CIREBON, fajarsatu.- DPRD Kabupaten Cirebon menggelar diskusi penanganan sampah bersama Komunitas Suara Rakyat di salah satu cafe di Jalan Perjuangan Kota Cirebon, Senin (18/11/2019) malam.
Selain dihadiri Ketua DPRD, M. Luthfi dan Wakil Ketua DPRD, Teguh Rusiana Merdeka diskusi tersebut dihadiri oleh para pegiat lingkungan hidup, akademisi, LSM dan awak media. Diskusi yang mengambil tema “Hidup Bahagia Tanpa Sampah” itu mengemuka beberapa ide dan gagasan penanganan sampah di Kabupaten Cirebon yang dinilai sudah darurat sampah.
Ketua DPRD, M. Luthfi mengatakan, inti hasil diskusi adalah sebuah langkah tindak lanjut dalam pengambilan kebijakan yang disertai dengan aksi nyata.
Dikatakannya, semua pihak harus bergerak menangani masalah sampah dengan target penanganan selesai pada 2020.
“DPRD Kabupaten Cirebon siap membantu capaian target tersebut hingga ke soal anggaran yang dibutuhkan dengan turut mencarikan solusinya. Targetnya tahun 2020 harus clear,” ucapnya.
Menurut Luthfi, kalau pemerintah serius, penolakan masyarakat terhadap lokasi pengadaan sampah seperti yang pernah terjadi, sebenarnya bisa dikelola. Sama seperti penolakan warga atas polusi yang berhasil dikelola oleh salah satu perusahaan di Kabupaten Cirebon.
“Kalau kebutuhan masyarakat, baik sosial, ekonomi dan lainnya bisa dipenuhi saya yakin penolakan bisa dikelola,” tegasnya.
Namun yang terjadi saat ini, kata Luthfi, Pemkab dinilai masih tidak serius dalam menangani persoalan sampah yang tidak kunjung usai, sehingga penolakan masyarakat terhadap pengadaan lahan masih terus terjadi.
“Yang jelas saya belum melihat grand design pengolahan sampah dari pemkab cirebon,” tegas Luthfi.
Dalam kesempatan itu, Luthfi menyambut baik ide dari perserta diskusi yang mengusulkan pengolahan sampah ditangani oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Dengan dikelola oleh BUMD, penanganan sampah diyakini bisa dikelola dengan serius dan cepat. Karena anggaran untuk percepatan proses pengelolaan tidak terhambat oleh waktu.
Sebelumnya, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon M. Luthfi meminta Pemkab Cirebon tegas dalam pengadaan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS). Pasalnya, sudah ke tiga kalinya pada pengadaan TPPAS kerap kali mendapatkan penolakan dari warga.
“Pemerintah daerah terutama bupati harus tegas lah. Ini sudah ketiga kalinya ditolak warga,” ujar Luthfi.
Menurutnya, akibat penolakan warga Desa Cigobangwangi, Kecamatan Pasaleman dengan anggaran yang dikeluarkan pemerintah sebesar Rp 4 miliar yang tidak terserap.
Dijelaskan Luthfi, penolakan warga pada setiap pengadaan lahan untuk lokasi sampah pasti akan terjadi. Pemkab tidak seharusnya menuruti penolakan warga akan tetapi harus mampu memberikan solusi bagi dua kepentingan yakni bagi TPPAS dan warga.
“Bagaimanapun sampah ini menjadi persoalan yang menjadi prioritas kita semua. Bagusnya pemerintah mampu memberikan solusi bagi dua kepentingan ini, yang pertama dalam menangani sampah tetus yang kedua bagi warga. Kalo itu gak dilakukan ya kapan kita punya TPPAS ,” kata Luthfi.
Karena ketika ada persoalan, maka Pemkab Cirebon juga yang akan menjadi sasaran. Bagaimanapun, persoalan tidak akan selesai bilamana pemkab terus menerus menutup mata terkait perihal kondisi sampah yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon.
Namun, tambah Luthfi, dalam pengadaan lahan TPPAS yang lalu, Luthfi melihat ada yang salah dalam melakukan komunikasi dan sosialisasi yang sudah dilakukan kepada masyarakat.
Dia menilai, gagalnya pengadaan TPPAS tahun ini bukti konkret Pemkab Cirebon tidak serius dalam menangani masalah sampah. Saat ini, yang menjadi prioritas adalah merealisasikan TPPAS.
Program penanganan sampah yang digagas pemkab di tingkat desa bukan prioritas utama. Pasalnya, dari debit yang dihasilkan bila dihitung secara nyata hal itu tidak akan mampu menyerap limbah secara keseluruhan.
“Pengelolaan sampah di tingkat desa memang bisa, akan tetapi harus diimbangi dengan adanya TPPAS agar seluruh sampah dapat dikelola secara baik. Kenapa begitu, karena dari debit sampah yang dihasilkan dalam sehari sudah sangan luar biasa sehingga dibutuhkan TPPAS untuk mengelola sampah menjadi nilai yang berharga,” ujarnya.
Dari hasil diskusi tersebut didapatkan kesimpulan bila solusi dalam penanganan sampah dibutuhkan instansi tersendiri sebagai pengelola. Sehingga nantinya pengelolaan sampah dapat dijalankan dengan baik yang nantinya akan mengubah nilai sampah menjadi nilau guna. (FS-7)