SUMBER, fajarsatu – DPC Projo Kabupaten Cirebon mensomasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon tentang pemasangan internet dimasing-masing desa yakni sebanyak 412 desa.
DPC Projo Kabupaten Cirebon menduga jika dalam pengadaan proyek tersebut telah terjadi penyimpangan hingga menyebabkan kerugian bagi keuangan negara.
“Sesuai dengan Pasal 13 Perbub Nomor 4 tahun 2020 tentang pengalokasian bagi hasil dari pajak dan retribusi kepada pemerintah desa dalam hal ini pemasangan jaringan internet kami nilai sudah keluar dari jalurnya dan merugikan keuangan negara,” ungkap Wakil Bidang Desa, Ilham MR kepada wartawan, Rabu (9/9/2020).
Dari hasil penulusuran, pelaksanaan biaya untuk langganan jaringan internet desa diduga telah dipotong karena pemasangan jaringan internet di desa dilakukan dari bulan Juli sedangkan mata anggaran yang digunakan itu dalam satu tahun sebesar Rp 7.920.000/12 bulan.
Maka dari itu, lanjutnya, biaya langganan perbulan sebesar Rp 660 ribu jadi pembiayaan dari bulan Januari-Juni apabila ditotal mencapai Rp. 3.960.000 dikalikan 412 desa maka total anggaran desa se-Kabupaten Cirebon dari pada Januari-juni sebesar Rp 1.631.520.000.
“Berdasarkan penelusuran kami, layanan internet yang diberikan kepada desa menggunakan layanan Astinet Lite 1:4 dengan kecepatan 1 mbps sekitar Rp. 3.450.000 per tahun dan biaya pemasangan router/instalasi sebesar Rp 2,5 juta,” kata Ilham.
Padahal, tambahnya, layanan internet yang diterima desa kualitasnya sangat buruk menggunakan Astinet yang peruntukannya untuk bisnis, sehingga banyak desa menggunakan layanan indihome yang dianggap desa lebih cepat sehingga hal ini menurut kami membuang-buang anggaran.
Pihaknya menduga sudah ada sekitar 40 desa yang sudah mendapatkan bantuan tower jaringan internet dari Kementrian Komunikasi dan informatika dikalikan dengan Rp 12.120.000 per desa untuk biaya langganan dan pemasangan router maka total dana yang diduga ganda dalam pengadaan internet sebesar Rp 484.800.000.
Selain itu, pihaknya juga menduga masih terdapat selisih anggaran yang seharusnya mengendap yaitu sebesar biaya langganan jaringan internet Desa Rp 7.920.000 dikurangi biaya real Rp 3.450.000, selisih anggaran tersebut adalah sebesar Rp 4.470.000 per desa.
“Bahwa jumlah selisih biaya tersebut sebesar Rp 4.470.000 per desa apabila dikalikan 412, yaitu jumlah seluruh penerima bantuan program kepada pemerintah desa total selisih yang diduga dipotong adalah sebesar Rp 1.841.640.000.
Bahwa dugaan kami masih terdapat selesih anggaran yang digunakan yang seharusnya mengendap terkait pemasangan router sebesar Rp 4,2 juta per desa dikurangi biaya real Rp 2,5 juta selisih anggaran tersebut adalah sebesar Rp 1,7per desa,” ujar dia.
Lanjut dia, jumlah selisih biaya tersebut sebesar Rp 1,7 juta per desa apabila dikalikan 412, yaitu jumlah seluruh penerima bantuan program kepada pemerintah desa total selisih yang diduga dipotong sebesar Rp. 700.400.000. (dave)