KUNINGAN, fajarsatu – Sekjen Indonesian Fighter Tourism Association (IFTA) Nasional, Andri Hermawan, A.MI, MT, Phd (Cand) menjadi pemateri Vlognation bertajuk “Kuningan Into Digital” yang berlangsung di objek wisata Waduk Darma Kuningan, Senin (7/12/2020).
Dalam penyampainnya, Andri menjelaskan terkait desa wisata itu apa, kemudian penjelasan desa wisata menjadi gabungan antara atraksi dan amenities (fasilitas) yang akan dikembangkan dan beberapa hal tentang pasar dan bagaimana cara menjual potensi desa wisata.
Hingga akhir 2018, lanjutnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 1.734 desa wisata dari total 83.931 desa di Indonesia. Bahkan Kementerian Desa PDTT menargetkan jumlah desa wisata bertambah menjadi 10 ribudesa wisata pada tahun 2020.
“Desa wisata itu adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku di desa tersebut,”jelas Andri.
Ia menyebut, ada dua konsep utama dalam komponen desa wisata, pertama akomodasi dan kedua atraksi. Akomodasi, imbhunya,sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit -unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
“Atraksi dapat diartikan seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi akti,” papar Andri.
Sedangkan jenis pendekatan deswi,ia merinci ada tiga jenis yakni interaksi tidak langsung, interaksi setengah langsung dan interaksi Langsung.
Dijelaskannya, jenis interaksi tidak langsung merupakan model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan.
Sementara, interaksi setengah langsung seperti bentuk one day trip yang dilakukan wisatawan mengikuti kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk. “Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk,” terangnya.
Interaksi Langsung, kata Andri, wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki desa tersebut yang dengan berbagai pertimbangan, yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat.
Terkait kriteria desa wisata, kandidat Phd ini membanginya menjadi lima poin, yakni atraksi wisata, jarak tempuh, besaran desa, sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan dan Ketersediaan infrastruktur.
Andri mengcontohkan Desa wisata Wolotopo di Flores dimana aset wisatanya sangat beragam antara lain. kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut.
“Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik,” katanya.
Ia berharap, Kabupaten Kuningan membuat platform digital agar dapat menarik para pelancong mempermudah datang. “Platform digital ini perlu dibangun sekaligus membangun Rantai pasok bidang pariwisata.” pungkasnya. (irgun)