Oleh: Umi Jamilah
(Aktivis Muslimah)
“APABILA suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhori)
Hadis di atas telah jelas, bahwa ketika memberikan amanah (pekerjaan), maka haruslah sesuai dengan keahliannya, apabila tidak pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya karena salah dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Seperti yang terjadi beberapa pekan yang lalu. Abdee Slank diangkat menjadi komisaris di PT Telkom Indonesia. Di mana juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman menilai bahwa keputusan itu tepat dan sesuai dengan jejak profesionalitas abdee. (detiknews, 30/05/2021).
Sebelumnya juga ada deretan nama-nama yang pernah mendukung pencalonan presiden Jokowi dalam pilpres dan mendapatkan kursi komisaris di perusahaan pelat merah, di antaranya Ahmad Erani Yustika (PT Waskita Karya), Dini Shanti Purwono (PT Perusahaan Gas Negara), Bambang Brodjonegoro (Telkom Indonesia), Budiman Sujatmiko (PT Perkebunan Nusantara V), Said Aqil Siradj (PT Kereta Api Indonesia), Wishnutama (Telkom Indonesia), Eko Sulistyo (PT PLN), Dyah Kartika Rini (PT Jasa Raharja), Gatot Eddy Pramono (PT Pindad), Fadjroel Rachman (Waskita Karya), Kristia Budiyarto, dan Zuhairi Misrawi (PT Yodya Karya).
Penempatan Abdi Slank sebagai komisaris Telkom menurut ketua DPP PKS Bukhori Yusuf hanya akan merugikan telkom. Dikarenakan latar belakang profesi yang tidak sesuai dengan keahliannya.
Direktur Pamong Institut, Wahyudi Al-Maroki mengatakan bahwa jabatan ini adalah bagian dari balas budi untuk tim sukses yang bekerja dalam pilpres kemarin.
Wahyudi melihat, ada dua indikasi bagi-bagi jabatan, yaitu :
- Sejak awal Abdee Slank tidak profesional di jabatan itu. Bukannya dia profesional sebagai artis? Kenapa dipaksa memegang jabatan itu.
- Karena Jokowi didukung oleh Abdee saat pilpres kemarin. Seandainya kemarin tidak mendukung Jokowi, pasti jabatan itu diberikan kepada yang lain.
Inilah wajah buruk Demokrasi. Kekuasaan pun dibagi pada segelintir orang yang hanya mencari manfaat belaka tanpa memperhatikan kompetensi sebagai pejabat negara.
Akibat dari bagi-bagi kekuasaan yang hanya untuk kalangan istana saja sehingga tidak adanya keadilan terhadap rakyat yang mempunyai kompetensi di bidang tersebut. Rakyat dengan latar belakang profesi yang handal tidak bisa mendapatkan jabatan yang sesuai keahliannya dikarenakan bukan dari lingkungan dalam istana.
Kerakusan manusia akan kekuasaan menjadikannya hanya mencari keuntungan semata. Kekuasaan tersebut akan diperoleh dengan menghalalkan segala cara meski harus merugikan rakyat.
Berbeda jauh dengan Islam. Pandangan Islam terhadap kekuasaan adalah amanah, sedangkan amanah adalah taklif yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, dijalankan sesuai aturan Allah Swt.
Kekuasaan yang amanah hanya bisa terwujud dalam sistem yang menerapkan Islam secara keseluruhan dengan individu dan penguasa yang adil.
Sebagaimana di masa Rasulullah Saw. Pada suatu hari datang Abu Dzar Al-Ghifari dan bertanya kepada Nabi, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak memberi aku jabatan apa-apa?” sambil menepuk bahu Abu Dzar Al-Ghifari yang zuhud itu/ Nabi menjawab, “Wahai Abu Dzar, kau seorang yang lemah, sedangkan jabatan itu adalah amanah dan kelak pada hari kiamat hanya akan menjadi penyesalan dan kehinaan, kecuali bagi orang yang dapat menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya.” (HR. Muslim).
Syekh Taqiyuddin An-Nabhani mengatakan bahwa menjadi seorang pemimpin harus punya tiga kriteria, yaitu :
- Kekuatan, maksudnya adalah ketika menjadi pemimpin harus independen dan tidak diatur oleh orang lain kecuali untuk memperbaiki kesalahan. Punya kekuatan dalam melawan musuh dan menyelesaikan masalah-masalah yang pelik.
- Taqwa, jika seorang pemimpin mempunyai ketakwaan kepada Allah SWT, maka setiap apa yang dilakukan selalu merujuk pada syariah dan tidak melanggarnya karena amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di Yaumil akhir.
- Lemah lembut, ketika berhadapan dengan rakyatnya maka pemimpin harus lemah lembut, sehingga pemimpin tersebut akan dicintai oleh rakyatnya. Sebagaimana hadis. Dari ‘Auf bin Malik, Rasulullah SAW bersabda: “Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendoakan kamu dan kamu mendoakan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.” (HR Muslim).
Wallahualam bissawab.
Catatan: Isi di luar tanggung jawab redaksi