Oleh: Syamsudin Kadir
Penulis Buku “Andai Aku Jadi Gubernur Jawa Barat” dan Owner Cereng Menulis
LITERASI adalah kemampuan untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, mengolah informasi, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Literasi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu. Berdasarkan asal katanya (bahasa Latin literatus, yang artinya orang yang belajar), maka literasi mesti berdampak pada proses pembelajaran dan karya. Literasi mencakup literasi baca dan tulis, numerasi, sains, digital, finansial, dan budaya.
Literasi merupakan tema yang cukup penting dan menarik untuk diperdalam oleh semua kalangan, terutama bagi mereka yang hendak menekuni dunia literasi terutama pemberitaan dan kepenulisan. Hari ini Ahad 13 Oktober 2024 saya menghadiri undangan acara “Pengenalan Media Sosial” yang diadakan oleh TBM Sejuta Harapan yang berlangsung di kantor Penerbit Erlangga di Jalan Pemuda Kota Cirebon. Acara yang dihadiri oleh puluhan penggiat lintas latar belakang ini menghadirkan narasumber Yuda Sanjaya, wartawan senior Radar Cirebon Grup yang menyampaikan trik menulis berita untuk surat kabar dan media online dan strategi penggunaan media sosial.
Sebagai orang biasa yang menekuni dunia kepenulisan dan penerbitan buku, saya memandang acara semacam ini sangat perlu ditindaklanjuti dan ke depan perlu diadakan berkali-kali. Hal ini menjadi penting karena beberapa alasan sebagai berikut. Pertama, literasi adalah kunci pembangunan. Mengapa? Salah satu tujuan bernegara adalah “mencerdaskan bangsa”. Bila literasi digiatkan maka akan berdampak pada upaya pencerdasan masyarakat bahkan bangsa. Bila kegiatan literasi digiatkan maka tentu berdampak pada kemajuan bangsa kita Indonesia.
Untuk itu, berbagai bentuk kegiatan penunjang dan pendukung literasi mesti digiatkan di berbagai pelosok dan forum. Mereka yang peduli pada kemajuan literasi, baik dalam bentuk pemberitaan media maupun artikel populer bahkan buku mesti menguatkan dan menyebarkan semangat ber-literasi kepada masyarakat umum. Bahkan bila memungkinkan perlu mengadakan pendidikan dan pelatihan literasi, seperti jurnalistik atau pemberitaan untuk media, artikel atau tulisan umumnya untuk surat kabar, media online dan serupanya.
Kedua, media adalah tulang punggung publikasi gagasan dan pemberitaan. Selama satu dekade terakhir, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi semakin menggeliat. Kompetisi penggunaan media pun semakin menggeliat pula, baik untuk berita maupun untuk iklan juga informasi lainnya. Karena itu, melek media dan mampu menggunakan media menjadi keniscayaan. Mereka yang melek dan memiliki kemampuan menggunakan sekaligus memanfaatkan media akan berdampak pada konten dan berita yang dipublikasi.
Menjadi sosok yang melek dan mampu menggunakan media perlu pendidikan dan pelatihan yang lebih giat. Disiplin berlatih mendalami media dan kemampuan publikasi menjadi hal yang sangat penting. Karena itu pulalah saya sangat mengapresiasi acara yang berlangsung hari ini. Bagi masyarakat Kota dan Kabupaten Cirebon hal seperti ini sangat relevan dan perlu digiatkan lagi. Acara semacam ini tidak berhenti di sini, tapi harus ditindaklanjuti dalam bentuk tindakan yang berlanjut dan lebih praktis sehingga menghasilkan produk atau karya.
Ketiga, menulis adalah tradisi peradaban maju. Walaupun acara kali ini fokus pada dua materi utama yaitu jurnalistik dan penggunaan media, namun pada dasarnya juga menekankan perlunya penguatan tradisi menulis di tengah masyarakat. Itu adalah ciri peradaban maju. Pembuatan berita juga membutuhkan praktik menulis itu sendiri. Media bakal menarik bila di dalamnya terdapat tulisan yang bermutu dan berdampak baik bagi masyarakat luas. Karena itu pulalah aktivitas menulis mesti menjadi giat para penggiat literasi. Penggiat literasi tidak cukup pada pengadaan buku untuk taman bacaan tapi juga perlu menulis buku baru dalam beragam tema. Penggiat literasi tanpa menulis buku itu, seprtinya ada yang kurang!
Pendidikan dan pelatihan literasi merupakan agenda yang layak didukung oleh siapapun. Hal ini bukan saja untuk menguatkan tradisi literasi di kalangan penggiat literasi, tapi juga untuk masyarakat luas. Tapi pendidikan dan pelatihan butuh tindaklanjut sehingga menjadi karya. Karena itu pula, pelatihan semacam ini harus dilanjutkan dengan pelatihan menulis yang lebih praktis. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan ketajaman keahlian dan keterampilan siapapun yang hendak menekuni dunia literasi khususnya dunia kepenulisan. Singkatnya, kita mesti semakin literat. Sebab pilihannya sangat tegas dan jelas: literat atau dungu! (*)