CIREBON – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 rencananya akan digelar pada November 2024. Namun di sejumlah daerah menjelang Pilkada tersebut akan terjadi adanya kekosongan jabatan kepala daerah karena habisnya masa periodesasi masa jabatan.
Sedikitnya ada 101 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 yang terdiri dari 7 gubernur, 18 wali kota, dan 76 bupati.
Ada pula 170 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2023 yang terdiri dari 17 gubernur, 38 wali kota dan 115 bupati, sehingga total ada 271 kepala daerah (kepda) yang akan berakhir jabatannya selama periode 2022-2023.
Kepala daerah yang masa jabatannya habis sebelum Pilkada Serentak 2024 akan digantikan oleh penjabat (PJ) seperti tertuang dalam UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 201 poin 9.
Penjabat gubernur nantinya akan diusulkan Menteri Dalam Negeri kepada Presiden dengan kriteria Aparatur Sipil Negara (ASN) pejabat tinggi madya atau setara eselon I, sedangkan penjabat bupati/wali kota akan diusulkan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan kriteria ASN pejabat tinggi pratama atau setara eselon II.
Menanggapi kekosongan kepala daerah menjelang Pilkada 2024 ini, Guru Besar IAIN Syech Nurjati, Prof. Dr. H. Sugianto, SH, MH mengatakan, pemerintah melalui menteri dalam negeri dalam hal pengisian jabatan kepala daerah seperti gubernur, bupati atau walikota yang kosong karena habis masa baktinya.
Untuk penunjukan penjabat (PJ), kata Sugianto, sebaiknya harus profesional dan tidak tumpang tindih harus dinonaktipkan salah satunya sehingga tidak terjadi rangkap jabatan.
Lanjutnya, pada 2022 saja ada sekitar 101 posisi kepala daerah kosong, sedangkan pada 2023 ada 170 jabatan kepala daerah juga kosong sehingga total ada 271 kepala daerah yang akan berakhir jabatannya karena periodesasinya habis.
“Saya menyarankan kepada Menteri Dalam Negeri, Prof. Dr. H. Jend (Purn) Tito Karnavian untuk melakukan seleksi ketat, tidak asal tunjuk,” kata Sugianto kepada fajarsatu.com, Minggu (15/5/2022).
Ia menambahkan, bila perlu dipersiapkan dibuka secara open bidding layaknya dalam rekruitmen posisi jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama atau JPT Madya, karena Kedudukan PJ dari unsur Aparatus Sipil Negara (ASN).
Posisi kepala daerah gubernur, bupati/walikota itu jabatan politis dan bila rangkap jabatan, dirinya meyakini, tidak akan konsen memimpin pemerintahan daerah provinsi, kabupaten atau kota.
“Saya sarankan harus melepaskan salah satu jabatan tersebut, sebab bila tetap dipaksakan rangkap jabatan hanya jalan di tempat,” ujar pakar Hukum Tata Negara dan Otonomi Daerah (Otda) ini.
Dikatakan Sugianto, banyak posisi kepala daerah yang kosong pada 2022 menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 harus konsen sebagai kepala Daerah dengan posisi strategis sebagai jabatan politis .
“Sebaiknya unsur ASN tidak harus dari birokrat pemerintah, saya kira bisa dari unsur akademisi selama sebagai PNS dan memenuhi syarat UU No. 5 Tahun 2014,” kata Sugianto.
Lanjutnya, kekosongan jabatan kepala daerah sesuai amanat UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota harus dilaksanakan secara serentak melalui Pilkada.
“Artinya dengan kekosongan posisi tersebut tentunya harus transparan penunjukan untuk posisi Penjabat (PJ),” pungkas Sugianto. (irgun)