Oleh: Syamsudin Kadir
(Peserta Training Intisab I HIMA Angkatan I)
ORGANISASI mahasiswa adalah salah satu elemen penting dalam perjalanan sebuah bangsa dan negara, tak terkecuali di Indonesia. Peran dan kontribusi mahasiswa dalam pentas sejarah negeri ini tergolong membanggakan. Dari sebelum kemerdekaan, masa kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan peranan mahasiswa Indonesia cukup penting. Mereka menjadi elemen yang menggerakkan arah jarum sejarah, sehingga negeri ini masih berdiri kokoh hingga kini.
Secara khusus pada era 1990-an, organisasi mahasiswa di berbagai perguruan tinggi melakukan berbagai konsolidasi untuk menyamakan persepsi tentang arah bangun Indonesia baru yang selama sekian tahun kala itu dianggap berjalan di tempat bahkan mundur ke belakang. Konsolidasi semacam itu pun bagai magnet yang menarik seluruh energi kebaikan dalam satu nafas yang sama yaitu reformasi Indonesia. Mereka bersama berbagai elemen non mahasiswa pun, pada Mei 1998, sukses menyudahi kepemimpinan Soeharto yang sudah berkuasa 30-an tahun lebih.
Sejak lama dan ditambah lagi dengan peranan mahasiswa pada reformasi 1998 tersebut membuat mahasiswa semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat. Berbagai aksi mahasiswa sebagai respon atas berbagai kebijakan yang dihadirkan oleh rezim yang berkuasa pun semakin mengokohkan sebuah adigium bahwa mahasiswa adalah darah yang selalu mengalir dalam tubuh negeri ini. Tanpa mahasiswa Indonesia bagaimana manusia tanpa darah. Sehingga kehadiran mahasiswa di berbagai momentum selalu dinantikan.
Walau belakangan ini keberadaan organisasi mahasiswa kerap ditepikan, namun hal itu tidak membuat lakon mahasiswa di berbagai momentum perubahan dihapus begitu saja dari lapak sejarah bangsa ini. Betul bahwa kritik pada organisasi mahasiswa selalu ada, itu sangat wajar bahkan pada sisi tertentu sangat diperlukan. Sebab mahasiswa tidak hidup dan bergerak di langit, tapi mereka manusia biasa yang sehari-hari hidup dan bergerak bersama masyarakat.
Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (HIMA PUI) merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang lahir pasca reformasi. Walau begitu, embrio elemen muda PUI di perguruan tinggi ini sejatinya sudah ada sejak lama, bahkan sejak PUI disahkan pada 21 Desember 1917 silam. Namun demikian, pembentukan secara resmi sebagai sebuah organisasi baru dilakukan pada tahun 2004 silam. Kala itu digawangi oleh aktivis mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jojo Sutisna dan kawan-kawannya mendeklarasikan berdiri dan terbentuknya HIMA PUI.
Usia HIMA PUI kini sudah berusia 18 tahun. Saya tergolong generasi angkatan pertama HIMA PUI. Kala itu saya dan kawan-kawan mengikuti Training Intisab I di Bogor-Jawa Barat. Perjalanan belasan tahun menjadi pelajaran dan momentum untuk mematangkan infrastruktur konseptual organisasi dari pedoman berorganisasi hingga platform yang menjadi ciri khas dan falsafah pergerakannya. Dalam konteks ke depan, HIMA PUI mesti menjaga dan memastikan peran dan kontribusinya bagi umat dan bangsa semakin diperhitungkan. Ia juga mesti menjadi penyumbang terbaik bagi kaderisasi dan regenerasi PUI.
Untuk itu, HIMA PUI perlu menyadari dan memahami beberapa hal penting, pertama, HIMA PUI adalah organisasi mahasiswa Islam. Dengan demikian, nafas dan ruh yang menyelimuti perjalanan organisasi dan pergerakan HIMA PUI adalah Islam. Nilai dan prinsip Islam yang universal, sempurna, dan wasathiyyah atau tengahan menjadi basis HIMA PUI dalam melangkah dan menggerakkan roda organisasi. Dengan begitu, kajian keislaman mesti menjadi rutinitas sekaligus tradisi yang terjaga di HIMA PUI.
Kedua, HIMA PUI adalah organisasi mahasiswa PUI. Hal ini perlu dipertegas agar HIMA PUI tetap dalam koridor keluarga besar PUI. HIMA PUI tidak lahir di ruang kosong, sebab ia dilahirkan oleh PUI sebagai induk atau rahimnya. Kehadiran HIMA PUI merupakan sebuah keniscayaan bagi kaderisasi dan regenerasi PUI sebagai organisasi berbasis massa Islam tertua di Indonesia. Maka ideologisasi dan peranan HIMA PUI dalam skala keumatan dan kebangsaan merupakan bagian tak terpisahkan dari PUI yang berbasis pada al-Intisab dan al-Ishlah at-Tsamaniyyah (delapan konsep dan strategi perbaikan).
Ketiga, HIMA PUI adalah organisasi mahasiswa Indonesia. Kesadaran bahwa HIMA PUI sebagai organisasi mahasiswa Indonesia perlu diaktivasi agar HIMA PUI tidak kehilangan jejak dalam lapak pergerakan kebangsaan. Para toko pendiri PUI merupakan pemimpin umat sekaligus pemimpin bangsa. Mereka adalah KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi dan Mr. R. Syamsuddin. Mata rantai peran dan kontribusi para tokoh itu mesti dijaga dan dilanjutkan oleh generasi baru PUI termasuk HIMA PUI. Bahwa kehadiran HIMA PUI juga sebagai laboratorium kaderisasi para pemimpin umat dan bangsa.
Kita tentu sangat mengapresiasi PW HIMA PUI Jawa Barat yang melaksanakan Training Intisab I (TI I) Akbar yang diikuti oleh sekitar 60-an peserta mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Barat pada 25-27 Februari 2022 lalu di Sumedang-Jawa Barat. Untuk menjaga ritme dan semangat pergerakannya, kita perlu mengingatkan agar HIMA PUI memahami dan menjaga ciri khasnya sebagai organisasi mahasiswa, yaitu bermoral, berintelektual dan responsif pada berbagai isu keumatan dan kebangsaan.
Dengan begitu, HIMA PUI terus mematangkan organisasinya dalam melakukan kaderisasi, sehingga kualitas kadernya patut diperhitungkan dan mampu mengemban amanah besar di level internal PUI dan di level kebangsaan sebagai pemimpin atau penentu perubahan dan perbaikan masyarakat.
Sungguh, sejarah pergerakan mahasiswa selama sekian dekade adalah tempat HIMA PUI berkaca bagaimana seharusnya berperan dan berkontribusi. Singkatnya, dengan segala hambatan dan peluang yang dihadapinya, kita semua menanti kontribusi HIMA PUI, terutama HIMA PUI Jawa Barat. Sungguh, kompas sejarah masih bersama HIMA PUI, maka jangan sekali-kali menitipkan tinta sejarah kepada siapapun! (*)