SUMBER, fajarsatu.- Forum Komunikasi Pengembang Perumahan Cirebon (FKPPC) menggelar hearing bersama DPRD, Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pembangunan Daerah (Bappelitbangda), Dinas Pertanian, Penanaman Modan dan Pelayanan Terpadu Satu Atap (DPMPTSP) Kabupaten Cirebon bertempat di ruanga Badan Musyawarah DPRD Kabupaten Cirebon, Kamis (23/1/2020).
Pada kesempatan itu, Ketua FKPPC Kabupaten Cirebon, Yudo Arlianto mengungkapkan, hearing ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari nasib pengembang perumahan yang statusnya digantung karena ketidakjelasan Pertimbangan Teknis (Pertek) yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon.
“Kami melakukan ini untuk meminta kejelasan dari pemerintahan Kabupaten Cirebon terhadap nasib kami,” kata dia.
Dengan adanya Pertek BPN Kabupaten Cirebon dinilainya tidak masuk akal, mengingat dari hasil Pertek yang dikeluarkan BPN tidak sesuai dengan fakta yang ada dilapangan.
“Tidak logis alasan BPN mengeluarkan Pertek tehadap kami, karena banyak faktor dari hasil penilaian BPN tidak sesuai dengan bukti fakta dilapangan,” ujarnya
Lanjutya, dengan ketidakjelasan BPN dalam mengeluarkan Pertek, dipastikan seluruh anggota FKPPC merugi hingga miliaran rupiah.
Selain itu, tambah Yudo, karena tidak berjalannya usaha akan menimbulkan efek lanjutan, misalnya keberlangsungan pekerjaan karyawan-karyawan dibayangi dengan potensi PHK massal.
“Dari 21 anggota kami, kurang lebih 300 pekerja kami berhenti bekerja karena sikap BPN yang tidak jelas dalam mengeluarkan Pertek yang tidak masuk akal itu,” bebernya.
Ketika ditanya soal daerah lain yang nasibnya serupa dengan pengembang perumahan di Kabupaten Cirebon, dirinya mengatakan, hal ini terjadi hanya di Kabupaten Cirebon.
“Tidak menutup kemungkinan kami akan melangkah ke gugatan class action dalam penyelesaian permasalahan ini,” tandasnya.
Pihaknya meminta keseriusan dari pemerintah, dalam hal ini Pemda dan BPN Kabupaten Cirebon untuk memberikan solusi dan perlindungan hukum kepada pengembang perumahan, seperti alih fungsi, fatwa/izin lokasi, bahkan IMB agar investasi yang telah dilakukan tidak menjadi kerugian yang harus ditanggung.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, M. Luthfi mengungkapkan, dirinya mendukung pengembang untuk melakukan gugatan class action bilamana terus digantung statusnya oleh BPN.
Dirinya menargetkan perlu singkronisasi peta yang dimiliki antara BPN maupun PUPR dengan Dinas Pertanian.
Pasalnya, kata Luthfi, tiga sektor ini harus segera menyamakan standarisasi peta yang digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan akan terus berlanjut tanpa kejelasan bagi pengembang.
“Kalau tidak disamakan persepsinya maka tidak akan ditemukan solusi. Oleh karena itu pemkab harus segera membuat kebijakan satu peta,” jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, kualitas komunikasi yang selama dibangun antara pemda dengan BPN dinilainya buruk yang tidak bisa meyakinkan kementerian.
“Dengan komunikasi yang baik maka persamaan persepsi ini akan lebih mudah diurai,” pungkasnya. (FS-7)