Oleh: Syamsudin Kadir
(Penyunting buku “Geger Mahkota Kasepuhan”)
RAHARDJO DJALI yang akrab saya menyapa Om Rahardjo adalah Polmak Sultan Sepuh Keraton Kasepuhan. Namanya mulai ramai diperbincagkan publik di Kota Cirebon dan sekitarnya beberapa bulan terakhir. Salah satu peristiwa yang menghebohkan adalah saat Om Rahardjo menggembok pintu Keraton Kasepuhan Cirebon.
Alhamdulillah kemarin siang Ahad 18 April 2021 saya bisa bertemu dengan sosok yang akrab dengan berbagai kalanga ini di sebuah tempat. Beliau ditemani oleh istri beliau. Obrola santai pun terjadi begitu rupa. Banyak hal yang diobrolkan, termasuk pentingnya menjaga marwah keturunan Sunan Gunung Djati. Dan masih banyak lagi.
Selama ngobrol santai saya menyaksikan beliau dan istrinya sangat komunikatif dan menghargai apa pun yang saya sampaikan. Di awal-awal beliau bertanya tentang saya. Saya pun mengenalkan diri. Saya sampaikan, “Saya Syamsudin Kadir. Lahir dan asli Cereng, Golo Sengang, Sano Nggoang, Manggarai Barat-NTT”.
“Lalu saya merantau ke Lombok-NTB untuk melanjutkan pendidikan SMP dan SMA dari tahun 1996 hingga 2 tahun 002. Kemudian merantau ke Surabaya-Jawa Timur. Berikutnya saya melanjutkan kuliah di UIN Bandung pada 2003. Setelah lulus dan menyelesiakan berbagai aktivitas, saya pindah ke Cirebon-Jawa Barat sejak 2010.”, lanjut saya.
Ya saya berpindah ke Kota Cirebon sejak 7 Oktober 2010. Bila dihitung-hitung, saya berdomisili di Kota Wali ini sudah sekitar 11 tahun. Selama momentum waktu tersebut saya mendalami Cirebon dari berbagai aspeknya. Dari kuliner, destinasi, budaya, adat istiadat, bahasa, kekeratonan dan berbagai hal lainnya.
Saya pun menggiatkan diri pada dunia literasi terutama kepenulisan pada saat di Kota Cirebon. Sehingga buku-buku saya pun sebagian besar ditulis dan dipublikasi di Kota Cirebon. Hal ini terjadi sejak 2013 hingga saat ini. Selain buku, saya juga menulis berbagai artikel dalam beragam tema yang dimuat di berbagai surat kabar dan media online.
Pada obrolan sekitar 2 jam itu saya banyak mendapatkan inspirasi dari sosok yang murah senyum ini. Saya pun begitu hanyut mendengarkan obrolan yang sepesial ini. Spesial karena baru kali inilah saya bisa bertemu dengan beliau. Tentu ini merupakan momentum yang sangat penting dan layak saya dokumentasikan.
Seingat saya beberapa hal yang beliau sampaikan adalah sebagai berikut, pertama, pentingnya marwah Sunan Gunung Jati. Marwah bukan sekadar tentag tahta dan hal-hal yang bersifat materi, yang tak kalah pentingnya adalah nilai-nilai dan prinsip hidup juga perjuangan Sunan Gunung Jati. Dipahami bahwa Sunan Gunung Jati merupakan salah satu ulama sekaligus pemimpin umat yang soleh, berilmu, berwawasan luas, dan peduli dengan kehidupan masyarakat luas.
Kedua, pentingnya menjaga harga diri dan memiliki mental entrepreuner. “Kita mesti menjaga harga diri dengan tidak meminta-minta.”, ungkap beliau. Beliau pun menasehati agar saya dan siapapun di luar sana untuk memiliki pekerjaan yang bisa menghasilkan. Apapun itu, selama halal dan dari keringat sendiri, itu sangat mulia.
Ketiga, perlunya literasi. Beliau sangat mengapresiasi saya dan karya tulis saya seperti buku dan artikel yang saya hasilkan selama ini. Beliau memesan agar terus meningkatkan produktifitas sehingga karya semakin banyak dan bisa dinikmati oleh pembaca. Sebab dengan berkarya seseorang akan menemukan hal-hal baru dan apa yang ditulis diperbincangkan sekaligus bermanfaat bagi banyak orang.
Saya pun menyinggung beliau tentang pentingnya menulis buku. Saya sangat percaya beliau punya pengalaman hidup yang bergizi. Bila ditulis dalam bentuk buku bakal menjadi inspirasi bagi banyak orang. Termasuk biografi pribadi juga layak ditulis. Sehingga perjalanan hidup dan segala hal yang menyertainya lebih dokumentatif dan terwariskan bahkan dibaca banyak orang. Insyaa Allah saya bakal menggarap dua buku beliau, terutama seputar dua tema penting tersebut.
Pada kesempatan ini juga saya memperlihatkan salah satu buku seorang penulis yang baru saja terbit. Namanya Mas Bondhan W, judul bukunya “Geger Mahkota Kasepuhan”. Buku setebal 100 halaman ini saya sunting selama sebulan lebih, lalu terbit pada pertengan April 2021 ini. Tepat pada awal Ramadan 1442 H. Sebuah buku yang menurut seorang teman, buku ini bakal bikin geger. Benar kah demikian?
Beliau dan istri begitu antusias dan senang melihat cover buku yang mendapat sorotan berbagai kalangan ini. Beliau pun begitu semangat untuk memiliki buku ini. Bahkan di sela-sela obrolan beliau membaca beberapa halaman buku ini. Beliau sesekali mengomentari sembari tersenyum. Dan lagi-lagi mengapresiasi hadirnya buku ini.
Pertemuan kali ini pun dibatasi waktu, terutama karena sore harinya beliau memiliki agenda lain dan saya juga memiliki agenda yang sudah dijadwalkan. Pertemuan yang istimewa ini pun benar-benar diakhiri. Bila beliau dan istri menjelang berangkat ke sebuah tempat, maka saya pun langsung pulang ke rumah untuk agenda lain.
Di atas segalanya, terima kasih banyak Om atas pertemuan dan inspirasinya. Saya banyak belajar dari kesuksesan Om dalam membangun karir, termasuk menempuh pendidikan di luar negeri. Semoga di lain kesempatan kita bisa bertemu kembali untuk membincang hal-hal yang bermanfaat, termasuk untuk membincang tentang buku-buku baru, termasuk buku baru seputar Om! (*)