SUMBER, fajarsatu.- Masyarakat di Kabupaten Cirebon banyak yang mengeluhkan bantuan sosial (bansos), baik berupa dari Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), maupun Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Keluhan tersebut ditemukan pihak legislatif di masyarakat saat melakukan reses pertama di 2020 ini, pihak DPRD Kabupaten Cirebon pun menilai terkait bansos tersebut masih semrawut dalam realisasi di lapangan.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Rudiana mengaku, pada reses yang dilakukannya banyak aspirasi yang diserap dan harus diperjuangkan agar pihak eksekutif memperbaiki keinginan masyarakat di daerah ini.
Di antaranya, kata dia, permasalahan yang kembali mengemuka terkait bansos yang dinilai masih semrawut dan tidak tepat sasaran.
“Permasalahan yang identik di masyarakat kembali mengemuka. Yaitu terkait masalah bantuan sembako atau BPNT. Mereka banyak mengeluhkan terkait penerimaan yang kadangkala kurang, ada yang harusnya layak menerima tapi tidak dapat dan sebaliknya,” kata Rudiana, Selasa (10/3/2020).
Ia melanjutkan, mayoritas masyarakat juga mengeluhkan program KIS yang banyak dinonaktifkan, SKTM yang tidak lagi bisa digunakan, PKH, KIP dan bantuan rumah tak layak huni (rutilahu).
Terkait persoalan bantuan tersebut, kata Rudiana, dirinya menyampaikan bahwa tahun ini Kabupaten Cirebon mempunyai Perda inisiatif DPRD perihal Single Data System (SDS).
Dengan SDS itu, pihaknya ingin Kabupaten Cirebon punya data yang riil, tidak semrawut karena banyak yang tidak tepat sasaran.
“Terkait system jaminan kesehatan kan kita ada perda inisiatif, ya itu untuk warga kurang mampu yang tidak tercover jaminan kesehatan nasional penerima bantuan iuran (JKN PBI). Insya Allah kita cover semua di JKN PBI daerah baik yang bersumber dari kabupaten maupun provinsi,” ujar Rudiana.
Perda inisiatif DPRD itu, kata dia, merupakan payung hukum integrasi data yang menaungi beberapa OPD terkait, agar jelas tanggungjawabnya. Artinya, agar ke depan tidak saling lempar tanggungjawab.
Ketika jumlah warga miskin diketahui secara pasti, maka penganggaran yang dilakukan DPRD pun akan lebih akurat dalam mengcover PBI daerah.
“Sebab selama ini DPRD dibuat bingung karena tidak adanya data akurat. Maka sekarang data itu harus by name by address, harus jelas dan ada SK nya. Untuk sementara, warga miskin yang belum tercover BPJS PBI, mereka dianjurkan untuk ikut BPJS mandiri dulu sembari menunggu ajuan untuk BPJS PBI,” katanya.
Pihaknya berharap, Puskesos cepat melakukan verfal data, karena sebelumnya data di Kemensos RI pada 2019, ternyata Kabupaten Cirebon tidak pernah mengupdate data berdasarkan basik data terpadu (BDT), sehingga Kemensos RI pun menyangka kebutuhan untuk daerah ini sedikit, makanya banyak yang dicoret.
Hal sama juga ditemukan dalam reses yang dilakukan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Teguh Rusiana Merdeka.
Ia mengaku, dirinya banyak mendapat keluhan soal BPJS Kesehatan dan PKH dari konstituennya yang ada di daerah pemilihan (Dapil) V.
“Selain soal bantuan sosial berupa jaminan kesehatan, BPNT, hingga PKH, saya juga mendapat aspirasi dari masyarakat tentang penanganan sampah dan masalah irigasi yang harus dilakukan segera,” kata Teguh. (dave)