BABAKAN, fajarsatu – Para seniman panggung hajatan di Kabupaten Cirebon menjerit. Lapaknya “tergerus” corona. Hingga akhirnya, untuk bertahan hidup mereka banting setir. Bahkan, ada beberapa diantaranya terpaksa menjadi penjual, menjual asetnya. Mereka meminta pihak pemerintah daerah membukakan kran yang kini tertutup akibat corona. Paling tidak, mereka bisa “mengamen” untuk menyambung hidup.
“Di Cirebon Timur saja, kalau ditotal, jumlah seniman hajatan dan panggungan ada pada kisaran ribuan. Angka itu sudah termasuk para ppekerja dan semua yang menggantungkan nafkahnya di bidang tersebut. Saat ini, sudah tak bisa menghasilkan, bahkan bergerak pun tak bisa,” ujar Ketua Sanggar Cisanggarung, Johari, saat berbincang dengan jabarpublisher.com, di kediamannya, Desa Babakan Gebang, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Kamis (18/6/2020).
Dikatakan dia, saat corona “meraja”, tepatnya Maret 2020 lalu, kran pekerjaan mereka ditutup. Pemerintah mengeluarkan larangan hajatan, pentas hiburan dan aktivitas yang bisa memancing kerumunan massa. Otomatiis, periuk nasi mereka pun terhempas. Sementara biaya hidup, terutama bagi mereka yang mempunyai keluarga, harus tetap terpenuhi.
“Akhrnya, kita banting setir. Bahkan, tak sedikit diantara kita yang terpaksa menjual asetnya, untuk bertahan hidup. Tak hanya itu, ada beberapa lagi yang mesti mengganti uang DP kepada klien, karena job dibatalkan akibat corona,” ucapnya.
Sebulan, dua bulan, lanjut dia, dirinya dan para seniman yang lainnya masih bisa bertahan. Mereka masih sabar menunggu hingga corona mereda dan pemerintah mencabut larangannya. Namun, kini sudah hampir berjalan 4 bulan. Para seniman pun semakin terpuruk.
“Kami merasa berada dalam satu ruangan, kemudian dikunci dari luar. Tak ada ruang gerak, bahkan tak ada ruang untuk bernafas,” timpal seorang seniman panggungan, yang juga berprofesi MC dari Cirebon Timur, Acong.
Dikatakan Acong, bukan bantuan berupa materi yang para seniman minta dari pemerintah. “Kami cuma minta dikasih sedikit ruang untuk mencari nafkah lewat keahlian dan bidang kami ini. Jika memang tidak ada izin untuk menggelar hiburan atau mentas di hajatan, biar tak apa, dikaih izin dan diberikan tempat untuk mengamen pun kami mau,” ucap Acong.
Ngamen di sini, kata Acong, dalam artian mereka diberikan ruang dan izin untuk tampil mencari nafkah lewat seni di pasar atau cafe, atau pusat perbelanjaan. “Biarlah pengiring (band) main secara tersembunyi, tak terlihat oleh publik. Hanya penyanyi saja yang tampak dan tetap mengutamakan protokol covid-19,” katanya.
Beberapa upaya sudah dilakukan oleh para seniman Cirebon untuk bisa mendapatkan sedikit ruang mencari nafkah. Termasuk mendatangi Bupati Cirebon Imron Rosyadi dan para wakil rakyat di DPRD Kabupaten Cirebon. Namun apa hasilnya dirasa mereka belum memuaskan.
“Kami disini punya ‘orang tua’, yaitu dinas pariwisata seni dan budaya. Kami belum kesana, kami ingin tahu bagaimana tanggapan beliau sebagai ‘orang tua’ dari para seniman dan pelaku seni, terhadap nasib kami ini,” kata Acong.
Jabarpublisher.com kemudian menemui Kepala Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Budparpora) Kabupaten Cirebon, Hartono, di kantornya, di kawasan Sumber. Begini jawaban dia.
“Kami bisa merasakan dan sangat memahami dengan apa yang dialami para seniman. Sebenarnya ini sangat dilematis. Tapi harus bagaimana lagi, kondisi memang seperti ini. Solusi, itu yang selalu kami pikirkan hingga saat ini. Sementara untuk perizinan itu, yang lebih berhak adalah pihak Kepolisian,” ucapnya.
Terkait nasib para seniman yang terimbas corona, kata dia, pemerintah juga tak lepas tanggungjawab. Lewat Kementerian Pariwisata, kata dia, pemerintah memberikan bantuan kepada 836 pelaku pariwisata di Kabupaten Cirebon. Kemudian dari Dirjen Kebudayaan, juga diberikan bantuan kepada 300an pelaku seni di Kabupaten Cirebon.
“Kita tunggu sampai tanggal 26 Juni. Kita juga prihatin dan merasakan apa yang dirasakan oleh para seniman,” katanya. (irgun)