Oleh: Rifka Nurbaeti, S.Pd
(Komunitas pegiat literasi)
WARGA Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung masih mengeluhkan pembangunan perumahan premium Podomoro Park Buah Batu, yang dikembangkan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN).
Warga mengeluhkan debu yang bertebaran di sekitar area pembangunan sebab banyak truk yang mengangkut tanah urukan tidak ditutupi terpal di bagian atas bak truk. Akibatnya jalan jadi kotor dan kalau sudah kering tanahnya jadi debu, sangat mengganggu pengguna kendaraan terutama pengendara motor (balebandung.com).
Tanpa memperhatikan dan memperhitungkan dampak lingkungan yang terjadi dikarenakan kemudahan memperoleh ijin alih fungsi lahan untuk pembangunan Perumahan Elite Podomoro, menyebabkan wilayah Desa Lengkong Kecamatan Bojongsoang dan sekitarnya kerap terjadi banjir apabila ada turun hujan.
Seperti dikatakan anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana, akibat pengurugan lahan yang dilakukan Podomoro, lahan-lahan yang sebelumnya merupakan daerah resapan air kini jumlahnya menciut dan bahkan hampir hilang, sehingga mengakibatkan luapan air ke perkampungan warga disekitaran proyek Podomoro.
Alih fungsi lahan menjadi pemukiman tanpa memperhatikan dampak lingkungan sepertinya hal yg bisa ditolerir jika pengembang perumahan adalah korporasi. Kekuatan uang bisa mempengaruhi kebijakan, padahal sejak awal sdh terjadi kontroversi, akan tetapi proyek jalan terus walaupun syarat perijinan belum terpenuhi seluruhnya, akhirnya rakyat yg menjadi korban, meskipun sebagian diuntungkan tp sebagian besar terpinggirkan.
Hal ini terjadi dipengaruhi oleh pemikiran yang hadir di sistem sekarang ini. Pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan dibuat dengan mempertimbangkan ada tidaknya pemasukan bagi kantung pemerintah, bukan lagi kondisi lingkungan. Keuntungan secara materi menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan. Inilah pemikiran kapitalisme yang menstandarkan perbuatan pada azas manfaat.
Tanpa mempertimbangkan dampak yang akan terjadi. Sistem kapitalisme membebaskan kepemilikan, lahan-lahan yang seharusnya berfungsi menjadi daerah resapan pun demi keuntungan materi yang didapat para pemilik modal mereka ubah menjadi perumahan.
Berbeda dengan kapitalisme, Islam mengatur kepemilikan, lahan-lahan yang mempunyai pengaruh terhadap kemaslahatan rakyat banyak tidak boleh dimiliki oleh swasta, tapi harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat banyak, bukan hanya pemilik modal saja. Islam mengatur perkara tata ruang, pembangunan, konversi lahan.
Dalam Islam kawasan konservasi dan resapan air, dengan berbagai tanaman dan pohon yang ada di dalamnya, tidak boleh dikonversi menjadi pemukiman yang bisa merusak fungsinya. Ini juga merupakan lahan milik umum, dan termasuk dalam kategori hima (daerah yang diproteksi) agar tidak dirusak atau dialihfungsikan. Jika tata ruang ini tidak diindahkan, bisa jadi di masa depan akan muncul masalah-masalah lainnya, bukan hanya banjir, tapi juga krisis air pada musim kemarau, dll.
Pemimpin atau khalifah dalam Islam memiliki amanah yang sangat besar dipundaknya, segala kebijakan dan keputusannya harus bisa dipertanggungjawabkan disisi Sang Khaliq bukan atas dasar pertimbangan hawa nafsu apalagi segelintir orang yang punya kekuatan modal.
Khalifah harus mampu memastikan setiap pegawainya dapat menjalankan amanahnya dengan benar sesuai syariat dan tidak merugikan rakyatnya. Teladan yang sama ditunjukkan pula oleh salah seorang sahabat Rasul, Umar bin Khattab. Satu waktu, ketika menjabat sebagai khalifah, Umar didatangi seorang Yahudi yang terkena penggusuran oleh seorang Gubernur Mesir, Amr bin ‘Ash, yang bermaksud memperluas bangunan sebuah masjid.
Meski mendapatkan ganti rugi yang pantas, sang Yahudi menolak penggusuran tersebut. Ia datang ke Madinah untuk mengadukan permasalahan tersebut pada Khalifah Umar. Seusai mendengar ceritanya, Umar mengambil sebuah tulang unta dan menorehkan dua garis yang berpotongan: satu garis horizontal dan satu garis lainnya vertikal.
Umar lalu menyerahkan tulang itu pada sang Yahudi dan memintanya untuk memberikannya pada Amr bin ‘Ash. “Bawalah tulang ini dan berikan kepada gubernurmu. Katakan bahwa aku yang mengirimnya untuknya.”
Meski tidak memahami maksud Umar, sang Yahudi menyampaikan tulang tersebut kepada Amr sesuai pesan Umar. Wajah Amr pucat pasi saat menerima kiriman yang tak di duga nya itu. Saat itu pula, ia mengembalikan rumah Yahudi yang digusurnya. Terheran-heran sang Yahudi bertanya pada Amr bin ‘Ash yang terlihat begitu mudah mengembalikan rumahnya setelah menerima tulang yang dikirim oleh Umar. Amr menjawab, “Ini adalah peringatan dari Umar bin Khattab agar aku selalu berlaku lurus (adil) seperti garis vertikal pada tulang ini. Jika aku tidak bertindak lurus maka Umar akan me menggal leherku sebagaimana garis horizontal di tulang ini.”
Ketegasan khalifah dan rasa takut yang menghinggapi gubernur Amr bin ‘Ash sulit didapati dalam sistem kapitalis karena terkait dengan cara pandangnya dalam mengelola negaranya yang lebih mengedepankan azaz manfaat bukan karena azaz keimanan sebagaimana dalam sistem Islam. Maka akan terwujud nyata dalam sistem Islam, Keadilan dan kepengurusan seorang penguasa tanpa membedakan agama, kaya miskin, ras, suku. (*)
Wallahu a’lam bi ash-shawwab.
Catatan: Isi di luar taggung jawab redaksi