Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Kiprah Politik Drs. H. Anwar Yasin”
PEMUDA merupakan elemen penting dalam perjalanan sejarah sebuah bangsa, tak terkecuali di Indonesia. Menurut UU Nomor 40 Tahun 2009 Tentang Kepemudaan, pemuda diidentifikasikan sebagai suatu golongan yang berusia antara 16-30 tahun. Meskipun beberapa ahli menyatakan bahwa usia pemuda itu mencapai usia 40 tahun, namun pada intinya pemuda adalah usia produktif dalam melakukan berbagai perubahan.
Bila kita menelisik sejarah, pemuda selalu diidentikkan dengan perubahan. Pemuda akan selalu mengisi pos-pos perubahan di seluruh wilayah dan seluruh zaman. Tidaklah berdiri negara Madinah oleh orang paling berpengaruh di dunia, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali hadirnya pemuda bernama Mus’ab bin Umair mengetuk hati para penghuni Madinah, hingga setiap rumah diisi oleh orang-orang yang mengimani Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam konteks Indonesia, tidaklah bersatu gerakan primordial di Indonesia kecuali hadirnya Sumpah Pemuda sebagai gerakan pemersatu. Maka, tak heran bonus demografi merupakan bentuk penghargaan tertinggi atas potensi dan daya juang kawula muda. Hal ini tentu mesti menjadi perhatian bangsa dan negara kita Indonesia, termasuk partai politik sebagai salah satu laboratorium pembentukan karakter kepemimpinan nasional dan lokal di negeri ini.
Menurut anggota DPRD Jawa Barat, Drs. H. Anwar Yasin Warya, pemuda memiliki peranan penting dalam berbagai perubahan sejarah. “Pemuda terbebas dari kejumudan kawula tua. Mereka bermetafora sebagai entitas gerakan perubahan. Tak ayal, Sumpah Pemuda 1928 menjadi tanda awal kebangkitan dan langkah penentu kemerdekaan bangsa. Momentum Sumpah Pemuda merupakan momen refleksi identitas pemuda sebagai pewaris peradaban. Mereka mampu menciptakan optimisme sekaligus bisa menjadi kemunduran menuju era keterbelakangan,” ungkapnya pada momentum HUT Sumpah Pemuda ke-91 tahun pada 28 Oktober 2021 lalu kepada awak media.
Menurutnya, kondisi pemuda saat ini menjadi terkaan untuk melihat kondisi bangsa di masa depan. Begitupun dengan peran pemuda saat ini menjadi miniatur peradaban bangsa. Pemuda tidak hanya menjadi generasi penerus, melainkan menjadi generasi pengganti. Karena sesungguhnya generasi para pemimpin saat ini merupakan hasil dari akselerasi pemuda masa lampau.
“Pemuda harus mempersiapkan diri sebagai pewaris kebaikan yang dikreasikan oleh pemimpin saat ini. Jika para pemimpin tidak mampu menghasilkan kebaikan bagi bangsa, maka pemuda harus siap untuk menjadi generasi pengganti sebagai upaya tata ulang generasi dan menciptakan alur kebaikan yang akan ditularkan pada generasi selanjutnya,” tegasnya.
Dengan demikian, 91 tahun pasca Sumpah Pemuda dan selanjutnya, sebaiknya menjadi evaluasi pemerintah atas kebijakan dalam memberdayakan dan memaksimalkan potensi pemuda selama ini. Maka, menjadi penting peran pemerintah dalam merancang blueprint pembangunan peradaban para pemuda sehingga tercapai nawacita sebagai bangsa yang mandiri dan unggul.
Sungguh, bila pemuda saat ini mampu berkreasi dan berinovasi serta mendapatkan ruang atau jalan untuk mengembangkan potensi dirinya sejak dini, maka kelak kita tidak akan kehabisan stok pemimpin yang akan memimpin perubahan di berbagai levelnya. Untuk itu jugalah, berbagai partai politik perlu memberi perhatian khusus kepada kalangan pemuda, sebab pemuda adalah penentu kemajuan sekaligus nomenklatur peradaban bangsa. (*)