SUMBER, fajarsatu – Launching bantuan sosial dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang Sabtu (9/5/2020) lalu dibagikan untuk warga Kabupaten Cirebon, saat itu mulai didistribusikan yang dilaksanakan di Kantor Pos Sumber oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul ulum.
Adapun bantuan yang akan didistribusikan sedikitnya sekitar 71 ribu paket bantuan bantuan sebesar Rp 500 ribu yang terdiri dari 350 ribu paket bantuan non tunai dan 150 ribu berupa uang tunai.
Angka 71.254 Keluarga penerima manfaat tersebut terdiri dari 10.675 data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan 60.579 non DTKS.
Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi DPC Projo Kabupaten Cirebon, Kaerudinsyah sangat menyayangkan isi dari paket bantuan tersebut yang terdiri dari beras, makanan kaleng, gula, minyak, terigu, vitamin, dan telur.
“Isi paket yang kami pertanyakan adalah mengenai harga beras senilai Rp 128 ribu yang berjumlah 10 kg, padahal harga beras kualitas premium di Kabupaten Cirebon sekitar Rp 10 ribuan/kg, berarti dengan harga Rp 12.800 seharusnya kualitas beras harus diatas beras premium,” kata dia, Selasa (12/5/2020).
Selain itu juga dia menyoroti soal makanan kaleng dengan merk sesuai dengan yang ada dipaket harganya tidak sesuai dengan ketentuan Pemprov Jawa Barat.
“Kemudian mie instan sama halnya seperti itu dan yang terakhir telur yang kami lihat adalah campuran telur cangkang putih jelas harga dan kualitasnya juga dibawah telur cangkang coklat yang pasaran di Kabupaten Cirebon sekitar Rp 20.000/kg dalam jumlah banyak,” jelasnya.
Melihat fakta tersebut pihaknya menduga harga paket sembako bantuan sosial Pemerintah Provinsi Jawa Barat kurang dari besaran yang ditentukan oleh Pemprov sebesar Rp 350 ribu.
Dalam hal ini Projo Kabupaten Cirebon menjalankan apa yang diperintahkan Dewan Pembina Presiden Joko Widodo meminta agar penyaluran bantuan sosial bisa tepat sasaran serta pengawasan penyalurannya harus diperketat.
“Kami meminta kepada Gubernur Jawa Barat agar mengevaluasi isi dari paket bantuan non tunai agar sesuai dengan jumlah yang ditentukan, karena ketika ada kekurangan jumlah nominal tersebut jelas sangat merugikan masyarakat penerima manfaat serta merugikan uang negara, apa lagi disaat kondisi pandemi Covid-19 saat ini,” kata Khaerudin. (dave)