KAPETAKAN, fajarsatu – Cirebon tak hanya dikenal sebagai Kota Wali tetapi juga dikenal sebagai Kota Seribu Situs. Tengoklah di sejumlah tempat, tak sedikit dijumpai situs berlatar sejarah. Konon, setiap situs tersebut selalu ada kaitannya dengan sejarah berdirinya kerajaan Islam di Cirebon.
Salah satu situs yang sering dikunjungi, teruatama di malam Jumat kliwon adalah Situs Makam Ki Gede Bungko alias Ki Syech Benting yang terletak di Jalan Bungko, Desa Bungko, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon.
Menyusuri lokasi makam keramat Ki Gede Bungko, pengunjung harus bersabar dan ekstra hati-hati karena jalanan yang akan dilalui tidaklah bersahabat. Sejauh sekitar 1 kilometer dari Jalan Raya Kapetakan menuju lokasi makam hingga bertemu papan penunjuk arah Makam Ki Gede Bungko.
Sekira 500 meter dari papan penunjuk arah, pengunjung akan tiba di lokasi makam keramat. Sepi terasa. Tak ada pengunjung seorang pun saat fajarsatu.com berkunjung ke lokasi yang tak terlalu luas namun rimbun dengan pepohonan. Perasaan teduh sesuai melawati jalan di tengah teriknya matahari pantai.
Tiba di gerbang masuk, seorang kakek tengah termangu dalam kesendirian. Sapaan ramah membuka pembicaraan kami. “Saya bukan juru kunci makam ini. Saya biasa bermain duduk di sini,” ujar Kurdi, nama kakek tersebut, Sabtu (11/7/2020).
Pertama yang dijumpai adalah kuburan panjang yang diperkirakan sekitar 2,4 meter. Kurdi menjelaskan, kuburan itu dikenal dengan Makam Dawa. “Makam ini adalah makam pengawal setia Ki Gede Bungko,” jelasnya.
Usai melewati Makam Dawa, terdapat dua bangunan menjadi satu. Satu bangunan terlihat jelas sebagai tempat makam sedang di depannya adalah bangunan memanjang yang sering digunakan pengunjung untuk berdoa.
Di tempat makam terdapat dua kuburan. Menurut Kurdi, makam itu bukan makan Ki Gede Bungko tetapi anak angkat Ki Bungko yang diberi nama Ki jaka diasuhnya sejak masih kecil.
Kurdi meriwayatkan, sejarah Desa Bungko tidak terlepas dari Syekh Benting yang ditugaskan ke ujung utara Cirebon atau perbatasan Cirebon-Indramayu, disebelah timur Desa Kapetakan.
“Syekh Benting ini ditugaskan Mbah Kuwu Sangkan untuk menjadikan sebuah wilayah atau suatu perkampungan yang disebut desa. Dulunya wilaya ini rawa-rawa dan hutan dari situlah Syekh Benting yang mendirikan Desa Bungko,” ujarnya.
Di situlah Syekh Benting memulai babad alas wilayah Bungko dengan menggunakan sebilah pedang dari ujung Krangkeng hingga Desa Muara.
Menurut sejarah, lanjut Kurdi, kegiatan pemerintahan desa diawali saat Syekh Benting mengangkat Ki Jaka menjadi kuwu ditambah perangkat desanya yaitu Ki Lebe Tawa, Ki Lambang, Ki Makam Dawa, dan yang menjadi kiyai atau ulama adalah Ki Tenun.
“Saat itulah wilayah Bungko pertama kalinya menjadi desa yang sekarang sudah dimekarkan menjadi Desa Bungko dan Desa Bungko Lor,” paparnya.
Sedangkan, kata Kurdi, Ki Gede Bungko setelah ditugaskan menjaga laut dari serangan Negara Syam hingga cerita kemudian tak terdengar lagi entah menghilang kemana. (irgun)