialisasi Perpres No. 87/2026 tentang Stuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang berlangsung di Hotel Luxton, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Senin (27/9/2021).
Hadir dalam acara tersebut, Sekretaris Saber Pungli Irjen Pol Agung Makbul, Wali Kota Cirebon H. Nashrudin Azis, Ketua Masyarakat Anti Pungli (MAPI) Endang Agustian, Sekda Kota Cirebon H. Agus Mulyadi, Kapolres Cirebon Kota, AKBP M. Fahri Siregar, Kepala UPP Saber Pumngli Kota Cirebon Kompol Ahmat Troy Aprio dan undangan lainnya.
Usai kegiatan, Sekretaris Saber Pungli Irjen Pol Agung Makbul menjelaskan Saber Pungli ini dibentuk pada 2014 dengan sasarannya oknum masyarakat dan pelayan publik yang masih melakukan pungutan kepada masyarakat dengan jumlah yang memang kecil.
Sehingga, lanjut Agung, untuk memberantas pungli khususnya pada pelayanan publik, Presiden Joko Widodo membentuk Satgas Saber Pumgli.
“Pungli itu nilainya kecila mulai dari Rp 20 ribu Hingga Rp 100 ribu. Beda dengan korupsi yang nilai sangat besar yang penanganannya dilakukan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Namun demikian, kami juga sudah banyak melakukan pencegahan hingga OTT,” kata Agung.
Dijelaskan Agung, pungli itu terjadi dalam kehidupan masyarakat mulai dari kelahiran sampai kematian. Ia mengaku, untuk di Kota Cirebon, dirinya belum mendapatkan laporan kasus pungli.
“Untuk pencegahan dan pelaporan, telah ada Masyarakat Anti Punglik (Mapi) di Kota Cirebon yang berlokasinya di Jalan Kapten Samadikun, sehingga jika ada masyarakat korban pungli bisa lapor ke posko tersebut, baik masalah perizinan, sertifikat, pelayanan publik, termasuk dalam pembuatan SIM,” ungkapnya.
Sementara, Wali Kota Cirebon, H. Nashrudin Azis mengatakan, untuk meminimalisir terjadinya pungli harus memangkas birokrasi dan mempercepat proses administrasi pelayanan kepada masyarakat. Sehingga terjadinya pungutan liar (pungli) dapat dihindari.
Terjadinya pungli, kata Azis, karena adanya persetujuan dari kedua belah pihak, baik dari masyarakat yang menginginkan pengurusan dokumen pribadinya dipercepat dan disetujui oleh penyelenggara pemerintahan.
“Contoh jika masyarakat ingin mendapatkan surat keterangan yang dibutuhkan dan minta disegerakan. Sehingga muncullah pungli. Ini karena kedua belah pihak menyetujui,” ujarnya.
Lanjut Azis, pemangkasan birokrasi dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat mutlak dibutuhkan dengan mempersingkat Standar Operasional Prosedur (SOP) tapi tetap sesuai aturan.
Selain pelayan publik, menurutnya, masyarakat juga harus memiliki kesadaran untuk bersedia meluangkan waktu mengurus sendiri kepentingan mereka dan tidak menggunakan jasa pihak ketiga untuk mengurus berbagai dokumen yang mereka butuhkan.
“Saya sering mendengar keluhan masyarakat yang dokumen pribadi, seperti pembuatan KTP, Kartu Keluarga dan sebagainya biayanya halal. Malah ada masyarakat yang berani membayar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu untuk pengurusan salah satu dokumen kependudukan,” kata Azis.
Tapi ternyata, ungkap Azis, warga tersebut menyuruh jasa orang orang lain, sehingga mereka harus membayar lebih besar.
Terkait dengan kegiatan sosialisasi yang digelar oleh Satgas Saber Pungli Kemenko Polhukam RI, Azis sangat menyambut baik. Ia berharap, melalui sosialisasi ini masing-masing pihak sadar peran dan fungsinya masing-masing sehingga dapat menghindari terjadinya pungli. (irgun)