Oleh: Ustadz Suparno, S.Ag
(Ketua Dewan Dakwah Kota Cirebon Periode 2022-2027)
MOHON perkenankan sepintas saya utarakan mengenai Dai dan Dakwah. Mungkin kita sering mendengar dai datang menambah masalah, dan rakyat bingung. Penyebabnya, pemahaman dalam dakwahnya tidak disesuaikan dengan lingkungan dan standar pemahaman masyarakat.
“Khotibu al-nas ‘ala Qodri uqulihim”, sampaikan dakwah kepada manusia sesuai dengan kemampuan akalnya”. Dewan Dakwah membawa paradigma dai datang, masyarakat senang. Tentunya dai mesti mengajak, tidak mengejek. Dai datang membawa kabar gembira bukan memfitnah atau yang lain serba salah, ini saja yang salah dan itu saja yang benar. Dan berbagai diksi yang kerap melenceng.
Bahkan ada juga yang datang sekadar mengkafir-kafirkan sesama muslim. Padahal dai mestinya datang dengan prinsip “Bil hikmah mauidzotil hasanah”, berdakwah dengan hikmah, nasehat yang baik, bahkan berdiskusi dengan cara-cara yang baik, sehingga mendatangkan kemaslahatan bagi semua. Sehingga dakwah menyentuh hati dan menyadarkan umat, bukan malah menjauhkan umat dari ajaran Islam.
Sebagai pendakwah, kita hendaknya merajut persatuan dan kesatuan, bukan perpecahan yang membawa kehancuran. Kita ini sedang digiring ke arah pecah belah. Karena itu, kita mesti menjaga soliditas dan ukhuwah. Semoga dengan momen Sumpah Pemuda kita tetap utuh dalam wadah NKRI sebagai medan dakwah bagi kita semua.
Estafeta dakwah dan bangsa Indonesia ke depan mesti berlanjut. Kuncinya adalah pemuda. Sebuah ungkapan mashur mengingatkan kita, “Nasib bangsa ada di tangan pemuda”. Maknanya, kaum muda mesti dijaga dan dikuatkan. Terutama karakter dan mentalnya, sehingga tidak terjerumus pada kejahatan. Oleh karena itu, para da’i punya peran penting dalam membina generasi muda untuk mempersiapan kehidupan bangsa di masa mendatang.
Ke depan, “dai datang, masyarakat senang”, mesti menjadi energi dan membingkai dakwah. Dakwah mesti membawa ketentraman dan kenyamanan, bukan memprovokasi yang sedikit banyak hanya menimbulkan rasa benci penuh caci maki. Karena itu, hindari salah persepsi kecurigaan antara dai, aktifis, dan aparat negara. Bergandeng tangan bersama dalam berbagai hal adalah kerja dan fokus kita semua ke depan.
Dai, masyarakat, tokoh masyarakat, ulama dan umara, mari menyatu membaur menuju hidup dalam kesyukuran. Jangan sampai pemuda terbawa provokasi dan salah langkah dalam memahami Islam, karena banyak bertanya lalu mencari serta belajar sendiri, akhirnya salah persepsi.
Merasa benar, ada dalilnya dalam al-Qur’an lantas langsung ditindaklanjuti secara keliru dalam kehidupan. Dampaknya, akhirnya terjaring kelompok yang tidak kita harapkan, yaitu menjadi pemuda arogan bahkan merasa paling benar dalam memahami Islam.
Contoh salah paham dalam membaca terjemah secara keliru. Misalnya, surat al-Baqoroh ayat 19, “Bunuhlah orang kafir dimana saja kamu temui….”. Membaca ayat tersebut secara keliru menyebabkan tindakan yang keliru. Lalu, membunuh asal bunuh, hanya karena berbeda agama. Padahal ayat itu, maknanya tidak demikian.
Dalam acara dengan BNPT di hotel Zamrud beberapa tahun lalu saya usulkan agar Kementrian Agama merevisi terjemahan ayat tersebut, sehingga dipahami secara menyeluruh sesuai penyebab ayat tersebut turun sekaligus kandungan utamanya.
Demikianlah, sekadar sambut kata dalam pelantikan pengurus Dewan Dakwah kota Cirebon. Bila ada salah kata atau ada kata yang kurang berkenan, mohon maaf atas segalanya, termasuk pada pertemuan ini bila kami kurang dalam hal pelayanan kepada hadirin, para tamu dan undangan. (*)