CIREBON – Dalam momentum Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cirebon meminta pemerintah pusat intervensi terhadap kesejahteraan profesi wartawan.
Selain itu, pemerintah juga harus memproteksi profesi wartawan dari oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Sebab yang terjadi saat ini, banyak orang tiba-tiba mengaku dirinya wartawan hanya berbekal kartu dari percetakan bertuliskan pers.
Padahal, mereka tidak pernah mengikuti pendidikan jurnalistik. Dampaknya, perbuatan mereka sangat meresahkan masyarakat dan citra wartawan di mata publik menjadi buruk. Karena, dengan modal kartu pers, oknum-oknum tersebut mencari-cari kesalahan siapa pun yang menjadi obyeknya, mengintimidasi dengan pemberitaan lalu berujung pada pemerasan.
“Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Harus sudah mulai ditertibkan. Pemerintah harus membuat regulasi memproteksi profesi wartawan. Ada aturan main bagaimana seseorang bisa menjadi wartawan. Tujuannya, agar profesi yang mengedepankan kerja intelektual ini terjaga,” tutur Ketua PWI Cirebon, Muhammad Alif Santosa, Selasa (8/2/2022).
Momentum HPN 2022, menurutnya sebagai ajang menyampaikan aspirasi wartawan. Ada tiga poin yang menurutnya sangat penting didengar pemerintah. Pertama mengenai kesejahteraan sebagai profesional, kedua soal proteksi profesi wartawan, ketiga jaminan kesehatan.
“Tiga poin itu merupakan aspirasi yang kami terima dari teman-teman wartawan baik cetak, surat kabar, radio, televisi dan platform digital. Bahkan yang menyedihkan, banyak teman-teman kita yang terpaksa banting setir dari profesinya karena tidak mendapatkan upah yang layak,” kata Alif.
Bukan hanya itu, banyak pula wartawan yang putus kontrak bahkan dikeluarkan dari perusahaannya karena tidak sanggup membayar upah. Ia menyadari, dunia saat ini sedang berada dalam pasar bebas yang dipicu terjadinya transformasi digital.
Di tengah arus disrupsi itu, tidak sedikit perusahaan pers yang tumbang ditambah hantaman gelombang pandemi Covid-19.
Karenanya, dengan situasi tersebut, PWI Cirebon yang mengusung tema “Kemanusian Melampaui Berita” pada momentum Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2022, meminta Presiden Joko Widodo mengapresiasi profesi wartawan dengan memberikan tunjangan sertifikasi profesi agar wartawan benar-benar bekerja secara profesional.
“Profesional itu mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Karena profesional itu memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sesuai kompetensinya. Kami cemburu dengan profesi-profesi lain di negeri ini yang mendapat tunjangan sertifikasi dari negara di luar statusnya sebagai PNS atau pun bukan PNS,” katanya.
Tak hanya itu, mereka yang sudah mendapat tunjangan sertifikasi dari negara, juga mendapat gaji bulanan dan juga tambahan gaji ke-13, ke-14 dan pendapatan lainnya.
“Sedangkan wartawan, sampai saat ini tidak ada standar gaji bagi wartawan. Padahal, wartawan selama ini dielu-elukan sebagai profesi yang luar biasa. Pilar keempat demokrasi. Pejuang teks. Berperan aktif dalam kemerdekaan Indonesia, menjaga kebhinekaan dan tidak pernah berhenti untuk berjuang. Namun, kami prihatin karena tidak ada standar gaji bagi wartawan,” tutur Alif yang sudah 20 tahun menggeluti profesi wartawan.
Ia mengakui memang ada beberapa perusahaan pers di Indonesia yang mampu membayar wartawan secara profesional. Namun jumlahnya hanya sedikit. Dan ketika wartawan masuk ke dalam dunia digital, seperti menyelam di lautan dalam. Berbeda dimensi. Berbeda pola. Berbeda kaidah. Platform digital tidak sama dengan kaidah jurnalistik yang selama ini dianut pers nasional.
“Platform digital itu berburu traffic. Berburu kata kunci. Kaidah-kaidah jurnalistik seperti tidak terpakai. Dan tidak ada standar gaji. Kita serasa di pasar bebas. Akhirnya, persaingan tidak sehat,” pungkasnya. (yus)