Oleh: Syamsudin Kadir
Kolumnis dan Penulis buku “Membaca Politik Dari Titik Nol”
PEMILIHAN umum (pemilu) atau pemilu serentak nasional menjelang tak lama lagi, 14 Februari 2024. Pemilu ini diselenggarakan untuk pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif mencakup anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta DPRD provinsi dan kabupaten atau kota. Harapannya, pemilu kali ini terpilih para penggawa negara yang berkualitas dan berintegritas. Hal itu dapat diperoleh bila proses rekrutmen pencalonan dan pelaksanaan pemilu berlangsung jujur, adil dan bermartabat.
Dalam konteks upaya memajukan kualitas perpolitikan Indonesia ke depan, salah satu isu yang cukup menarik untuk didiskusikan adalah kualitas politisi perempuan dan peranan politiknya. Hal ini sangat wajar dan perlu menjadi perhatian, sebab politik perempuan bukan sekadar masalah elektoral semata tapi juga tentang akses, keterwakilan dan dampak politik perempuan di berbagai level dan sektornya, termasuk mengenai isu-isu yang berkaitan langsung dengan perempuan, yang mana selama ini masih kerap dikesampingkan, atau belum mendapatkan perhatian serius.
Pada Senin 11 Desember 2023 Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) provinsi Jawa Barat mengadakan “Sekolah Politik Perempuan” secara hibrid (online dan offline). Panitia menghadirkan beberapa narasumber dengan materi yang menarik seputar peranan politik perempuan, kepemiluan, rencana aksi politik dan kebijakan publik. Harapannya peserta yang mengikuti acara ini pun bukan saja mendapatkan perspektif baru tentang perempuan tapi juga tentang urgensi keterlibatan perempuan dalam politik praktis tepatnya legislatif yang cerdas, matang dan paham peranan serta kebijakan publik.
Membincang politik perempuan, saya teringat saat saya didaulat menjadi narasumber Pengajian Rutin Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA), Kabupaten Cirebon-Jawa Barat pada Ahad 18 Februari 2018 silam. Pada acara yang mengangkat tema “Pembelajaran Publik Menghadapi Pilkada dan Keterlibatan Perempuan Dalam Politik” tersebut saya menyampaikan materi berjudul “Pilkada dan Peran Politik Perempuan”. Lalu pada Kamis 26 November 2020 silam, saya didaulat menjadi narasumber acara Talk Show Selamat Pagi Cirebon di Radar Cirebon Televisi (RCTV) dengan tema “Perempuan-perempuan Di Panggung Politik”.
Tema acara dan materi ulasan saya pada dua acara tersebut relevan untuk diulas kembali dalam merespon acara “Sekolah Politik Perempuan”, di samping untuk memastikan aksi politik perempuan ke depan berlangsung dengan baik dan berdampak dengan baik pula. Berkaitan dengan pemilihan legislatif (pileg) 14 Februari 2024, saya berpendapat kaum perempuan dapat berperan, diantaranya, pertama, menjaga keluarga sebagai basis utama pendidikan anak dan regenerasi bangsa. Diakui dan menjadi maklum bahwa keluarga merupakan model terkecil sistem sosial masyarakat. Dalam keluargalah proses pendidikan pertama dan utama dilakukan, termasuk pendidikan politik perempuan itu sendiri. Anak-anak, misalnya, mesti dididik untuk mengenal, memahami dan menjalankan hak sekaligus kewajibannya, sehingga kelak paham akan hak dan kewajibannya pada negara.
Kedua, meningkatkan potensi dan kompetensinya dalam berbagai hal sesuai minat dan bakatnya. Perempuan yang baik bukanlah yang terus menerus berpidato agar perempuan mendapatkan advokasi publik terutama kaum laki-laki, sebab yang utama adalah kaum perempuan fokus untuk mematangkan dirinya dalam segala hal. Di era yang serba dinamis dan kompetitif ini, kaum perempuan perlu menentukan fokusnya; baik secara keahlian maupun peran strategisnya. Dengan begitu, kaum perempuan tidak termarjinalkan secara kultural, tapi justru menjadi partner terbaik kaum laki-laki dalam menjalankan peranan domestik sekaligus peranan publiknya.
Ketiga, melakukan advokasi publik, baik yang terkait dengan urusan kaum perempuan secara langsung maupun tidak langsung. Kita masih ingat penolakan permohonan Aliansi Cinta Keluarga (AILA) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi pasal-pasal perzinahan, pemerkosaan dan cabul sesama jenis, beberapa tahun lalu. Hal ini telah membuka mata kita bahwa kaum perempuan masih dan terus bergerak untuk menyuarakan aspirasinya disertai dengan kesadaran politis atas problematika yang ada. AILA sendiri merupakan Aliansi yang membawahi beberapa komunitas yang memang didominansi oleh Ibu-ibu dan kaum perempuan, dimana salah satu alasan lahirnya AILA adalah kegelisahan akan adanya problem moral anak dan keluarga.
Keempat, menjamin partisipasi perempuan dalam melahirkan pemimpin berintegritas di semua tingkat pengambilan keputusan yang terkait dengan kehidupan publik. Untuk dipahami bahwa pileg 2024 tidak hanya diikuti kandidat laki-laki, tapi juga oleh kandidat perempuan. Baik itu untuk DPD maupun untuk DPR dan DPRD provinsi sekaligus kota atau kabupaten. Hal ini sangat wajar sebab konstitusi negara kita menegaskan demikian secara jelas dan terbuka. Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Pencalonan 30% perempuan sebagai anggota legislatif dipertegas pula dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Hal ini tentu menjadi peluang bagi kaum perempuan untuk mengambil bagian, termasuk sebagai peserta, pendukung atau partisipan pemilu, lebih utama lagi pada pileg 2024nl. Dengan syarat perempuan mesti meningkatkan kualitas, kompetensi dan kapasitas dirinya. Keikutsertaan perempuan dalam pileg 2024 diharapkan akan melahirkan banyak kebijakan yang menunjukkan keberpihakan pada perempuan. Khususnya jika kandidat-kandidat itu terpilih menjadi anggota legislatif. Kebijakan yang menunjukkan keberpihakan kepada perempuan diperlukan, mengingat pemberdayaan perempuan adalah satu dari 17 tujuan pembangunan keberlanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) global periode 2016-2030, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan secara merata.
Kaum perempuan mestinya terpanggil dan tergerak untuk terus mengikuti konstelasi perpolitikan yang ada serta kemudian mampu mengaruskan opini yang benar, melawan segala narasi buruk yang meracuni pemikiran generasi bangsa ke depan. Kaum perempuan tidak boleh diam ketika realitas stagnasi terpampang begitu nyata di depan dirinya, sebab mereka mesti tergerak secara militan untuk menjaga keadaban publik. Itulah agenda penting yang mesti difokuskan oleh kaum perempuan ke depan. Terutama para politisi yang sudah terlibat dalam partai politik, para calon legislatif dan anggota legislatif.
Kejelasan sikap dan melek politik mesti dimiliki oleh kaum perempuan era ini. Kaum perempuan juga mesti mampu menjadi penyetir masa depan bangsa Indonesia lewat peran sejarah terbaiknya, mampu mewarnai lingkungan dengan corak pemikirannya serta menjadi partner kaum laki-laki dalam menuntaskan peran domestik dan publiknya. Perempuan terutama yang aktif di partai politik, mesti berada di garis depan proses konsolidasi politik perempuan, di samping terjun langsung pada kompetisi politik seperti pileg 14 Februari 2024, sehingga publik semakin merasakan keberadaan perempuan dan dampak aksi politik perempuan itu sendiri. (*)